XIX

125 31 3
                                    

Jeongguk

Mimpi-mimpi itu kembali lagi. Kali ini justru seperti tidak tahu diri. Jeongguk yang beberapa kali tidak sengaja tertidur di sofa ruang tamu diberi saran Jimin untuk mengisi ruang tengah dengan kasur tipis dari kamar belakang yang tidak terpakai. Membiarkan dirinya berselonjor dan melepas realitas disana saja. Tidak enak kalau sampai seseorang datang mengetuk pintu dan hampir selalu bertemu dengan penghuni rumah yang rebahan di atas kursi sofa seperti pengangguran.

Jadilah ia berada di ruang tengah dan berisiknya televisi yang ditinggal tidur, sekarang. Seluruh cahaya mati total dan cuma bersisa beberapa sinar yang lolos dari balik korden jendela. Asalnya mungkin dari rembulan yang sedang terang-terangnya. Jeongguk bangkit dengan kepala pening yang berat. Tanpa sengaja pula bersinggungan dengan tubuh lain yang menemaninya sampai tertidur. Berbeda dari sebelumnya yang menjadikan Jeongguk sebagai guling cadangan, Jimin kali ini punya perlakuan yang sedikit nyeleneh. Seolah ia benar-benar tidak mau ditinggal sendirian setelah setuju kalau anak itu bakal menuruti kalimat permintaan Jeongguk.

Badan tidak berselimut itu tidur memunggungi lelembut yang masih kebingungan sehabis bangun tidur ini. Meminta kedua lengannya supaya bisa merengkuh anak manusia itu dari belakang. Menggantikan selembar kain selimut yang entah kenapa enggan Jimin bawa sendiri. Jeongguk pribadi tidak punya alasan untuk protes. Lebih baik diminta daripada ia salah langkah ambil tindakan.

Jam dinding berhenti di angka satu dengan jarum yang lebih panjang di angka enam. Pukul setengah dua malam. Tidak mungkin ia terbangun dengan keadaan serupa tanpa ada makhluk lain yang berusaha mengganggunya sekarang.

Setelah berpendar dan memastikan, ia bisa tangkap siluet di ceruk mata. Berdiri tanpa bergeming di samping meja televisi. Sosoknya tinggi dan Jeongguk gagal mengidentifikasi. Seluruh nama sudah mampir di dalam otak dan tidak ada satupun yang cocok dengan kriteria yang ada. Namjoon memang tinggi tapi ia punya badan gempal dan seakan sudah membawa seluruh beban di dunia saja. Berbeda dengan saudaranya, Mingyu. Apalagi dia. Jauh lebih unik lagi. Mingyu punya cara aneh menyapanya. Kadang melempat kepalanya sendiri atau memanggil-manggil manja seperti setan kunti. Yoongi juga bukan tipikal orang yang diam saja. Dia bakal mendekat dan merapalkan apa saja yang bisa membuat Jeongguk naik darah. Dari aksennya yang berbahasa Jepang kental sampai gerak-geriknya yang menyebalkan.

"Metu(keluar)," perintahnya pada apa saja yang dengan kurang ajar mengganggu tidurnya.

Tidak ada perubahan. Baik siluet misterius itu ataupun pening di balik kepalanya yang kian lama kian parah saja.

"Aku ngerti kamu siapa." Sedikit kebohongan ternyata bisa membuat bayangan hitam itu sedikit berjengit. Butuh beberapa detik untuknya berjalan mendekat dan sampai pada titik cahaya paling memungkinkan. Dari langkahnya yang berat dan tubuhnya yang menjulang tinggi, Jeongguk benar-benar tidak menyangka kalau ia bakal dipertemukan dengan pemuda ini lagi. Setelah sekian lamanya. Sebab dari segala bunga tidurnya yang berawal wangi jadi bebau menyengat. Mulai dari sifatnya yang awalnya punya kasih dan pengertian sampai tidak lagi mau berurusan dengan orang selain Kanjeng Ratu Kencana Sari. Inilah mimpi terburuknya yang bermutasi menjadi sebuah kenyataan.


Taehyung

Entah bagaimana ceritanya ia harus mengobrol dengan Mina yang sudah jelas mereka berasal dari bapak dan ibu yang sama bahkan berbagi sisi tempat tidur di rahim ibunya justru meminta Taehyung untuk datang ke warung kopi paling dekat dengan Kraton. Katanya ia hendak memberitahu sesuatu dan bakal jadi masalah kalau ia bicarakan ini di rumah.

"Mau ngomong apa, sih?" Taehyung setengah bersungut. Menyeruput es teh dalam gelas karena tidak tahu hendak pesan apa. Deretan minuman kopi atau campuran olahan susu tidak ada yang ia tahu. Menjadi up to date saja tidak mampu. Yang terpenting untuknya cuma bisa menghidupi dirinya sendiri dan keluarga yang sudah jadi tanggung jawabnya.

Gardapati [kookmin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang