bagian 19.

0 0 0
                                        

Kupasbengkulu.com
Homepage / Resonansi Dan CerpenKenangan di Ujung Malam
1 Mei 2019OlehKupasNews
Kenangan di Ujung Malam
KupasNews-Resonansi Dan Cerpen-36 Views
, Kenangan di Ujung Malam
Cerpen: Benny Hakim Benardie
Tak ada kata yang dapat aku terucapkan di ujung malam ini.  Angin senai-senai terus  bertiup tak henti. Seakan mengiring kepiluan hatiku, saat kenangan  kisah rasa 15 tahun lalu itu merambah masuk kedalam benakku.
Cerita seorang perempuan yang pernah ada saat aku resah gunda gulana. Rasa hina dina yang pupus saat dirinya ada. Indah saat dikenang, sakit terasa bila terkenang.  Hartini. Ya……Hartini, gadis manis dari Kabupaten Pacitan, Pulau Jawa.
Apa  nian kisahnya, sehingga Hartini tak hilang berbekas  dalam kenangan. Tak lekang termakan oleh umur  yang ini hampir setengah abad ber;lalu, meskipun tinggal jauh di Kota Bengkulu.
Orang mungin akan menceme’eh,  di tahun milenaial ini masih ada kenangan serupa itu. Memang kisah itu tidak seromantis syairnya para pujanga. Tak sesedihk kisah Romeo dan Juliet.  Tapi begitulah kenangan dan temuan  hidup. Kenyataan yang kini berubah seakan  menjadi fiksi. Susah untuk mengerti terhadap hikmah.
Kata pribahasa melayu tua dahulu, “Hanya Jauhari yang Mengenal Manikam”.  Hanya aku yang tahu kisah itu.  Tapi aku tidak tahu, karena aku tahu.
Satru ali dentingan suara tiang listri yang dipukul  peronda malam, menyentak sadarkan aku dari kenangan itu. Dari balik pintu halaman, tampak seorang peronda tua sumringah.
“Belum tidur Cik”, sapanya.
“Ups….Pak Zamzuri rupanya. Hampi saja aku kaget pak.  Aku kira siapa tadi. Singgah pak! Ini ada seceret kopi hitam sama pisang goreng dingin”, jawabkuPak Zamzuri peronda  yang rajin. Terkadang ia mampir saat melihat diriku besih duduk di balai-balai bambu berenda rumah. Menyeruput kopi di ujung malam biasa kami berdua lakukan, saat mata enggan terpejam. Meskipun dia bertandang di ujung malam tak lama. Hanya sehabis dua batang rokok, segelas kopi Bengkulu.
Mendekat  Pak Zamzuri, seperti biasa dia duduk dikursi rotang sembari mengangkat kaki hitamnya yang kian tampak kapalan.
“Hari ini tak secerah malam biasanya Cik? Maksud aku raut muka Cik itu. Apa ada pikiran berat yang sedang melanda? Sehingga Cik seperti orang yang sedang gundah gulana”, tegur Pak Zamzuri sembari bercanda ala melayu Bengkulu.
“Ah  Pak Zamzuri bisa saja. Aku dari tadi Cuma mikiri soal hari ini. Berkutat seharian mengais rezeki, yang didapat  belum sesuai harapan. Rencana mau mancing ikan gaguk, tau-tau yang kenai anak ikan seriding”,  jawabku sembari bercanda, yang membuat  kami berdua terkekeh-kekeh.

kenangan tadi malamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang