chapter Duapuluh Dua [Inilah yang sebenarnya]

205 35 32
                                    


Kurangin ekspektasinya!

🌙

Jangan pernah menyepelekan orang yang kelihatannya baik-baik saja.

🌙

Tidak cukup sekali, pukulan itu di lakukan berkali-kali, bertubi-tubi tampa bisa membuat Jeffri menghindar. Barulah setelah sadar jika Jeffri sudah terkapar lemah, dengan darah yang keluar dari hidung dan lebam dimana-mana, Deka mau berhenti.

Tapi tatapan amarah itu masih ada. Matanya memerah dengan kedua tangan yang terkepal mencoba menahan amarah.

"Kemana aja lo sialan! Selama ini Zea butuh lo!"

Jeffri hanya bisa terbaring lemah di aspal, terbatuk-batuk. Rasa ngilu dia rasakan di sekujur tubuhnya. Namun sejatinya Dia masih tidak mengerti. "Zea?"

Amarah Deka kembali memuncak. Mencengkram kerah baju Jeffri dengan urat-urat lehernya yang meregang. Menandakan bahwa dia sedang di kuasi emosi. "Setelah lo hancurin dia lo lupain dia dengan mudahnya?"

Jeffri ikut tersungut. Cowok itu berdiri mencoba mengabaikan rasa sakitnya. "Gue gak tau anjing!"

Tapi Deka masih di pengaruhi emosi. "Cuman dia yang lo percaya! Tapi yang lo lakuin di belakang dia apaan?! Jangan lo pikir gue gak tau apa yang lo lakuin di belakang Zea selama ini sama si Lena. Anjing!"

"Makanya jelasin sama gue. Gue gak pernah tau tentang dia, dia gak pernah mau terbuka sama gue!"

Sehingga keduanya sepakat untuk menepi di sebuah Cafe kecil yang tidak jauh dari lokasi. Keadaan wajah Jeffri yang bonyok dan raut wajah Deka yang penuh amarah seolah memberi tahu orang-orang jika keduanya sudah terlibat perkelahian.

Setelah mencoba untuk lebih tenang Deka akhirnya membuka suara.

"Zea pengidap gangguan psikologis OCD sejak 5 tahun yang lalu"

Awalan akan fakta yang berhasil merampas seluruh oksigen Jeffri hingga kedasar paru. Bibirnya bungkam dengan sorot mata yang tidak terbaca.

Zeana-nya yang baik-baik saja selama ini. Tidak mungkin memiliki penyakit semenyeramkan itu, bukan?

"Dia gak pernah percaya sebuah hubungan setelah orang tuanya bercerai. Tapi setelah ketemu sama lo, Zea akhirnya bisa sedikit-sedikit membuka hati dan menaruh harapan untuk sebuah hubungan. Dia percaya sama lo, bahwa lo bisa buat dia sembuh, buat ngilangin semua traumanya juga penyakit psikologis yang dia punya. Tapi nyatanya, engga. Seberapa kali dia denial sama dirinya sendiri gak nyangkal bahwa lo bukan obat dia. Lo cuman orang brengsek yang selalu sembunyi dibalik kata, Zea bakalan ngerti gue"

Sebenarnya ini ilegal dan Deka tidak menepati janjinya pada Nessa. Tapi Deka juga sudah berpikir matang-matang bahwa Jeffri harus tau.

"Selama ini Zea selalu ngertiin lo Jeff. Cuman karna, lo, Zea berusaha buat maksain diri memberi lo pengertian. Meski dia harus tersiksa sendirian setelahnya. Dan karna itu Zea harus terus naif sama dirinya sendiri bukan cuman karena supaya lo selalu ada terus buat dia, tapi Zea juga harus berperang sama penyakitkan yang membuat dia hampir sekarat. Tapi setelah apa yang dia lakuin? Lo tetep nyalahin dia?"

Kerongkongan Jeffri seperti tecekat. Bahkan sekedar menelan saliva saja rasanya sangat sakit.
Jeffri tersenyun getir dengan kepala yang menggeleng kecil.

"Z-zea gak gitu. Lo emang sahabat gue. Tapi kalau lo ngomong yang enggak-enggak tentang dia, gue gak segan ngabisin lo"

Deka menghela memperlihatkan Jeffri akan sebuah foto. Dadanya seketika di hantam rasa sesak, sakit sekali, seperti ada ribuan anak panah yang bersarang di sana.

Medicine [on hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang