1 - Perihal Jerat yang Akhirnya Lepas

603 57 47
                                    

Lee Seung Gi

Just go, I'm tired of people like you
Please don't cry and just leave
It was all lies when I said I loved you
Just go when I tell you to...

(White Lie – Lee Seung Gi)

---

Terakhir.

Aku memasukkan kemeja terakhir ke dalam koper besarku. Bagian walk-in closet-ku telah kosong, artinya aku telah siap meninggalkan kamar ini sepenuhnya. Kamar yang telah menjadi tempatku melepas penat setelah bekerja. Kamar yang menjadi saksi bagaaimana aku bisa bertahan hingga sejauh ini. Akhirnya, aku sungguh melepasnya.

Kututup koper besarku dan mendirikannya. Kembali kupandang setiap sudut ruangan yang cukup besar ini. Sejak dua tahun lalu, susunan kamar ini telah banyak berubah. Banyak hal yang tidak senada denganku, tetapi kubiarkan saja karena aku sadar bahwa ruangan ini tak lagi milikku sepenuhnya.

Mengapa meningalkan kamar ini lebih berat dibanding meninggalkan istriku?

Ehm, ralat. Mantan istriku. Kami resmi berpisah minggu lalu dan hari ini aku mengambil sisa-sisa barangku dari rumah ini.

Kurelakan rumah ini untuknya sebagai hadiah selamat tinggal. Lebih tepatnya, agar dia menjadi satu-satunya orang yang menyimpan kenangan tentang kami. Aku tidak mau, tak akan pernah mau. Terlalu banyak hal menyakitkan yang ada di rumah ini. Aku ingin lepas dari semua itu sepenuhnya. Meskipun rumah ini adalah hasil kerja kerasku sendiri sejak aku masih lajang, lebih baik aku memberikannya pada mantan istriku ketimbang menempatinya bersama kenangan-kenangan yang menyiksa.

Tatapan mataku bertumbuk pada sebuah foto pernikahan yang terpajang di kamar. Aku segera mengalihkan pandanganku. Andai saja pernikahan itu tak pernah terjadi, pasti saat ini aku baik-baik saja. Atau ... malah berbahagia? Pernikahan kami seolah menjadi gerbang neraka yang menyiksaku sendirian dengan rasa sakit tak berkesudahan. Tanpa ampun, aku tercabik dan tertatih, hancur dengan luka yang akan terus membekas selamanya.

Aku sudah lepas dari belenggu ini. Kuharap, kebahagiaan yang selalu kuimpikan berkenan menghampiriku. Tidak salah kan jika pria di pertengahan usia 30an ini mengharap sebuah kebahagiaan?

Segera kututup walk-in closet yang menyisakan barang-barang miliknya. Kehidupan memang sangat dinamis. Awalnya walk-in closet ini milikku, lalu aku harus berbagi dengannya, dan sekarang dia memilikinya sepenuhnya. Sama seperti aku. Dua tahun lalu, aku mengucap janji sehidup semati bersamanya, lalu sebulan lalu, aku juga yang memutuskan untuk mengakhiri semuanya.

Aku menyeret koperku keluar dari kamar. Wanita itu segera mengalihkan pandangannya dariku, padahal aku tahu betul bahwa ia tengah menatap pintu kamar ini dengan wajah sendu. Jangan harap aku akan kembali merasa kasihan kepadanya. Saat sesuatu telah kuakhiri artinya aku memang sudah tak lagi menginginkannya. Sekalipun ia memohon sambil bersujud kepadaku, aku tak akan pernah kembali.

"Di luar hujan," ucapnya tanpa menatapku.

"Aku tahu," jawabku singkat. Suara petir yang bersambut dengan derasnya hujan terdengar jelas dari dalam sini. Perjalananku ke rumah ini pun telah diliputi gerimis.

"Tidak mau tinggal semalam?" tanyanya.

"Kau takut?" tanyaku. Ia memang takut dengan hujan dan petir, tapi aku sudah tak lagi peduli.

Wanita itu akhirnya menatapku dan mengangguk. Aku tak bereaksi, masih memasang wajah datar tak peduli.

"Telepon saja Beom Jung, dia pasti akan secepat kilat datang kemari," kusebut salah satu nama yang menjadi salah satu alasanku memutuskan untuk berpisah dengannya. Ia berdecak dan melengos.

CANDALA (Lee Seung Gi x Bae Suzy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang