chapter Duabelas [terikat]

114 21 23
                                    

"Mami.. mau ketemu sama lo, bisa kesini?"

Setelah Mirza menunjukan lokasinya Zea segera bergegas. Dengan pakaian seala kadarnya alias kaos kedodoran dengan celana tidur dan rambut yang di ikat asal- asalan. Sempat melirik jam yang menunjukan pukul 1 lewat 17 menit.

Satpam penjaga tentu menanyainya dengan beberapa pertanyaan, karna kost punya beberapa peraturannya sendiri. Zea menjelaskan dengan sangat rinci agar si satpam mau membuka pagarnya, dan akhirnya setelah bernegosiasi Zea diperbolehkan juga.

Hanya berbekal ponsel Zea nekat mengendarai motornya pada dini hari. Jalanan yang sepi membuat Zea bersyukur karna bisa membuatnya cepet nyampe alias gak ada tuh semacem kejebak macet.

Setelah memarkirkan motornya di parkiran khusus kendaraan beroda dua, Zea lari-lari kecil memasuki kawasan rumah sakit yang terlihat sepi. Udara yang dingin membuat Zea mengeratkan jaketnya.

Tidak perlu bertanya lebih dulu pada Resepsionis karna lagi-lagi Mirza sudah memberitahunya di ruang mana Andin di rawat.

"Za"

Sosok yang dipanggil menoleh dengan mata sayunya. Rambutnya terlihat acak-acakan dan samar-samar terlihat lingkaran hitam di bawah mata.

Nyatanya Mirza tidak sendiri karna Wanda juga Setiawan ada di sana. Ketiga lelaki tersebut menunjukan raut wajah yang sama yaitu kalut.

Dengan langkah tergesa Zea mendekati ketiganya. "Pih, Mami kenapa? Ada apa sama Mamih? bilang sama aku. Kasih tau aku"

Setiawan malah memilih untuk menggenggam tangan Zeana yang terasa seperti Es karna saking dinginnya. "Kamu dingin banget, Nak"

"Pih.. aku-- aku termasuk bagian dari kalian juga kan? Aku berhak tau kan? Jadi-- boleh kasih tau Zeana juga?"

Sementara Wanda dan Mirza sama-sama masih bungkam. Zea semakin bertanya-tanya. Sebenarnya ada apa?

"Duduk dulu, pegel"

Dituntunlah Zea buat duduk di kursi tunggu yang sudah tersedia, yang saling berhadapan dengan ruangan inap Andin.

"Pake jaket gue juga, Ze. Jaket lo tipis" Wanda mengambil alih jaket yang tadinya tersampir di kepala kursi beralih tersampirkan ke bahu cewek itu.

"Makasi, Ka"

"Mami.. Mami keguguran Ze"

Nafasnya tercekat dalam hitungan detik dengan lidah yang mendadak kelu. Mata hanya bisa mengerjap-ngerjap pelan. Masih mencerna ucapan Wanda.

"Dan sekeluarga gak tau kalau Mami ternyata masih di percayai untuk mempunyai keturunan lagi, Mami pun. Mami jatoh di kamar mandi dengan darah dimana-mana. Kita sekeluarga panik langsung bawa dia ke rumah sakit, dan ternyata ada janin di rahim Mami yang usianya baru 2 bulan. Tapi sayang kita terlambat, kata Dokter janinnya udah gak bisa di selametin lagi karna benturan keras yang Mami alamin..

Sekarang Mami belum sadar. Dan tadi Dokternya bilang bagian terburuknya adalah Mami harus menjalani operasi
Histerektomi supaya gak ada konspilasi dan demi keselamatan Mami juga"

"T-terus Mami?"

"Kita lagi nunggu hasil rekaman medisnya. Dokternya masih di dalem. Kita doakan yang terbaik buat Mami ya" Sahut Setiawan seraya menenangkan lewat elusan pelan di puncak kepala.

Kurun waktu beberapa menit sesosok wanita sekisar umur 40 tahun keluar dari ruangan Andin, dengan wajah lelahnya.

Ke-empatnya langsung beranjak.

"Dengan Bapak Setiawan?"

"Saya sendiri"

"Ikut keruangan saya"

Medicine [on hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang