VIII

228 71 12
                                    


Jeongguk

Sepanjang ia ada di daratan memang tidak diperbolehkan menerima petunjuk dari orang yang tidak seharusnya. Tapi Jihyo juga bukan orang sembarangan. Sebagai seseorang yang juga punya koneksi dengan Kraton Laut Dalam, sudah pasti perempuan ini tidak berniat menyesatkan sang mantan kekasih. Lebih-lebih justru menolongnya dan memberikannya beberapa opsi. Seperti bisa-tidaknya Jeongguk menjalani misinya sendirian, butuh-tidaknya lelaki itu ditemani, dan beberapa hal lain yang kadang luput dari ingatan. Ah, kalau sudah begini, sama saja Jeongguk ditarik ke masa lalu. Saat dimana ia masih bisa bersenang-senang setelah melepas kemanusiaan yang mengantarkannya ke dunia. Tidak banyak orang yang mampu mendekat pada perangai Jeongguk yang malas diganggu. Dari beberapa orang, salah satunya adalah wanita luar biasa yang tengah menenggak es dawet di sampingnya.

"Jangan buru-buru dulu," ujar Jihyo, "itu juga karena aku ndak sengaja dengar mbak-mbak Abdi Kinasih yang lagi mengobrol."

"Nanti aku tanya ke Jimin."

"Jimin?"

"Orang yang ditunjuk Kanjeng Ratu buat membantu aku disini."

"Oh, sudah ketemu?"

"Sudah."

"Sekarang, apanya yang kentara?" Tubuh Jihyo bangkit dari kursi makan. Tangannya terulur untuk bisa meraih sebungkus kerupuk udang yang masih renyah. "Mau?" tawarnya sambil menyodorkan plastik yang belum dibuka.

"Ndak. Terimakasih." Jeongguk menggeleng perlahan. "Baunya. Kayak bunga melati yang bercampur sama sedap malam. Harum."

"Cuma kamu yang bisa tahu baunya atau mas NamJoon juga tahu?"

"NamJoon bilangnya kalau Jimin tidak bau apa-apa. Dia juga dekat sama temannya dan tidak bilang apa-apa. Kayaknya memang cuma aku yang sadar."

Lama Jihyo tidak menanggapi. Dari tempatnya yang tidak terlalu jauh, Jeongguk bisa lihat perempuan itu menarik senyum. Seakan baru saja menerima hadiah yang memuaskan batinnya. "Ya, begitu," bisik Jihyo, "sudah benar begitu."

Jeongguk jadi merasa konyol. Seperti orang yang baru saja dipermainkan. Menampik fakta kalau memang mereka adalah mantan sepasang kekasih yang dipisahkan ketidaksengajaan. "Apanya yang begitu?" tanyanya.

"Jangan ditanggung sendiri, Jeongguk. Baru sekarang aku lihat kamu mau tanya pendapat orang lain. Tetaplah begitu. Kamu sudah berkembang dari yang kurang dewasa, jadi makin bisa mengerti keadaan. Sudah bagus."

Menelaah ke belakang, memang tidak semua masalah butuh didiskusikan. Ibaratnya ia sudah memilah-milah mana yang bisa dibawa di dalam obrolan dan mana yang mampet. Mentok sampai di tenggorokan dan menolak untuk keluar. Kepercayaan adalah sesuatu yang mahal. Tidak akan ia kecolongan sampai kedua kalinya. Menaruh harapan pada orang yang salah adalah sebuah malapetaka. "Tidak semuanya harus diobrolkan sama orang lain," bisik Jeongguk.

Jihyo diam saja. Agaknya mengerti kalau suasana jadi canggung. Jeongguk pribadi memang tidak keberatan jika luka masa lalunya dibuka pelan-pelan. Perih yang terasa memang sesakit kelihatannya. Tidak perlu memberontak untuk bisa lepas dari pedih yang ada. Cukup pasrah dan diam. "Gimana anaknya? Gampang diajak bicara?" tanya perempuan itu mengalihkan topik pembicaraan.

"Santun. Bisa menempatkan diri. Ndak bikin masalah yang tidak perlu."

"Pas sama tipikalmu yang ndak suka menjelaskan ini-itu."

"Kayaknya."

"Kalau tugasnya sudah selesai, berteman saja sama dia. Kan, Kanjeng Ratu juga masih memberi ijin buat kamu bisa punya teman manusia?"

Gardapati [kookmin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang