chapter Lima [putih biru]

218 59 93
                                    

Zea sudah siap dengan pakaian kasualnya. Skinny jeans dengan atasan kaos, sneakers, dan tas selempangnya. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergelung rapih ke atas dengan poni tipisnya dibiarkan menutupi dahi.

Sesuai janji mirza kemarin-kemarin. Cowok itu berjanji mengajak zea makan di tempat langganan mereka semasa SMP dulu, sekaligus mengajak zea untuk bernostalgia sedikit masa putih biru mereka.

Awal mula keduanya kenal itu dikarna satu kelas dari kelas satu SMP sampai kelas tiga, justru malah aneh kesannya kalau keduanya tidak akrab. Mirza yang selalu menempati bangku dibelakangnya, dan zea sendiri duduk di kursi depannya. Mirza tentu sengaja melakukan itu tapi zea menganggapnya hanya kebetulan.

Sesosok cewek bertubuh mungil dengan rambut yang hitam panjang seperti iklan-iklan sampo di tv, dan rambut itu selalu wangi setiap harinya. Mirza yang duduk dibelakangnya kadang iseng mengendus-ngendus wangi seharum anggur itu. Hingga kadang dihadiahi tampolan di pipi, jengutan di rambut, atau injekan di sepatu oleh si empu.

Dulu waktu di sekolah mirza bukan cowok populer tapi dengan senang hati zea menjadi teman setia cowok itu. Semuanya berawal dari sini,

"Boleh kumpulkan tugas yang ibu minta kemarin lusa sekarang. Yang tidak mengumpulkan harus terima konsekuensinya"

Begitu kata guru berkaca mata didepan kelas. Sontak siswa siswi yang lain satu persatu maju ke depan untuk mengumpulkan pr.

Tapi berbeda dengan cewek bernam tag zeana amary, cewek itu tengah kelabakan sendiri. Mengeluarkan isian tasnya yang hanya bawa 3 buku, 1 buku paket dan 1 tempat pensil. Raut wajahnya tentu mengkhawatirkan.

Mirza yang akan mengumpulkan pr ke depan, terjeda. Dia keheranan. Pengen nanya juga sungkan soalnya dia masih belum terlalu akrab dengan sosok zea saat itu.

"Siapa yang gak bawa pr? Angkat tangan?"

Mirza melirik kecil ke arah zeana yang tampak gelisah di tempatnya.

"Bagus, jika tidak-"

"S-saya bu" sosok cewek didepannya yang mengangkat tangan. Ternyata benar dugaan mirza.

Guru berjenis kelamin perempuan itu maju beberapa langkah mendekati meja zea yang memang dibarisan depan. "Kenapa? Kamu males-malesan ngerjain mata pelajaran saya?"

Zea meremas tangannya dibawah meja. "bu-bukan begitu bu. Saya udah ngerjain semalem dibantu ayah, cuman itu-anu-lupa bawa" zea meringis. Karna sifat pelupanya sehabis mengerjakan pr dibantu si ayah zea langsung memilih untuk tidur, zea memilih menantikan saja untuk memasukan buku prnya lebih dulu ke dalam tas, karna bisa di lakukan esok pagi. Tapi zea malah bangun kesiangan.

Sampai lupa tidak memasukan buku prnya lebih dulu ke dalam tas saking buru-burunya karna akan diadakannya upacara. Iya, semua karna sifat pikun dan kecerobohannya.

Hadehh neng.

"Selain zeana ada yang tidak mengerjakan?"

Maka dengan yakin mirza memasukan buku pr nya ke kolong meja, mengangkat tangan kananya. "saya juga bu" ujaran yang membuat semua pasang mata di kelas menjadikan atensinya. Terheran-heran sejak kapan si peringkat satu kelas tidak mengerjakan pr?

"Kamu serius mirza?" Bu guru itu tidak terlalu yakin.

"Dua rius bu. Kemarin saya ketiduran begadang main ps sama abang saya" bohongnya. Boro-boro main ps bareng abangnya, abangnya aja gak pulang semalem.

"Kalian berdua keluar kelas. Bersihkan toilet kelas 3" ujaran terakhir si guru sebelum kembali ke kursinya.

Zea melirik mirza lebih dulu sebelum berdiri. Diikuti mirza dibelakang. Keduanya langsung keluar kelas bertujuan ke toilet kelas 3 untuk menerima hukumannya.

Medicine [on hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang