"Kenapa bisa banyak lebam gini?" Bia sampai bingung harus berkomentar apa karena dia benar-benar terkejut saat mendengar kabar Leon pingsan.
"Gue baik-baik aja, Bi. Gak usah berlebihan sama gue," ungkap Leon tak ingin membuat Bia khawatir. Dia benar-benar tidak ingin merepotkan orang-orang di sekitarnya.
Saat ini Bia sedang berada di rumah kediaman Leon tepat saat gadis itu pulang dari sekolah. Bia tentu saja tidak sendiri, ia datang bersama dengan Natasya. Cewek itu yang memberitahu Bia pertama kali kalau Leon bertengkar dengan seseorang hingga tak sadarkan diri.
"Gimana keadaan lo?" Natasya bertanya.
"Gue gak kenapa-kenapa," jawab Leon singkat. Wajahnya berubah ekspresi saat menjawab pertanyaan dari Natasya. Dia tidak ingin terlihat lemah.
"Gue tau dari temen-temen lo, jadi gue ajak Bia kesini," lanjut Natasya. Leon mengangguk-anggukkan kepala mengerti, dia sedikit membenarkan bantal sofa yang menyangga tubuhnya.
Awalnya Leon sendiri sempat di bawa ke rumah sakit, tapi laki-laki itu menolak dan memaksa rawat jalan.
"Lo tengkar sama siapa?" tanya Natasya lagi.
Bia mengangguk menyetujui. "Gimana ceritanya sampai bonyok gitu?" Bia menimpali.
"Pacar lo yang buat kembaran gue sekarat," sahut Quesha datang bersama dengan dua temannya dari tangga. Gadis itu memasang wajah tak suka melihat kedatangan mereka berdua di rumahnya.
"Ckk! berlebihan," gumam Leon berdecak kesal.
"Ah?" Bia melihat Leon singkat seolah meminta jawaban. Bukan hanya dirinya, tapi Natasya yang berdiri di sampingnya juga ikutan kaget.
Bia hampir menolak mempercayai ucapan Quesha, tapi saat Leon sama sekali tidak menyangkalnya membuat gadis itu langsung berubah pikiran.
"Kenapa Leon nggak cerita sama Bia?!" tanya Bia.
"Ya ngapain juga Leon cerita ke lo? Gak guna banget," sergah Sena menyorot Bia jijik. "Kaya lo penting aja," tambahnya.
"Emang lo, ya, bisanya bahayain orang. Leon pasti tengkar sama Alvin gara-gara lo, emang apa lagi alasannya coba? Ada lo si sekitar kita, kita pasti berada dalam bahaya!" timpal Zee panjang lebar membuat Quesha menghela napas berat, dia berpikir yang dikatakan temannya ada benarnya.
"Ti-ati lo, Sya!" Zee memperingati.
"Gak ngaca, dih!" Natasya mencibir. Ia menatap Quesha dan dua tetek bengeknya dengan sangat malas.
"Gak usah nyimpulin sendiri kalau belum tau yang sebenarnya, mending diem!" lontar Leon dingin. Dia menoleh Bia cepat, gadis itu hanya diam dengan kepala sedikit tertunduk membuat dirinya menggertakkan gigi.
"Bawa keluar temen lo!" tukas Leon dongkol. "Kalian ganggu kenyamanan gue." -lebih tepatnya lo semua ganggu kenyamanan Bia.
"Kak? Mereka temen Quesha! Dia sama kaya Bia, mau jenguk lo di sini, jangan malah lo usir!" gerutu Quesha merasa tidak terima.
"Jenguk gue? Dari awal mereka dateng aja langsung nyelonong ke kamar lo," jawab Leon menyangkal.
Sena dan Zee sontak saling menyenggol satu sama lain. "Maaf, kita gak bermaksud buat ganggu kenyamanan lo di sini kok," balas Zee memelas.
"Lo gak denger Leon bilang apa? Lo berdua ganggu kenyamanan dia!" sewot Natasya yang sedari tadi menyimak. Dia juga ikutan kesal mendengarnya, apalagi Bia yang terang-terangan disindir. Bagaimana bisa gadis itu masih bisa sabar?
"Natasya sama Bia juga harus keluar dari rumah, masa temen gue doang yang lo usir?!" protes Quesha bersidekap dada.
"Temen lo itu gak dijaga mulutnya! Sedangkan Bia mana ada gitu? Makanya cuma temen lo yang di usir!" sahut Natasya lagi. Dia benar-benar greget dengan Bia yang hanya diam sedari tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DRABIA [END]
Teen Fiction"Lo siap sakit?" Dengan mantap Bia menjawab, "Aku siap! Apapun itu, aku bisa hadapi semuanya. Aku yakin kamu bisa sayang sama aku. Tinggal tunggu waktu." "Oke, gue mau jadi pacar lo." Drabia, gadis yang kerap dipanggil Bia. Dia gadis yang sangat te...