50⚠️

5.1K 146 18
                                    

17+🙂

"Ayo Alvin, cari Biyya sampai ketemu!" jerit seorang anak kecil yang sedang tertawa terbahak-bahak.

"Awshh! Mamaa!"

"Kok bisa jatuh?" Bia keluar dari persembunyiannya, membantu Alvin yang sedang membersihkan luka di lutut.

"Biyya kaki aku sakit, huaaaa!" rengak Alvin menutup wajahnya menggunakan kedua tangan. salah satu lututnya terus mengeluarkan darah membuat gadis cilik itu ikut iba.

"Alvin gak boleh cengeng, nanti Biyya gak mau lagi main sama Alvin."

Dengan napas sesenggukan, Alvin menatap Bia dengan bibir melengkung ke bawah.

"Biya kaki aku patah ya.."

Bia menghendikan bahunya, ia sibuk meniup luka di lutut Alvin, ia bingung harus bagaimana.

"Kalo kaki aku patah aku gak bisa main lagi sama Biyya?"

"Iya, makanya Alvin diem, jangan manggil Tante."

Alvin manggut-manggut, ia berhenti menangis saat itu juga. "Aku gak nangis lagi, Biyaa."

"Aku harus kuat biar bisa main terus sama Biyya."

"Biyya harus main sama Alvin terus. Kalo main sama anak tetangga samping rumahkuu awas aja loh,"

"Nggak mau, dia jahat sama Biya."

"Jahat kenapa? nanti Alvin pukul dia."

"Ah sialan! Biya biya biyaa.. kenapa lo selalu muncul di mimpi gue, anjing?! Lo siapa?!" Alvin melempar kasar barang-barang yang berada di atas nakas. Laki-laki itu mengusap keringat yang membanjiri dahinya dengan napas sesenggukan.

Bola mata Alvin membulat, menyadari bahwa pakaiannya kotor dipenuhi noda merah. Ia sontak mengusap kasar hidungnya yang ternyata mengeluarkan darah.

Lagi-lagi Alvin mimisan.

"Dasar bocah lemah! Dikit-dikit mimisan," umpat Alvin menarik banyak lembar tisu untuk membersihkan hidungnya sendiri.

Merasa kepalanya tiba-tiba berdenyut, Alvin meringis.

"Jangan bilang gue mulai penyakitan?" celetuk Alvin bergegas keluar dari kamarnya. Dia menuruni anak tangga dengan perlahan.

Matanya menangkap dua temannya yang saat ini sedang menonton televisi di ruang tamu. Alvin segera menghampiri mereka.

"Wey! Pemilik rumah udah bangun juga? Ke mana Bia? IHH ANJIR!!"

Mata Dion terbelalak melihat Alvin datang dengan keadaan mimisan. Darah terus berjatuhan hingga mengotori lantai padahal Alvin sudah menahannya dengan beberapa tisu.

"Lo duduk dulu, gue ambilin es batu!" lontar Firsa berlari ke arah dapur dengan cepat. Kemudian memberikannya kepada Alvin.

Mereka berdua membantu mengompres hidung Alvin menggunakan es batu yang di lapisi dengan kain kecil. Sedangkan Alvin di arahkan untuk mendongak, ia bernapas menggunakan mulutnya.

"Kok bisa mimisan, sih? Mana muka lo pucet banget lagi. Bokap nyokap lo harus pulang buat ngecek kondisi lo, Vin," Firsa berdecak kesal, ia khawatir dengan kondisi temannya ini.

"Bentar, pipi lo kenapa jadi biru?" Dion sontak menyentuh pipi kiri Alvin membuat laki-laki itu meringis kencang.

Alvin menyingkirkan es batu itu dari hidungnya karena merasa cairan itu mulai berhenti keluar.

DRABIA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang