2 - Perihal Asa yang Kehilangan Daya

274 56 60
                                    

Bae Suzy

How many times a day
Will my tears swell up?
Even though I try to count
I can't
Because I'm always trying to hold the tears in

(Day6 – Hurt Road)

---

"Kenapa kau tidak memberitahuku dari tadi?" tanyaku lemas. Pria di hadapanku berdecak sebal sembari melonggarkan dasi yang dikenakannya.

"Untuk apa? Agar kau bisa menhindar?" tanyanya ketus. Aku membuang wajahku, enggan menatapnya.

"Mau sampai kapan kau menghindar terus? Sekali-kali, kau harus berani meghadapinya," ucap pria itu santai. Aku menatapnya tajam.

"Kalau kubalik pertanyaannya bagaimana?" tanyaku. "Mau sampai kapan kau membiarkan istrimu ini berjuang sendirian?"

"Berjuang sendirian dari mana? Kau pikir aku hanya diam saja selama ini?" nada bicaranya meninggi. Aku menghela napas panjang dan memilih untuk tetap diam. Rasanya ingin membantah, tapi aku tahu, bantahanku hanya akan memperkeruh suasana.

"Tidak usah banyak bicara, aku sangat lelah. Ibuku hampir sampai, sebaiknya kau siapkan makan malam sebak mungkin agar dia tidak kesal!" titahnya. Dengan malas, aku bangkit dari ranjangku dan keluar kamar untuk menuju ke dapur.

***

Aku tidak pernah menyangka pernikahanku akan menjadi sesuatu yang sangat menyiksa.

Usia pernikahanku dengan Yoo Dae Shin baru satu setengah tahun, tapi tuntutan yang kuterima seperti kami sudah menikah selama setengah abad. Ibu mertuaku selalu melakukan kunjungan dadakan ke rumah dan kunjungannya selalu membuatku ingin menghilang dari muka bumi ini.

Tak terhitung berapa kali ia bertanya kepadaku apakah aku sudah hamil atau belum. Seandainya ia bertanya dengan cara baik-baik, aku masih bisa menerimanya. Namun, kata-katanya tak pernah membuatku merasa nyaman. Sindiran, cibiran, dibandingkan dengan orang lain menjadi rutinitas yang harus kuterima setiap kali bertemu dengannya.

Aku sangat mengharapkan pembelaan dari suamiku, tapi harapanku hanya sebatas angin lalu. Ia tak pernah membelaku sama sekali. Setiap kali ibu mertuaku menceramahiku dengan kata-kata yang menyakitkan, tak ada usaha darinya untuk memberi pengertian kepada ibunya. Ia akan sibuk sendiri karena tahu bahwa dirinya tak akan ikut disalahkan. Ia adalah anak tunggal yang begitu disayang oleh sang ibu, seandainya ia membunuh orang, maka korbannya yang akan disalahkan.

Sepulangnya ibu mertuaku dari rumah kami, suamiku juga tak pernah menghiburku, bahkan menanyakan bagaimana keadaanku saja tidak pernah. Ia selalu memintaku untuk memaklumi perlakuan ibunya kepadaku.

"Ibuku memang begitu. Kau tahu sendiri kan? Dia memintaku buru-buru menikahimu karena ingin segera punya cucu seperti teman-temannya. Wajar saja kalau dia mengejar kita agar segera punya anak," begitu kata Dae Shin setiap kali aku berbicara kepadanya tentang perlakuan ibunya kepadaku.

"Seharusnya kau bersyukur, ibuku masih peduli dengan kita dan masa depan kita, tidak seperti orang tuamu yang datang ke sini saat kau mengundangnya saja."

Jawaban seperti itu yang akan aku dapatkan saat aku mulai bertanya mengapa ibunya selalu mencampuri urusan rumah tangga kami.

Selain dari ibunya, aku juga sering mendapat kata-kata pedas dari suamiku sendiri, lebih-lebih saat aku mengungkapkan ketidaknyamananku padanya. Kalau sudah begitu, aku akan memilih diam daripada semakin sakit hati.

Mungkin, lebih tepatnya aku memilih diam daripada semakin sakit hati dan menjadi samsak tinju baginya.

Salah satu alasanku lebih banyak mengalah dan diam karena aku takut. Aku pernah mendapat kekerasan fisik dari suamiku saat awal pernikahan kami. Waktu itu, kunjungan pertama ibu mertuaku ke kediaman kami setelah kami menikah selama dua bulan. Aku benar-benar terkejut dalam kunjungan pertama itu, karena ibu mertuaku sudah menanyakan soal kehamilan disertai pertanyaan yang menurutku seharusnya jadi privasi kami berdua. Aku semakin terkejut saat suamiku malah menceritakannya kepada mertuaku secara terang-terangan.

CANDALA (Lee Seung Gi x Bae Suzy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang