Indi, Nara, dan Rizal

38 18 2
                                    

'Pagi sayangku, udah jam berapa nih. Kamu masih tidur kah?' Terdengar suara dari hp gue, suara yang tidak asing lagi. Seperti suara pacar gue, Rizal. Gue kaget. Gue terbangun dan memastikan apa yang gue dengar hanya mimpi.
'Sayang..' panggil Rizal dengan mesra
Gue segera mengambil hp di atas meja lampu, benar saja. Rizal menelpon dan gue loudspeaker.
'ya, sayang. Makasih udah bangunin aku' sahut gue dengan nada lemas.
'bangun dong. udah jam berapa ini, nanti kamu terlambat ke kantor. Kamu masuk pagi kan?'
'iya nih' gue sambil cek di jam dinding, waktu menujukkan pukul 5 pagi. Artinya gue harus bergegas  ke kamar mandi, lalu ke kantor.
'yaudah, kamu siap-siap ya sayang. aku juga nih. aku nanti mau meeting jam 8. oiya, aku masih di Semarang. belum bisa jemput kamu. Aku cinta kamu Indi'
Teleponnya langsung diakhiri sebelum gue jawab, ya, begitulah Rizal. Pacar gue yang umurnya lebih tua 10 tahun dari umur gue. Dia orang yang dewasa, disiplin, cekatan, pekerja keras dan bertanggung jawab. Gue memutuskan untuk menjadi kekasihnya karena gue sangat suka diberi perhatian lebih atau dimanja oleh pria yang berumur matang. Gue merasakan hal ini dari Rizal, hanya kekurangannya dia terlalu sibuk dengan bisnis dan koleganya. Tidak memungkiri, gue sangat sering merasakan rindu akan belaian atau sentuhan dari seorang pria dewasa.

Gue harus membalas pesan dari Rizal. Gue enggak mau dia salah paham untuk yang kesekian kalinya. Kalau tidak via chat ya via pesan suara.
'Rizal, aku cinta kamu. semangat ya kerjanya, aku menunggu kamu' Gue mengirim pesan melalui pesan suara.

***

Rasanya masih mengantuk, padahal sudah sampai kantor dan harus bersiap untuk bekerja kembali. Waktu menunjukkan pukul 7 pagi, gue bergegas segera ke pantry membuat kopi panas sebelum waktunya kembali bekerja. 
Lalu tidak lupa gue menyiapkan sarapan sebelum bekerja, gue tidak pernah sarapan di rumah karena tidak cukup waktunya dan gue ada kekurangan dalam mengatur waktu sehari-hari. Berbeda dengan Rizal, Rizal sangat disiplin, dari dia bangun tidur sampai tidur lagi. Namun, ada saja kekurangan sebagai manusia, dia sangat jauh dari kata romantis dan tentunya to the point. Mungkin karena hubungan kami bukan pacaran ABG lagi, hubungannya serius seperti orang dewasa pada umumnya jadi ya, tidak ada basa-basinya. Pokoknya beda banget engga kayak gue, gue masih suka suasana romantis atau candle light dinner kayak di drama-drama romance.

"Indi. sarapan?" sapa kak Lala. kak Lala adalah atasan gue, umur kami tidak jauh, kami cukup sering main ke mall, ngafe, belanja dan pastinya rumpi tentang hubungan pasangan masing-masing
"hai kak Lala. iya nih. sini barengan sarapannya" gue sapa balik.
"gampang deh, gue mau nyatokan dulu Ndi" jawab kak Lala dengan buru-buru
"oh yaudah. jangan lupa sarapan kak." gue mengingatkan kak Lala agar bisa sarapan bersama.
"romantisnya Indi, perhatiannya.." goda kak Lala.
"apa dah kak Lala. engga begitu juga lah. masa kak Lala engga sarapan." gue respon dengan tersipu malu
"abisnya sebegitunya, pacar gue aja engga seperhatian dan engga se romantis lo gini Ndi" jawab kak Lala sambil menggoda gue.
"ya ampun kak. ada ada aja sih. yaudah sana rapih-rapih dahulu. nanti gabung ya" gue langsung meminta kak Lala untuk cepat-cepat bergegas make up an langsung gabung sarapan bareng gue.
"oke deh. tungguin ya. sebentar kok gue dandannya" kak Lala langsung bergegas ke ruangan dan segera meninggalkan gue di pantry.

Gue kembali menikmati kopi panas dan sarapan buatan gue sendiri. Gue menikmati sambil melihat pemandangan padatnya ibu kota dihiasi gedung-gedung pencakar langit yang tinggi. Semuanya terlihat kokoh dan cantik. Terkadang, gue sering sekali mengabadikan pemandangan ibu kota jika terlihat cantik untuk difoto.

"wah lagi sarapan nih?" terdengar suara yang tidak asing lagi. Dia yang selalu membuat gue tersipu malu. Nara.
"hai. Sarapan disini?" gue menoleh terkejut melihatnya. Tatapan matanya membuat gue terpana. Dia terlihat berbeda hari ini, terlihat lebih dewasa dan sangat rapi. Memang umur kami terpaut 2 tahun, jadi lebih sering se frekuensi kalau berbicara satu sama lain
"kaget gitu. boleh deh. kayaknya minum kopi aja deh" jawab Nara dengan keheranan
"engga kok. biasa aja lagi. boleh sini gabung" gue ajak Nara dengan santai sambil menikmati pemandangan ibu kota.
"belum masuk? apa mau santai dulu?" tanya Nara sambil membuat kopi di meja pantry
"belum nih. palingan sebentar lagi. tumben ke sini?" gue jawab dalam perasaan heran kenapa Nara ke lantai gue, padahal, di lantai dia pemandangannya jauh lebih bagus dari lantai ruangan gue.
"emang ga boleh ya?" jawab Nara sambil menyeruput kopinya
"ya boleh. cuma kan pemandangannya bagusan dari lantai kamu kan" gue jawab
"ada yang lebih indah pemandangannya dilantai ini, jadi ya mau kesini aja, rasanya mau lebih lama lagi" jawab Nara dengan nada berbisik.
gue hanya tersenyum dan kembali menikmati kopi hangat buatan gue.
"pemandangan apa memangnya kalau boleh tau?" tanya Indi dengan penasaran.
"ada kamu Indi. aku suka." jawab Nara dengan senyum tipis

Cinta SemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang