Katanya usaha tak akan menghianati hasil. Namun, kenapa aku terus dibuat kecewa?
🥀🥀🥀
Maaf, sekarang gk bisa pulang bareng. Tadi pagi gw berangkat bareng Qinan gk enak kalo gak nganterin dia balik.
Saat mendapatkan pesan itu rasanya Alya ingin membanting ponselnya sekarang juga. Namun, dia tak berdaya, hanya bisa menunduk sambil meremas ponselnya dengan tanpa tenaga.
Lagi lagi ... Qinan.
Ia melirik gadis yang dimaksud di kursi depan. Ketika Alya dibuat patah, gadis itu malah sedang tertawa cerah bersama teman-temannya. Sialnya, terasa seolah sedang mentertawakan nasibnya saat ini.
Setelah menghela napas kasar Alya beranjak dari kursinya dengan kasar, menimbulkan bunyi decitan yang membuat semua orang di kelas jadi tersentak dan menyorotnya heran. Sekilas ia membalas tatapan Qinan yang juga menatapnya dengan tajam, lalu segera melengos pergi keluar kelas.
Ia berhenti di area parkiran, sejenak terdiam untuk memperhatikan kendaraan-kendaraan yang satu persatu melewatinya.
Nasib dinomor duakan. Lagi-lagi harus ngalah.
Senyum tipisnya terukir. Mau tak mau dia harus memesan ojol seperti tqdi pagi. Namun baru saja membuka aplikasi dia dibuat tersentak saat tiba-tiba sebuah motor matic berhenti di depannya. Alya refleks mundur, kaget. Mengernyit, menunggu orang itu membuka helmnya.
"Sendirian aja, Al?"
Itu Denis. Teman sekelasnya Rama. Alya mengenalnya cukup baik karena Rama terlihat sering bersamanya.
"Iya, mau pulang," jawab Alya seadanya.
"Gak bareng Rama?"
Alya menggeleng, lalu menundukkan kepala untuk melanjutkan kegiatan yang sempat terhentinya tadi.
"Rama bareng si Qinan, ya?"
Ucapan Denis membuat jari Alya berhenti menyentuh layar ponsel. Miris, entah kenapa Alya merasa jika orang-orang sudah tahu bagaimana hubungannya dengan Rama. Namun, Alya tak mau mengumbar apa pun, memilih menggeleng pura-pura tak tahu.
"Gak tau."
"Sama gue aja, yuk?" Alya mengangkat wajah, mengerjap. Kesambet apa anak itu tiba-tiba mengajaknya pulang bareng? Ia dan Denis tak sedekat itu, jadi alya agak kaget saat mendengar ajakannya.
Denis tersenyum kikuk dan berkata lagi, "Daripada naik ojol, mending pulang sama gue aja gimana?"
Alya tersenyum manis, menolak lembut. "Gak usah, Den. Lo gak perlu repot."
"Gak repot sama sekali. Gue kan temen Rama, gue yakin Rama gak akan masalah juga kalo gue nganter lo."
Si gadis terdiam untuk menimang. Agak ragu sekaligus canggung untuk menerimanya. "Tapi ... emang gak apa-apa? Rumah gue mayan jauh loh."
"Gak masalah sama sekali. Ayo, jangan takut, gue akan antar lo dengan selamat sentosa."
Ya mungkin tak ada salahnya. Itung-itung hemat ongkos juga. Gadis itu kemudian tersenyum dan mengangguk pelan. Denis balas tersenyum tak kalah lebar, lalu memberikan helm cadangannya pada Alya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Lead (Toxic) ✓
Teen FictionTentang kebodohan Alya. Tentang keegoisan Rama. Dan tentang hubungan setengah hati yang mereka pertahankan. Apa akan hadir kebahagiaan jika mereka terus bersama? Atau pilihan terbaiknya adalah sebuah perpisahan? --- "Aku tau kalo kamu masih cinta sa...