40

4.3K 159 19
                                    

"Lo masih pacaran sama Alvin itu, Bi? Gue kira udah putus dari lama," ungkap salah satu siswa dengan beberapa temannya.

"Dia lagi ngehindarin fans Alvin, kali. Takut kena hujat, makanya diem-diem pacarannya." Temannya menimpali.

"Keren juga Alvin bisa betah sama lo hampir setahun," ejek mereka lagi sembari tertawa. "Si Alvin udah cinta kali," lanjutnya.

Bia menghendikkan bahunya, dia mulai belajar untuk menutup telinga dari omongan orang-orang yang membuat hatinya sakit. Bia sadar, ia baru keluar dari rumah sakit. Gadis itu memilih untuk tidak berbuat hal senonoh yang memancing mereka berbuat sesuatu yang akan menyakiti dirinya lagi.

Bia tetap berjalan tanpa melihat ke belakang, melangkahkan kaki menuju kelas. Meski tubuhnya masih terasa lemas, bia tetap memaksakan diri untuk mengikuti pelajaran. Menuruti kemauan Dev.

"Dari mana, Bi? Lo gak ikut upacara tadi?" cicit Manu dengan alis tertaut, wajahnya menyorot Bia dengan serius.

Laki-laki itu menyenderkan tubuhnya di pintu kelas, seolah-olah sengaja menunggu Bia datang.

Bia menggeleng perlahan. "Aku pergi ke UKS, Manu," jawabnya. Bibirnya kering, wajahnya juga pucat membuat Manu menghela napas berat.

"Lo bener-bener pergi ke UKS apa lagi kencan sama pacar lo?" tukas Manu mencoba sabar.

Manu menyodorkan layar ponselnya pada Bia, menampilkan gambar Alvin sedang memeluk Bia membuat gadis itu langsung terdiam.

"Manu dapat foto itu dari siapa? Bia tadi beneran ke UKS kok," balas Bia bingung. Pantas saja orang-orang tadi tiba-tiba membahas Alvin, Bia baru tau alasannya sekarang.

"Jangan bolos upacara Bi, gue gak mau anggota kelas gue gak tertib," sahut Manu lagi, memberi nasehat.

"Dia mah, sengaja bolos upacara Nu, lebih milih pacaran. Kan enak pelukan," sorak Natalia dengan kencang, memancing gelak tawa teman-teman satu kelasnya.

"Mana ruangannya gelap lagi, gak mungkin cuma pelukan doang, ya kan?" timpal Laura, membuat teman-temannya langsung manggut-manggut.

"Bener juga yang dibilang Natalia, jangan-jangan Bia udah- Wah! gak nyangka gue!" seru Rain sembari menggeleng-gelengkan kepala.

"Enggak kok, Bia gak-"

"Gak usah dijawab, Bi. Semakin lo jawab mereka, semakin gencar mereka ngehina lo. Gak usah bodoh-bodoh banget jadi cewek," sergah Manu seraya berjalan ke arah bangkunya.

"Ciee, Manu. Belain cupu," ledek salah satu siswa, memancing banyak sorakan di kelas.

"Jangan suka sama dia, Nu! nanti lo kena bogeman si Alvin, sekarang kan si Alvin udah cinta sama dia."

"Jelek gitu direbutin," Ghea berdecih pelan.

"Diem bisa gak? Gue cuma jalanin tugas gue, ngingetin anggota kelas gue. Jangan lo fikir gue suka sama Bia!" seru Manu duduk di bangkunya dengan ketus.

Ini alasannya malas menegur Bia. Pasti seluruh temannya akan mengejek dirinya, padahal sudah lama sekali Manu ingin menegur Bia karna gadis itu sering absen di kelas.

Manu memang tidak ingin menjadi ketua kelas, tapi jika dirinya sudah diberi amanah dia pasti akan menjalankannya sebaik mungkin. Manu berusaha untuk bertanggung jawab.

"Ya elah, serius amat, Nu. Gue bercanda juga,"

"Duduk Bi, ngapain lo masih berdiri di situ?" ujar Manu sedikit geram. Bia ini bodoh tapi polos, bikin orang emosi aja bawaannya.

Bia mengangguk pelan, dia langsung berjalan ke arah bangkunya, duduk dibangku yang hampir seminggu tidak ia duduki. Tangannya bergerak akan membuka buku, tapi kemudian ia berdiri lagi sembari menolehkan kepala ke arah tempat dimana temannya duduk tak jauh darinya.

DRABIA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang