Vote sebelum baca. Meski baca offline tetep pencet vote ya.
•••
Aku sayang banget sama kamu. Namun, mungkin kamu gak akan tahu seberapa banyaknya arti dari kata banget itu.
🥀🥀🥀
Bugh!
Satu pukulan mendarat di pipi kiri Rama tanpa aba-aba. Tubuhnya refleks termundur beberapa senti, sebelum akhirnya dia menatap si pelaku dengan mata membulat kaget.
"Itu ... karena udah ingkar janji sama Alya dan sampai buat dia jadi sakit."
Alan melangkah maju untuk menarik kerah kemejanya. Rama menelan ludah saat melirik tangan Alan masih mengepal kuat hingga urat-urat lengannya menyembul. Ia tahu hanya menunggu waktu saja kepalan tangan itu akan mendarat lagi di tubuhnya. Rama tak akan membela diri apabila itu terjadi, karena dia tahu jika dia memang salah di sini.
Namun, sebelum itu terjadi, Alan lebih dulu dibuat mundur saat Alya mendekat dan menarik tubuh kakaknya. "Stop! Abang ... jangan gitu," katanya pelan.
Wajah Alya memerah, entah akibat demam atau karena saat ini dia sedang menahan tangis? Mungkin keduanya.
Kalau boleh jujur, saat melihat Rama datang Alta merasa terharu, tapi sekaligus sesak. Terharu karena tak menyangka jika Rama benar-benar datang selarang, dan sesak karena sakit hati yang Rama buat masih belum hilang juga.
"Al ...." Bahkan ketika Rama mendekat dan memanggil namanya dengan lembut, Alya tak tahu harus bereaksi seperti apa. Perasaanya campur aduk, ditambah karena rasa pusing dan dingin yang begitu menusuk pada kaki telanjangnya di atas lantai.
Kemudian saat tangan Rama terulur hendak menyentuh, Alya dengan segera meraih tangan Alan dan berbalik, berjalan ke arah kasur dengan menjadikan Alan sebagai pegangannya.
Rama tertegun di tempat. Uluran tangannya diturunkan kembali ke di samping tubuh. Rasa dingin tiba-tiba menjalar, bukan hanya karena seluruh pakaiannya yang lembab karena hujan, tapi juga karena suasana kamar bernuansa kelabu—yang baru pertama kali dia lihat—ini terasa sama dinginnya.
Pemuda itu tak berkutik di tempatnya, tak tahu harus apa sekarang. Ia datang untuk memenuhi panggilan Alan dan memeriksa kondisi Alya langsung. Namun, saat di sini dia malah diabaikan. Ia tak mungkin kembali mundur, ia juga tak berani untuk maju mendekat. Posisinya serba salah.
"Aku ... mau ngomong berdua sama Rama."
Napas Rama refleks tertahan, pasang matanya kini saling bertubrukan dengan tatapan sayu yang diberikan Alya. Tak ada senyuman, tak ada ekspresi cerah di sana. Hanya terlukis kesedihan dari matanya.
Kali ini Rama berani maju mendekat, Alan menoleh padanya dengan tatapan tajam —memberinya peringatan— lalu dia mundur untuk berganti posisi dengan Rama.
Alan dan Kaila keluar kamar. Menutup pintu rapat, meninggalkan dua sejoli tersebut di sana. Rama berdiri di sisi kasur sembari menatap Alya, sementara Alya terduduk di atas kasur dengan arah mata menyorot lurus ke depan.
Hening tak terelakan, bukan karena tak ada hal yang ingin diucap keduanya, tapi karena mereka masih membersiapkan diri untuk mengatakan semua hal yang ada dipikiranya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Lead (Toxic) ✓
Teen FictionTentang kebodohan Alya. Tentang keegoisan Rama. Dan tentang hubungan setengah hati yang mereka pertahankan. Apa akan hadir kebahagiaan jika mereka terus bersama? Atau pilihan terbaiknya adalah sebuah perpisahan? --- "Aku tau kalo kamu masih cinta sa...