🕊part: 8

38 5 0
                                    

Jangan lupa buat tekan vote dan komennya. Happy reading<3

****

Terima kasih Tuhan, saat hatiku terasa sepi Kau selalu saja datang menemani—Razeta romi Alvaro

Dekap Luka

8



R

omi melajukan mobil BMW-nya di atas jalanan ibu kota. Ia sengaja menggunakan mobil karena tadi pagi saat akan pergi bermain kerumah Angga cuaca nampak tak bersahabat. sedia payung sebelum hujan, Pepatah itulah yang selalu ia terapkan di dalam kesehariannya. terlebih lagi soal cuaca.

Mobil Romi berhenti tepat di sebuah bangunan bersejarah nan megah di ibu kota. masjid istiqlal. Masjid terbesar di Asia tenggara yang menjadi salah satu ikon kebanggaan masyarakat muslim Indonesia.

Setelah pulang dari rumah Angga tadi, ia berinisiatif singgah dan melaksanakan sholat asar di masjid ini. Bukan hanya untuk beribadah tetapi juga untuk mengobati kerinduannya kepada sang Ayah yang telah pergi mendahuluinya.

Selesai memarkir mobilnya, Romi langsung bergegas mengambil wudhu untuk mensucikan diri. Saat melangkah kedalam masjid, rindu seakan ikut menyeruak masuk kedalam hatinya. ada kenangan yang tiba-tiba berputar di benaknya. Ya, Romi rindu sosok seorang ayah yang sering mengajaknya beribadah ke masjid ini.

"Assalamu'alaikum yah. Ayah apa kabar?" ucapnya lirih. Ia memandang lekat tempat ta'mir di hadapannya.tempat dimana ayahnya dulu sering mengimami ribuan jamaah di masjid ini.

Tak lama kemudian Romi pun bertakbir. memusatkan segala hati dan pikirannya hanya kepada sang illah. Ia merasakan keteduhan serta ketenangan yang dalam.

"Assalamualaikum warahmatullah"

Saat mengucapkan salam dirakaat terakhir, beban di pundak pria itu seakan lenyap, hatinya terasa lega. kerinduannya kepada sang ayah pun terbayarkan. Romi selalu menyukai keadaan seperti ini, dimana kerinduannya selalu terobati kala ia ceritakan kepada sang ilahi.

"terimakasih ya Allah, disaat hatiku terasa sepi kau selalu saja datang menemani"

*****

Setelah selesai melaksanakan sholat ashar, Romi langsung keluar dari mesjid bergegas menuju parkiran. Cowok itu berjalan santai hingga saat dirinya berada tepat lurus di arah gerbang, matanya tak sengaja menangkap sosok seorang perempuan tengah berjalan keluar dari pintu masuk geraja katedral.

Romi menajamkan penglihatannya, sosok itu terlalu familiar bagi dirinya. Ia mengurungkan niat untuk pergi menuju parkiran. Dan kemudian  berjalan lurus mendekat kearah jalan tol— untuk memastikan perempuan yang baru saja ia lihat.

Saat dirinya tiba ditepi jalan. Badan Romi mendadak menengang, matanya membulat sempurna. Dari sini, ia dapat melihat dengan jelas sosok wanita yang tengah berdiri di seberang jalan sana. Wanita yang baru saja keluar dari peribadatan umat Kristiani.

"Luna?" gumam Romi. Merasa tak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. "Apa mungkin dia..gak gua gak boleh nyimpulin sendiri. Tapi.. " Segala praduga mulai bermunculan di benak Romi. Seakan banyak sekali pertanyaan yang ingin ia lontarkan sekarang ini. Apakah yang ia lihat barusan adalah sebuah kebenaran? atau hanya sebuah kebetulan.

Romi kembali menatap kearah depan, dan saat itu juga Luna ikut menoleh. Hingga manik keduanya pun saling bertemu.

Ada binar bahagia di mata Luna saat melihat Romi, tapi tidak untuk pria itu, tatapannya sulit untuk di jabarkan."Hay!Romi!!" sapa Luna dari seberang jalan sana— tepat di depan gerbang utama gereja katedral. Gadis itu melambaikan tangan dan melangkah maju, berniat untuk membelah kendaraan yang tengah berlalu lalang. Langkahnya ia perpanjangan tak mau jika Romi segera pergi dan meninggalkan nya dari seberang sana. "Romi!!"

Romi membulatkan mata, yang di lakukan Luna benar-benar hal gila. Bagaimana bisa gadis itu berjalan dengan tidak berdosa nya tanpa memperhatikan rambu lalu lintas? Hal itu bukan saja bisa membahayakan dirinya tapi juga pengendara lain. Namun yang dilakukan Romi saat itu hanya diam menunggu Luna hingga sampai di tepi jalan.

"Lo gila!?" hardik Romi. Tepat saat Luna berada dihadapannya dengan napas yang masih tergopoh-gopoh "Tadi lo bisa aja ketabrak!" Ia menatap Luna dengan tatapan tak percaya.

Luna menegakkan tubuhnya. setelah mengatur napas ia menatap Romi dengan sumringah. "Gue kira lo bakalan pergi tadi. Ternyata engga"  Rasanya hati Luna mulai melegah. Cowok yang ia rindukan kini telah berdiri di hadapannya. Ia tak peduli dengan tatapan yang diberikan Romi. Entah itu tatapan tajam, dingin, datar, atau bahkan membunuh. Ia sama sekali tak peduli, yang terpenting sekarang kerinduannya susah terobari.

"Gue minta maaf yah! Gara-gara gue lo jadi khawatir tadi," Dengan senyum yang masih melekat di tempatnya.

"Yang gue khawatirin bukan lo! tapi pengendara lain yang bakal kena imbas karna tingkah konyol lo itu,"

Luna mendengus. Mendengar pernyataan dari Romi membuat hatinya terasa sesak. Siapa dirinya hingga membuat Romi khawatir? ia bukan siapa-siapa dalam hidup cowok itu. tak penting untuk mengkhawatirkan gadis seperti dirinya. Apalagi setelah kejadian kemarin —saat Romi berboncengan dengan cewek lain, mengingatnya kembali membuat sesak dihati Luna bertambah. Namun ia berusaha untuk tetap tersenyum.

"Gue tahu kok, gue emang ngga sepenting itu buat lo."

Perkataan Luna sukses membuat Romi bergeming. Apakah sikapnya kepada gadis itu sudah keterlaluan? Tidak! Itu memang kebenaran, ia tak mau gadis itu berharap lebih.

"Bagus lo sadar. Jadi, berhenti berlaku kaya tadi," senyum Luna kembali terbit. dalam kalimat Romi barusan, Ia menemukan kekhawatiran serta perhatian yang dikemas dalam bentuk teguran.

"Siap komandon"

"Lo dari mana?" pertanyaan itu terlontar tanpa sadar dari mulut Romi. Rasa penasaran akan gadis itu menuntutnya untuk segera bertanya. Berharap jawaban yang diberikan Luna adalah sesuatu yang ia inginkan.

"Gue baru selesai ibadah dari gereja katedral. Ini hari minggu. Gue biasa dateng kesini tiap minggu sore," ucapan itu keluar dari mulut Luna dengan santai dan tanpa jeda. Ia bahkan tak menyadari perubahan ekspresi Romi yang mendadak tak bisa di tebak

"Lo sendiri mau kemana? Mau ibadah juga? gue boleh ikut?" Pada kenyataannya Luna tak mengetahui bahwa Romi baru saja keluar dari masjid istiqlal. Karna yang ia lihat tadi, Romi hanya berdiri di seberang jalan. Pikirnya pria itu akan menyebrang dan pergi menuju katedral.

"Boleh?" ulang gadis itu.

"Ngga, gue ngga ke geraja katedral,"

"terus kemana?"

"Masjid Istiqlal!"

Setelah mengatakan itu Romi pun merenggang pergi. Meninggalkan Luna yang masih terdiam di tempat. Ia berjalan masuk menuju parkiran. ada perasaan sesak yang mendadak menyerang dadanya. dalam diam ia merutuki setiap perasaan yang berlalu lalang dalam hatinya. Apa yang terjadi padanya? Kenapa ada benci akan perbedaan yang satu ini?

Luna yang masih diam di tempat pun menatap punggung Romi yang kian menjauh. Ia menyadari betul bahwa yang baru saja terjadi adalah awal meningginya tembok antara hubungannya dengan Romi. Apakah setelah ini Romi akan semakin menjauhinya?

"Apa yang salah dengan perbedaan?"

*****

Terimakasih, karena sudah berkenan mampir dicerita ini.
Dan jangan lupa buat vote, komen dan share cerita ini keteman²/medsos kamu.

Jika kamu merasa nyaman, sabi kali ya.. Buat tekan tombol follow 😅😭

Love you all.

Dekap LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang