Medicine [on hold]

chapter Sembilanbelas [Salah paham]

Gak tau ini apa tapi semoga suka 😹
Met malming!

🌙

Ada beberapa hal yang gak bisa di paksain.
Salah satunya, perasaan seseorang.

🌙

Zeana Amary tidak pernah tau dan menanyakan alasan kenapa orang-orang hadir begitu saja di hidupnya. Entah itu hanya singgah sementara, atau justru ada maksud lain yang entah bertujuan baik begitupun sebaliknya.

Termasuk Jeffri.

Awalnya Zea hanya menganggap Jeffri seperti teman-temannya yang lain. Cowok itu baik, selalu memberinya perhatian lebih, gak jarang juga mengajaknya jalan atau dengan senang hati menawarkanya tumpangan tampa pamrih.

Zea selalu tidak ingin berharap pada seseorang, termasuk Jeffri. Kebaikan cowok itu padanya hanya Zea anggap kebaikan sebagai teman ke teman yang sedang membutuhkan.

Namun kedekatan ke 5 bulan persepsi itu terpatahkan, tepat malam hari sepulang keduanya mencari makan di luar. Pertanyaan di luar nalar di tunjukan untuk Zeana.

"Lo anggep selama ini kedekatan kita itu apa?"

Dan emang dasarnya otak Zeana lemot jadi cewek itu hanya bisa menatap Jeffri bingung. Dia tidak pernah menjalin hubungan yang rumit seperti ini dengan teman cowok-cowoknya yang lain.

tapi Jeffri berbeda.

Seperti meminta sebuah balasan dari 5 bulan kedekatan mereka sekarang.

"Gue harap lo gak nganggep kedekatan kita selama 5 bulan ini hanya sebagai bentuk pertemanan belaka. Thats a bullshit. Gue berharap banyak sama hubungan kita ini, dan gue yakin lo tau apa yang gue maksud ini"

Harapan?

Jeffri berharap padanya? Pada hubungan tampa status ini?

Melihat Zea masih bungkam Jeffri kembali membuka suara.

"Gue confess sama lo, bener. Terserah lo juga mau anggep ini apa. Gue cuman mau lo tau gue ada maksud selama ini, selebihnya gue serahin sama lo"

Sementara Zeana?

Sejatinya Zea juga tidak tau harus membalas apa, tapi yang jelas degupan jantungnya di dalam sana berulah.

Hanya satu jawaban yang terlintas di kepala Zeana kala itu.

Dia nyaman bersama Jeffri.

Seperti orang linglung Zeana memasuki kamar kostnya dengan banyak pertanyaan bersarang di kepala.

Dengan gusar Zea mengambil ponsel guna menghubungi seseorang.

"Halo, kenapa Ze?"

"Mba sibuk?"

"Gak juga. Ada apa? Ada yang mau di ceritain sama, Mba?"

"Aku deg-degan mba"

"Lho? Orang hidup emang suka deg-degan kan?"

"Mba! Buka deg-degan yang itu! Mba pasti tau maksud aku"

"Ahaha oke, oke tenang Ze. Tarik nafas.. buang..."

"Aku gak tau harus mulai cerita dari mana"

"Pelan-pelan aja. Mba dengerin"

"Mba masih inget gak sama cowok yang tempo hari aku ceritain sama, Mba?"