chapter Sembilan [makan malam]

132 30 33
                                    


Ceritanya flashback, 1 hari seudah ngabisin bensin bareng jeffri, ceunah.

🌙

Mam ❤

Jam 8 ya nak.
Apa perlu mama pesenin taksi? Atau mau dijemput sama supir?

Gak usah ma.
Aku pesen grab car aja nanti ato gak pake taksi.

Bagus kalau begitu.
Dressnya dipake ya nak.
Sayang itu udah mama beli mahal mahal.
Kecewa nanti mama kalau kamu gak pake.

Udah aku pake.
Ternyata cocok aku sukaa.
Makasiii mamaku

Sudah mama duga.
Yauda see you later sulungnya mama

Zeana menatap pantulan dirinya sendiri di cermin kamar kost yang menunjukan penampilannya malam ini. Make up natural alanya, dengan rambut sepunggung yang dia atur sedemikian rupa, alias tidak aneh-aneh hanya menambah kesan curly dibagian bawah.

Sudah dibilang bahwa Zea kurang suka memakai rok atau dress dan sejenis lainnya, bukan? Karna itu bakalan membatasi ruang geraknya. Tapi malam ini, sebuah floral dress dengan panjang 1 jengkal di atas lutut telah membalut tubuhnya. Dress yang sebenarnya enggan untuk Zea pakai jika bukan keinginan dari Mamanya itu.

Malam yang membuat Zeana tampak lebih feminim dari biasanya.

Sudut bibirnya tertarik mengulas senyum tipis. "Not bad" Zea mengakui ternyata polesannya tidak seburuk itu.

Dress yang sekarang tengah Zea kenakan itu kado dari Mamanya yang beberapa jam lalu, diantarkan kurir untuk dirinya kenakan malam ini. Sepertinya Mamanya itu tidak ingin Zea memakai pakaian sembarangan diacaranya.

Setelah dipikir matang-matang, Ternyata tidak ada salahnya untuk menerima ajakan Mamanya yang mengikut sertakan Zea dalam acara makan malam bareng keluarga barunya. Terlebih Zea juga tidak mau mengecewakan beliau yang sepertinya sangat mengharapkan kehadirannya.

Tapi dari beberapa jam lalu ada yang mengganjal. Zea belum memberi tahu Sean tentang ajakan mantan Istrinya itu. Jika Zea memberi tahu bahwa dia menerima ajakan sang Mama, apa Ayahnya bakalan kecewa?

Melirik jam saat menunjukan pukul 19.22 yang artinya Zea masih punya cukup waktu. Mengambil alih ponsel, mendudukan dirinya di kursi rias sebelum menempelkan benda pipih itu disebelah telinganya.

Cukup sekali karna panggilannya langsung tersambung. Zea merasa lega juga merasa gugup bersamaan. Zea bingung harus mulai darimana.

Dari kecil Zea lebih dekat dengan Ayahnya itu benar. Dari kecil juga Zea lebih terbuka pada Sean untuk bercerita ini dan itu. Jadi rasanya akan aneh jika Zea tidak memberitahu Sean lebih dulu tentang acaranya malam ini, dan itu membuat dia tidak bisa tenang sedari tadi.

"Ayah"

"Kenapa Nak?"

"Ayah nginep lagi di kantor?"

Tanyanya dengan kuku jari yang mengusak-usak meja rias didepannya. Kebiasaannya jika sedang gugup.

"Harus, ini Ayah lagi bikin kopi buat nemenin kerjaan"

Medicine [on hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang