bagian 3

5 0 0
                                    


kau memaksaku mengingat pipimu yang tembem, kulitmu yang halus karena ibumu melulurnya setiap hari, dan kelakuan nakalmu menyobek baju-baju yang kamu kenakan. Ibumu berusaha mengubahmu jadi perempuan, tetapi kau selalu menentang habis-habisan dengan cara paling ektrem sekalipun. Meskipun diam-diam, aku sering melihatmu berkubang airmata saat teman-teman remaja kita mengolok-olokmu sebagai lelaki KW-10. Aku memelukmu, meredakan tangismu dan meyakinkan bahwa kau lelaki sejati. Buktinya kau bisa memiliki kekasih yaitu aku.

“Kau satu-satunya orang yang bisa memahami aku,” katamu saat itu.

Lalu pemahaman itu tumbuh menjadi cinta yang manis. Seperti layaknya sepasang kekasih kita mengisi hari-harinya dengan normal. Kau mencintai aku, aku mencintai kau. Hingga ibumu memutuskan pindah ke kota lain dan kita harus berpisah. Kau menyimpan kenangan itu sampai hari ini dan aku menghapusnya.

Aku hanya ingin kita bersahabat seperti masa kecil kita dulu,” katamu lembut di telepon.

Aku tidak yakin dua manusia bisa bersahabat lagi setelah salah satunya menyimpan kenangan begitu baik, sementara yang lain begitu mudah melupakannya. Bukankah itu tidak adil? Tetapi, kau berhasil memaksaku menyambangi kafe kenangan kita demi kenangan yang menurutmu sangat berharga itu. Dan di sinilah sekarang aku berada. Duduk di pojok kafe romantis dengan penerangan lilin sambil menunggu kedatanganmu.

Lagi-lagi, tempat ini memaksaku untuk mengenangmu.

Apa kau akan mencintaiku selamanya?” tanyamu dua puluh tahun lalu saat kita duduk di meja kafe ini.

Aku mengangkat bahu ragu. “Aku tidak tahu.”

“Kenapa tidak tahu?” kejarmu.

Aku menggeleng, mengalihkan pandangan dari matamu yang menuntut. Aku menyukai masa kini dan masa depan, tapi bukan berarti aku tahu apa yang terjadi besok.

“Aku akan mencintaimu selamanya,” katamu.

“Kenapa kau bisa begitu yakin?”

“Karena kamu satu-satunya manusia yang bisa memahamiku. Oh, tunggu! Mungkin cintaku bisa berubah nanti, bukan cinta seperti ini. Tapi aku tetap akan mencintaimu.”

“Berubah bagaimana?” tanyaku.

Kau menggeleng. “Aku belum tahu, tapi aku merasa semua akan berubah. Kadang-kadang pikiranku membayangkan satu perubahan besar.”

***

   

kenangan tadi malamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang