37

3.4K 150 91
                                    

"Jangan terlalu sibuk sama cewek lain, cewek lo sendiri butuh lo." - Leon.

***

Bia membeku ditempatnya, tanpa bergerak sedikitpun, apalagi sekedar membalas pelukan Leon.

Sedangkan cowok itu semakin mengeratkan pelukannya seraya mengusap kepala belakang Bia, melupakan fakta bahwa gadis yang sedang dipeluknya adalah milik Alvin.

"Kenapa masuk sekolah, Bi? Lo masih pucet, lo belum sembuh."

"Semaleman gue gak bisa tidur mikirin lo. Gue takut lo disakitin lagi sama Kakak lo, Bi." timpal Leon bertubi-tubi.

Akhirnya Leon lega bisa melihat secara langsung keadaan Bia di sini, meskipun tidak seharusnya Bia masuk sekolah sekarang.

Lama Bia terdiam, seakan sadar ini salah dia sontak menggeliat kecil membuat Leon langsung bergerak menjauhkan diri.

Leon kira gadis itu akan marah karna lancang memeluknya, tapi Bia malah memberikan seulas senyuman kepada Leon. Padahal tadi ia baru saja memberitahu hal yang menyakiti hatinya, tapi apa? Bia masih bisa memberikannya senyuman.

"Leon nggak usah khawatir sama Bia. Bia baik-baik aja kok," jawab Bia menatap laki-laki di depannya dengan tatapan sayu. "Makasih banyak karna udah peduli sama Bia."

Leon mengangguk cepat. "Bi, gue pasti bantuin lo kapanpun lo butuhin. Gue pasti selalu ada buat lo, anggap aja ini permintaan maaf gue mewakili perbuatan Quesha ke lo selama ini."

"Keluarga gue bersalah banget sama lo, Bi. Gue berharap sekarang--"

Drt drttt

Suara nada dering ponsel terdengar nyaring di telinga kedua insan itu. Leon yang merasa tidak asing dengan nada deringnya sontak merogoh saku.

"Leon? itu--"

"Bener, ini ponsel lo. Dari kemarin ponsel lo bunyi terus, gue gak berani ngangkatnya, Bi. Maaf gue baru ngasih ponselnya ke lo sekarang. Lo angkat dulu, nanti gue ceritain."

Bia mengangguk, ia baru ingat kalau sejak ia sadar dari koma belum memegang ponsel sama sekali. Ia bergegas cepat mengangkatnya tanpa melihat nama yang tertera.

"Udah mulai berani kamu mengabaikan saya??"

Bia sontak menjauhkan ponsel dari jangkauannya. Tanpa melihat nama yang tertera, Bia pun langsung hafal pemilik suara ini.

Itu suara Dev, Papa Bia.

"Maaf Pa, ponsel Bia baru ketemu. Bia nggak pernah ada niatan mau--"

"Saya gak mau denger apapun alasan kamu Bia. Saya gak peduli."

"Iya Papa, maafin Bia."

"Hm.. hari ini sekolah, kan?"

Bia mengangguk. "Sekolah kok, Pa."

"Bagus! itu yang saya mau. Kamu sudah seminggu dirumah sakit, dan selama itu kamu menyusahkan orang. Jadi, mulai sekarang dan seterusnya kamu harus sekolah. Jangan sampai absen, ngerti kamu?"

DRABIA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang