18

5K 328 32
                                    

Bia membuka pintu mobil Divan dengan perlahan. Gadis itu turun tepat di depan gerbang sekolah SMA Cendrawana. Dengan kacamata hitam dan setelan jasnya, Divan berjalan menghampiri bia membuat  perhatian siswa-siswi yang berlalu-lalang langsung teralihkan kepada mereka berdua.

Mereka berisik membicarakan bia pagi ini. Selain melihat wajah bia yang penuh lebam, gadis itu juga diantar oleh seorang laki-laki yang umurnya terlihat jauh berbeda dari bia. 

"Pacar baru bia?"

"Ngaco lo! Bia aja tergila-gila sama Alvin yakali dia selingkuh!"

"Eh, lo pada liat wajah Bia? Makin keliatan jelek, anjir!"

"Om-om bau duit kayaknya, tuh! Bia kenal dari mana coba kalo bukan dari bar?!"

"Hushh! pikiran lo kotor amat, eh tapi bener juga, sih."

"Pantes banyak yang gak percaya bia itu cewek polos, ternyata polos-polos gitu incerannya om-om!"

Divan dan bia menghiraukan bisikan-bisikan itu, laki-laki itu melepas kacamata hitamnya, lalu menatap bia dengan tatapan tajam. "Jaga diri lo! Mungkin nanti gue bakal jarang balik ke rumah. Lo jangan ngilang lagi, ngerti?" lontar Divan pada Bia.

Gadis itu menunduk lesu, seolah tak bersemangat pergi ke sekolah. "Bia masih kangen," cicitnya.

"Gue sibuk kerja bi, lo jangan rewel. Semangat sekolahnya, oke? Gue pergi dulu." Divan mengacak-acak rambut bia, setelah itu berjalan memutari mobilnya. Kemudian melambai-lambaikan tangannya pada bia sebelum benar-benar menghilang.

Bia berjalan perlahan, memasuki kawasan sekolahnya dengan perasaan was-was, takut bertemu dengan Quesha dan teman-temannya lagi.

Gadis itu mencari ponsel di saku karena ponselnya berdering. Dia menyempatkan diri membaca nama yang tertera, kemudian mengangkatnya antusias. 

"Papa? Udah lama nggak nelfon bia. Bia kangen Pa.. Papa gimana kab-" Bia belum selesai berbicara, Dev sudah memotong pembicaraannya lebih dulu.

"Jangan macem-macem di sana bi, papa di sini kerja keras menghidupi kamu, tapi kamu malah seenaknya bolos sekolah!"

Bia mengernyit bingung. "Kapan bia bolos? Bia selalu nurut sama Papa!"

"Papa nggak mau tau! kamu harus dapat nilai bagus bi, biar teman-teman Papa bangga. Papa pengen kamu jadi siswa terbaik di sekolahan, bisa dapat nilai bagus! Jangan malah malu-maluin keluarga! Ngerti?"

Bia langsung menghentikan langkahnya. Dengan raut wajah datar, bia menelan ludahnya ragu-ragu. "Iya, Pa." Bia menjawab papanya singkat.

"Jangan iya-iya aja kamu! Saya pantau kamu dari sini, kalau kamu berani macem-macem. Kamu liat aja nanti bi." Tanpa menunggu jawaban dari putrinya, Dev langsung mematikan telpon.

Bia menghembuskan napasnya kasar, merasa tidak sanggup menuruti kemauan Dev karna saingannya di sekolah sangat banyak membuat bia ragu.

Gadis itu menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas ransel yang ia kenakan.

"Sebenernya lo itu udah putus sama Alvin apa belum, sih? Kok lo tadi dianter sama cowok lain? Mana cowoknya ganteng lagi. Mandang fisik banget lo bi, gak sadar muka!"

DRABIA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang