Sepuluh

160 8 0
                                    

Terkadang orang menyimpulkan sesuatu berdasarkan apa yang ia lihat dan dengar tanpa berniat mengetahui faktanya.

***

Jevan meneguk salivanya kasar tatkala melihat lima orang berjajar menghalangi langkahnya. Andai saja ia mempercepat piketnya dan bergegas pulang, pasti tak akan berada di situasi seperti ini. Ingin memutar arah namun sia-sia sebab mereka pasti mengejarnya.

"Abang Jevan, kalau saya bilang maju, maju."

"Maju."

Pletak

"Lo ngapain, anjir?!" sungut Ettan usai mendapat hadiah berupa jitakan maut dari Ozi.

"Bacot."

"Gagal keren nih kita," celetuk Arghi.

Bagaimana Arghi tidak kesal, ia sudah bersusah payah mengubah mimik wajahnya menjadi datar agar terlihat keren dengan meninggalkan game pou-nya untuk sementara. Semuanya gagal karena si seleb tiktok yang tak lain adalah Ettan. Hancur sudah image cool yang sudah Arghi pasang sejak bel pulang sekolah berdering.

"Oke, ulang," ujar Daniel. Ia berdeham pelan. "CAMERA?"

"ROLL," sahut Arghi tak kalah keras.

"AC-"

"Lo kata mau syuting tukang haji naik bubur?" tanya Ozi memotong kalimat Daniel.

"Tukang bubur naik haji, pinter." Ettan tersenyum paksa. Jika ada yang mengatakan Ozi sangat menyeramkan, maka tidak untuk Ettan. Temannya itu tidak seperti yang orang lain pikirkan, hanya saja Ozi pandai menempatkan ekspresi dan perilaku pada tempatnya. Tapi Ettan akui jika temannya itu memang seram, ah sudahlah!

"Kayak nggak ada perumpamaan lain aja," cibir Arghi.

Gaven mendengkus. Sedari tadi ia menyimak dengan menyenderkan punggung pada pilar di sampingnya dan tangan kiri yang dimasukan ke dalam saku celana, sedangkan tangan kanannya memegang tasnya yang tersampir di bahu. Bisakah keempat temannya serius sebentar saja? Sungguh, terkadang Gaven malu dengan sikap abnormal seluruh temannya yang tak mengenal waktu dan tempat.

"Intinya, kita ngapain di sini? Gue sibuk," sinis Gaven.

"Sibuk ngebabu pasti," sahut Arghi.

"Cil, lo diam dulu. Biarkan gue menyeruakan aspirasi." Ettan menatap Jevan yang sedari tadi berdiam layaknya patung. "Ada hubungan apa lo sama Louren?"

"Berteman," jawab Jevan jujur.

Ozi tersenyum kecut. "Gara-gara dia, Louren berani sama gue dan mempermalukan gue."

Mengangguk paham, Ettan mendekati Jevan dan menepuk pelan bahu lelaki itu. "Gue nggak nyangka kalau lo bisa berteman dengan Louren dan menjadikan dia sebagai tameng lo."

"Saya nggak pernah berpikiran seperti apa yang kamu ucapkan," kilah Jevan. "Saya hanya berteman dengan Louren, nggak lebih."

"Tapi gue lihat, lo selalu cari perhatian sama louren," timpal Arghi mengompori.

"Louren jadi cuek ke gue, semua gara-gara kehadiran lo." Ettan menunjuk wajah lawan bicaranya. "Sampah!"

Gaven merotasikan kedua matanya. "Lo semua ngelabrak gini, nggak ada bedanya sama cewek. Lama nunggu Jevan selesai piket hanya tentang Louren?"

"Iya lah, si Setan masih belum move on dari mantannya," jawab Daniel yang memang sudah mengetahui urusan percintaan Ettan.

"Diam, nyet!" seru Ettan. Mulut Daniel memang tak bisa diajak kompromi jika tidak mendapatkan imbalan berupa nomor para janda.

JevandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang