XV

141 36 5
                                    

Yoongi

Dari jarak yang tidak begitu jauh, Yoongi bisa lihat semuanya. Mengkhianati keadaan tubuhnya yang tidak keruan, justru ia bersyukur bisa begini. Tidak bakal ada orang yang mengusiknya dengan wajah malas atau garang dan luka menganga di perut yang mengerikan. Tidak semua orang sanggup memandangi tubuhnya yang hampir terbelah dua. Harga diri itu membawanya melambung tinggi dan mengkhianati kemanusiaan. Seolah hidupnya ada di atas sebilah pedang. Memilih untuk meninggalkan dunia dengan benar menurutnya tanpa memikirkan hal lain. Dan itu adalah keputusan terbodoh yang pernah ia lakukan.

Jadilah ia mencari-cari. Mengais apa saja yang bisa menyambung koneksinya dengan orang-orang yang ia rasa juga telah terhakimi. Tidak merasakan keadilan secara utuh dan pasti.

"Omae[21].." Ia rasai kehadiran orang lain di balik tubuh. "Yametoke yo [22]." Manik mata kelamnya bertemu dengan kecoklatan milik sang calon lawan bicara. Dari atas sampai bawah, ia sendiri tentu tahu kalau apa yang menantinya bukan makhluk astral biasa. Sebuah sukma yang bermutasi menjadi satu dari sekian banyak abdi setia yang bersumpah pada Pantai Selatan. "Kalau mau datang itu, menyapa. Jangan diam saja, Namjoon."

"Aku memang baru sampai." Auranya tidak bersahabat. Yonggi tahu sesuatu baru saja terjadi padanya. Entah di sekitar sini atau sudah merasa kacau dari rumah. Langkahnya perlahan mendekat dan ikut-ikutan menonton beberapa orang berlenggak-lenggok. "Masih tetap saja seperti dulu. Ndak berubah sama sekali," gumamnya.

"Kanojo wa mada[23]."

"Nani o[24]? Bukan saatnya berbelas kasihan sama orang yang tidak punya kendali diri." Namjoon melangkah lebih jauh. Meninggalkan Yoongi yang masih memilih buat bersembunyi dan menjauh dari keramaian suara musik dan orang-orang menari. "Dia musuh satu-satunya yang menghancurkan apa saja yang dia sentuh."

Yoongi memilih tidak menjawab. Ia cuma sekadar membantu dan tidak tahu menahu. Tindak-tanduk dari sosok perempuan cantik berkemben hijau itu ada di luar kendalinya yang bukan siapa-siapa. Sedari awal, ia tidak ada di lingkup ini.


Jimin

Fakta kalau Jeongguk lebih lihai darinya yang sudah berkali-kali ada di kebun justru tidak membuat godaan-godaan dari ibunya membaik. Wanita itu beberapa kali berkata betapa beruntungnya ia kalau punya mantu segigih dan sepengertian Jeongguk kalau ada di ladang. Jimin pribadi tidak memungkiri kalau lelaki dalam balutan kaos hitam dan celana kain selutut itu cekatan mengambil pupuk, menyiram, dan beberapa kali membantu menarik umbi-umbian dari dalam tanah. Satu topi caping juga menemaninya. Tidak seperti Jimin dan ibunya yang harus mengenakan sarung tangan supaya tidak tergores, Jeongguk justru babat habis saja semuanya. Tidak peduli kalau rupanya sudah tidak keruan dan penuh tanah dimana-mana. Seolah ia terbiasa dengan hal itu. Mengkhianati wajah ganteng dan bersihnya yang seakan-akan tidak tahu menahu soal tanah ladang yang gembur.

"Niki dipunparing ten pundi (ini ditaruh dimana(krama)), tante?" Jeongguk bersuara dengan tiga pohon singkong yang sudah berhasil ia cabut dari tempatnya. "Yang di wetan(utara) sudah semuanya. Tinggal ini saja."

"Kene, kene (Sini, sini). Biar tak taruh di dalam saja." Sang ibu membawa dua batang dan diikuti oleh Jeongguk yang mengekor ke dalam. Berniat membantunya supaya tidak perlu mengoper satu batang yang ketinggalan. "Oalah, le le," katanya. "Anak siapa kamu ini? Datang-datang malah membantu berladang. Jimin saja ndak pernah."

"Pernah, ya!" Tidak terima, ia memekik. Satu cangkul digunakannya untuk menggali tanah. Keperluan menanam kembali beberapa umbi-umbian lain seperti ketela dan singkong. "Kayak aku tidak pernah kemari saja," gumamnya sedikit jengkel. Dibanding-bandingkan memang sudah jadi makanan sehari-hari, tapi berbeda rasanya kalau dengan Jeongguk. Kalau Jimin bisa, ia bakal menyeletuk kalau kelihaian Jeongguk juga didasarkan karena ia yang sudah mengecap penderitaan lebih dulu ketimbang dirinya yang baru hidup sekali.

Gardapati [kookmin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang