chapter Enam [beberapa alasan]

201 44 90
                                    


Sebenernya chap ini udah jadi dibeberapa hari yang lalu cuman baru bisa di publish sekarang :v
Almost 4k words. So, i hope u guys enjoy it! ❤

Sekalian mau test siapa aja yang aktif di fanfic ini 😁



🌙


Jika diperkirakan mungkin sudah 5 tahun lebih zea gak bertemu dengan sosok mirza. Dan berarti sudah 5 tahun juga zea gak pernah berkunjung lagi ke rumah cowok itu.

Gak ada yang berubah dari bangunan 2 tingkat didepannya sekarang. Rumah bergaya eropa modern dengan desain hasil papi mirza-- yang kebetulan memang seorang arsitek, tidak ada gerbang atau pagarnya, juga bagian yang paling zea sukai yaitu taman depannya yang sangat luas. Sangat asri dengan beragam jenis bunga dan jenis-jenis pohon hias yang menjadi koleksi mami mirza.

"Ayok masuk malah bengong" ujaran mirza membuat zea menoleh ke arahnya. Cewek itu mendengus sebelum ngintilin mirza dari belakang.

Entah kenapa jika dulu zea bisa seenaknya keluar masuk rumah cowok itu tapi sekarang seperti ada rasa segan, padahal baru luarannya aja.

"Gak usah kaku begitu kaya mau ketemu calon mertua aja" ejek mirza. Suka banget emang ngisengin anak orang.

"Gak usah ngebelin lo!" Juteknya sembari nampol lengan cowok itu. Tapi ada benernya juga kata mirza. Kekakuan zea kaya pacar mau ketemu calon mertuanya. Padahalkan gak kaya begitu.

Mirza melirik ke samping. Raut wajah zea yang deg-degan membuat mirza sadar gak sadar ngerangkul bahu cewek itu. "Udah ayo, mereka pasti seneng ngeliat kedatengan lo lagi" meyakinkannya. juga zea yang berakhir diem dirangkul mirza memasuki kawasan rumah cowok itu.

"Selamat malam cikgu! Liat nih mirza bawa siapa!" Teriak mirza itu seakan tiada dosa dengan muka sengaknya, yang pengen banget zea tampol. Tapi tidak sempat untuk menampol wajah ganteng itu karna teriakan seorang wanita lebih dulu mengintrupsi.

"Zea anak mami!" Sosok wanita berdaster langsung berpekik kegirangan. Tidak sempat zea menyapa balik karna tubuhnya sudah diterjang lebih dulu oleh sebuah pelukan. Hampir membuat zea limpung jika cewek itu tidak dengan cekatan menyeimbangkan tubuhnya. "Ini beneran zea anak mami? Anak mami udah segede ini. Kemana aja kamu nak?" Dengan kedua tangan yang menangkup pipi zea hingga membuat bibirnya maju beberapa centi kedepan.

Mirza memutar bola mata, hoream liat tingkah yang ke lewat lebai maminya. Seperti adegan sinetron seorang ibu yang baru dipertemukan kembali dengan anak kandungnya.

"Udah kali mi, bisa sawan anak orang" celetukan mirza langsung dibalas delikan tajam oleh sang mami. Ya, jika seperti ini mirza pasti di anak tirikan.

"Aku baik mi. Zea kangen sama mami" sahut zea. Sekarang giliran zea yang memberi pelukan pada wanita setengah baya itu. Bagaimanapun zea menganggap mami mirza sudah seperti maminya sendiri.

"Duduk dulu nak duduk yuk pegel" dengan hebohnya mami mirza menuntun zea untuk duduk di sofa ruang tamu. Sementara mirza, ya apa atulah dia mah.

Setelah keduanya nyaman barulah andin--mami mirza kembali membondong zea dengan segala pertanyaannya. "Gimana bisa kamu bisa tiba-tiba ilang? Mana lost contact juga? Selama ini kamu tinggal dimana? Gimana--"

"Napas mi napas" mirza dengan tingkah isengnya. Cowok itu sudah duduk di sofa sebelah.

"Dari pada ngerecokin anak sama ibunya. Panggil ayah sama bang wanda sana, bilang si bungsu udah balik lagi" andin memang sudah menganggap zea sebagai anak bungsunya. Mirza sebagai anak baik menuruti untuk memanggil papi beserta abangnya.

Medicine [on hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang