Jailen duduk diam dibangku taman istana. Matanya nanar menatap rumputan luas di istana. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan nya di istana seluas saat ini. Rumah panti yang merawatnya justru mengirimkan nya ke tempat asing yang tidak dia ketahui.
Bella siang itu sedang berjalan melewati lorong. Ketika matanya tidak sengaja melihat Jailen duduk termenung dibangku istana. Seharusnya dia membenci anak itu. Tentu saja karena dia bisa menjadi penghancur segala hal yang sedang Bella bangun bersama Reivan saat ini. Tapi nyatanya dia tidak bisa membenci anak itu. Bahkan jika kenyataannya anak itu benar anak Reivan.
"Jailen,"sapa Bella. Membuat anak itu tergelak dan menoleh ke suara yang memanggilnya. "Yang Mulia Ratu," ujar Jailen kikuk. Dia tidak tahu menahu soal istana. Dan dia bingung harus berbuat seperti apa ditempat seluas dan sebesar ini. Yang dia tahu adalah. Wanita didepannya adalah Ratu negeri ini. Setidaknya begitulah yang dikatakan oleh seluruh orang di istana itu.
"Apa yang kau lakukan disini?"Bella duduk disamping Jailen. Jailen menangapinya dengan kikuk dan gugup. Bella menyadari anak itu sepertinya masih takut dengan orang baru disekitarnya. Bella tersenyum hangat.
"Jangan takut. Duduk lah merapat kemari,"ujar Bella lagi. Jailen masih tampak ragu. Tapi kemudian Bella meraih jemari Jailen dan mengelusnya hangat. "Tidak masalah. Aku hanya ingin kita menjadi teman disini. Apa kau tidak ingin berteman denganku?"tanya Bella lagi. Jailen menatap Bella. Dia tidak menyangka jika Ratu istana justru ingin menjadi temannya.
"Anda ingin berteman dengan saya Ratu?"Bella mengangguk dan tersenyum lembut. "Benar, apa kau mau?"Jailen tersenyum. Wajah manis dan polos nya sangat mengetarkan hati Bella. Bella tidak berbohong jika anak itu hampir mirip dengan Reivan dimasa kecilnya. Kecil kemungkinan jika anak itu bukan darah dagingnya.
"Mau Ratu,saya hanya malu,"cicitnya lagi. Jailen menunduk malu. Dia tidak terbiasa dengan wanita disekelilingnya. Ketika berada dipanti asuhan. Satu-satunya wanita yang bisa berdekatan dengannya hanya ibu panti. Tapi sekarang wanita itu justru mengirimnya ketempat yang tidak dia kenal sama sekali.
"Tidak perlu malu. Anggap saja aku ibumu disini."Jailen tercengang mendengar perkataan Bella. Ibu? Bisakah dia memanggil Bella seperti itu. Selama ini dia tidak pernah mengenal siapa sosok ibunya. Satu-satunya wanita yang dia anggap seperti ibunya adalah wanita panti yang mengurusnya.
"Aku tidak punya ibu,"gumam Jailen yang membuat Bella tergelak kaget. Mengeryitkan dahi dalam Bella menatap Jailen lagi."Kau tidak punya ibu?"Jailen mengeleng pelan. Menatap nanar kakinya yang kini berpijak kepada rumput hijau yang asri.
"Tidak punya,aku dibesarkan dipanti asuhan,"ujar Jailen lagi. Bella semakin bingung. Dia semakin tidak memahami. Jadi siapa yang mengirimkan amplop foto anak ini jika bukan ibunya. Lantas apa Reivan tahu jika anak ini berasal dari panti asuhan. Semua pertanyaan kini bergelanyut dalam pikiran Bella.
"Lalu bagaimana bisa kau sampai kesini?"tanya Bella lagi semakin penasara. Jailen duduk disamping Bella. Kemudian menceritakan bagaimana dia bisa sampai di istana mereka. Ternyata Ferdinand dan Reivan mencari keberadaan Jailen. Dan mendapati anak itu berada dipanti asuhan. Entah bagaimana pada akhirnya Ferdinand berhasil meyakinkan kepala panti untuk membawa Jailen bersamanya ke istana. Sebelum media menemukan keberadaan Jailen.
Setidaknya hal itu lah yang Jailen dengar dari balik pintu kamarnya. Sebelum dia dibawa ke istana hari itu. Jailen menceritakan apa yang dia dengar dari percakapan Ferdinand dan Ibu pantinya. Bella terdiam sejenak. Itu artinya memang belum diketahui siapa ibu dari Jailen dan yang mengirimkan foto anak ini ke istana.
Bella tersenyum dan merapikan anak rambut Jailen."Tidak masalah bagaimana kau sampai disini. Kami akan menjagamu dengan baik,"ujar Bella lagi. Jailen tampak murung. "Kenapa kau murung? Apa kau tidak suka berada disini?"Tanya Bella lagi.
"Aku hanya tidak tahu bagaimana harus bersikap disini. Disini bukan tempatku dan aku tidak tahu alasanku dibawa kemari untuk apa,"gumam Jailen. Bella merasa iba. Tapi dia juga belum bisa memberitahu Jailen alasan kenapa dia bisa ada disini. Sebelum semuanya jelas mengenai siapa dia sebenarnya.
"Anggap saja kau sedang berlibur kemari dan akan pulang nanti,"ujar Bella mencoba menenangkan perasaan Jailen. Dia setidaknya tahu bagaimana rasanya dibawa paksa ketempat yang tidak dia inginkan. Jailen menatap Bella penuh harap.
"Benarkah aku bisa kembali kepanti?"Bella mengangguk. "Benar,jadi anggap saja sekarang kau sedang liburan di istana,"ujar Bella tersenyum hangat kepada Jailen."Baiklah jika begitu. Apa Ratu tidak keberatan memberitahuku apa yang bisa aku lakukan selama berlibur disini?" Bella tampak memikirkan sesuatu. Dia harus membuat Jailen senyaman mungkin disini tanpa harus membebaninya.
"Nanti Ferdinand yang akan membantu mengurusmu selama disini,kau bisa bertanya apapun kepadanya, bagaimana?"Jailen tampak mengingat-ingat siapa Ferdinand. "Apakah dia pria yang membawaku kemari?"Bella mengangguk. "Benar,namanya Ferdinand. Dia sekretaris sekaligus asisten pribadi Raja."
Mendengar Bella menyebut nama Reivan. Membuat Jailen terdiam kembali. "Raja sepertinya tidak menyukaiku,"ujarnya sendu. Bella menatap kasian kepada Jailen. Sikap tidak suka Reivan memang sangat kentara. Mungkin itu karena Reivan merasa jika Jailen adalah ancaman bagi hubungannya dengan dirinya. Terlebih sikap awal Bella terhadap apa yang dia temui. Membuat Reivan semakin takut. Dia jadi menyesal sudah bertingkah kekanak-kanakan.
"Raja bukan tidak menyukaimu. Dia hanya sedang bingung saat ini. Tapi percayalah dia pria yang baik dan berhati hangat,"ujar Bella tersenyum kepada Jailen. Jailen menatap Bella dengan iris mata birunya yang cantik. Entah bagaimana anak setampan ini bisa terbuang dipanti asuhan.
"Aku hanya merasa takut kepadanya,"gumam Jailen. Bella tersenyum hangat mengelus pelan pucuk kepala Jailen. "Percayalah dia pria yang berhati hangat. Dia akan bisa bersikap hangat kepadamu nanti jadi jangan takut lagi kepadanya ya,"bujuk Bella hangat kepada Jailen. Meski Jailen ragu dia mengiyakan apa yang dikatakan oleh Bella.
"Baiklah Ratu aku percaya kepadamu."Bella tersenyum. "Anak pintar, sepertinya ini sudah jam makan siang. Bagaimana jika kita masuk ke istana."Jailen tampak ragu. Sungguh istana itu begitu asing baginya. Dia belum terbiasa berada ditempat semewah itu.
"Aku takut membuat kesalahan. Bisakah jika aku hanya makan dikamar."pintanya kepada Bella. Bella menghela nafas mengerti. Dia mengangguk pelan. Dia tahu, pasti butuh bagi Jailen untuk bisa beradapatasi disini. Dilihat dari kepribadian anak itu. Dia sepertinya bukan anak yang mudah bersosialisasi. Lebih cendrung pasif dan menutup diri.
"Baiklah aku tidak akan memaksa. Aku akan meminta pelayan mengantarkan makananmu ke kamar."Jailen tersenyum tipis. Dia jarang sekalo tersenyum terutama kepada orang asing. Tapi Bella berbeda. Dia terasa hangat membuat Jailen nyaman berada disampingnya.
"Terima kasih Ratu,"ujarnya lagi sopan. Bella beranjak dari kursi ditaman."Baiklah jika begitu ayo aku antarkan kau ke kamar."Jailen bangkit dan mengambil tangan Bella ragu. Tapi kemudian tersenyum dan berdiri disamping Bella. "Terima kasih ibu Ratu,"ujarnya membuat Bella terkekeh. Mereka pun berjalan bersama menuju ke kamar Jailen. Tidak butuh waktu lama bagi Bella untuk mengakarabkan dirinya dengan Jailen. Mungkin itu karena naluri ibunya sudah mulai keluar. Hormon kehamilannya memang membuat Bella berubah menjadi wanita yang lebih peka dan hangat.
So anak siapa Jailen? Ikutin terus kelanjutan nya dont forget to vote thank you. Maaf lama update slow update ya 🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Royal Princess
RomanceBella Alexander Louis adalah puteri kerajaan Marviels,Anak kedua dari Erick dan Isaballe louis dan kembaran dari Cristian Alexander Louis,merupakan wanita yang biasa menjauh kan dirinya dari kehidupan kerajaan yang penuh dengan aturan akan kehidupan...