Jeongguk
Susunan Keraton Laut Kidul punya tatanan dinamis yang membentang luas memenuhi samudra. Letaknya jauh di dasar laut. Belenggu alam gaib yang ada bisa memudahkan siapa saja bernapas disini. Gerbang antar dimensi juga bisa kapan saja terbuka untuk memudahkan beberapa Abdi Kinasih yang keluar-masuk guna menyampaikan informasi. Beberapa berupa laporan soal intensitas badai laut yang bakal berlangsung. Beberapa berkuasa juga memberikan laporan kalau-kalau terjadi pergeseran lempeng bumi. Supaya gempa tidak terlalu berpengaruh pada Keraton dan aktifitas di dalamnya.
Iring tabuh gamelan yang memenuhi hampir seluruh ruang yang ada sudah bisa Jeongguk hafal. Setiap lorong yang berlapis emas menggemakan lantunan yang sama. Selendang-selendang berayun yang dimainkan angin, kadang bisa membuat beberapa dayang harus mengikatnya supaya tidak menghalangi jalan. Hiruk-pikuk keseharian memang sudah berjalan lebih dari berabad lalu. Terlebih ketika hendak diadakan Labuhan. Orang-orang bakal sibuk menangkap beberapa benda yang dianggapnya penting untuk bisa segera diserahkan ke Kanjeng Ratu.
Melihat wujudnya dari dekat merupakan keinginan yang tiba-tiba datang dan langsung tercipta. Parasnya yang cantik dan megah dengan satu mahkota keemasan di atas kepala menjadi penanda kalau ia lah yang menguasai Keraton Samudra Selatan. Surainya panjang menjundai dan kadang bermain-main di air untuk dibasuh. Kasihnya yang besar berjasa menyelamatkan Jeongguk sebelum datang kemari. Sungguh luar biasa.
"Jeongguk, arep nyang ndi (mau kemana)?" Suara Tzuyu datang dari balik badan. Menenteng beberapa kain yang sudah dilipat. Mungkin hendak diantar dan dibagikan pada beberapa Abdi Kinasih Kanjeng Ratu yang sudah menunggu di Keraton Dalam. "Nek arep nyang Gusti Kanjeng, nitip mesisan, oleh (Kalau mau ke Gusti Kanjeng, nitip sekalian, boleh)?"
"Iya, mau ke Gusti Kanjeng." Jeongguk menjawab seadanya. Satu lengannya sudah tertekuk demi supaya kain selendang hijau yang terikat di pinggang tidak menghalangi jalan. Tanpa alas kaki tidak perlu khawatir. Lantai marmer ini otomatis bersih dari apa saja karena rutin disapu. "Apa? Mau nitip?" tanyanya setengah menggertak.
"Galak sekali kamu ini. Awas saja kalau tidak dapat pacar. Nasibmu bakal menjomblo seumur hidup. Nih." Dengan segara saja beban tumpukan kain itu berpindah ke tangan Jeongguk. Berhati-hati ia bawa supaya selendangnya sendiri tidak sampai menyentuh tanah. "Tolong kasihkan ke Mbok Kidul, ya. Berat betul. Tenagamu, kan, tenaga besi. Jadi tidak masalah kalau aku mintai tolong, kan?"
"Sebanyak ini mau diapakan?"
"Dicuci." Tzuyu tidak acuh. Mungkin masih banyak pekerjaan yang menantinya. "Sebentar lagi, Kanjeng Ratu mau terima tamu."
Jeongguk enggan menimpali. Ia sudah tahu siapa yang bakal datang. Kalau dikategorikan level kedekatannya dengan Yang Mulia, bisa dikatakan kalau Jeongguk satu dari sekian anak yang diemaskan. Mendapat perlakuan spesial dari yang punya takhta itu sendiri. Meski pertemuan pertama mereka kurang menyenangkan, ia sudah tahu sejak awal kalau keputusannya singgah ke Karang Hawu adalah yang paling tepat.
Beberapa orang lalu lalang kadang enggan menoleh dan memandanginya lebih lama. Kedekatan Jeongguk dengan Kanjeng Ratu mungkin jadi berpengaruh. Tidak mengijinkannya untuk menyentuh istana paling luar sejak masuk kemari. Bahkan main di tepian pantai saja Kanjeng Ratu sulit memberinya restu. Mungkin Jeongguk benar sudah dianggap seperti anak lelaki semata wayangnya. Ditimang-timang dan sengaja dibikin untuk tidak jauh dari sang ibu.
Kemegahan istana dalam tidak bakal terkira kalau Jeongguk masih berwujud manusia, sekarang. Ia tidak akan mungkin percaya bangunan sebesar ini bisa menjulang tinggi dan menyokong Istana Kelautan dengan kokoh. Takhta dan segala benda yang ada berbahan dasar logam emas. Membaur indah dengan keramik ruangan yang berwarna putih. Lima buah anak tangga bisa saja menuntunnya ke kursi kebesaran milik Yang Mulia. Sayangnya Jeongguk tidak pernah tertarik untuk naik dan berbicara mendekat ke sosok wanita indah itu. Memang beberapa kali pernah dititah dan Jeongguk menurut. Selain perintah yang ada, tidak pernah. Sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gardapati [kookmin]
Fanfiction[ ON GOING ] KookMin Lelaki itu seperti seseorang yang membenci segalanya. Tidak mau menjawab pertanyaan apa-apa bahkan setelah diselamatkan. Cuma beberapa saja yang dianggapnya tidak menjerumuskan. Bebat selendang hijau dan kain jaritnya yang berco...