SL : 20

7K 334 43
                                    

Jangan lupa play medianya.

***

Aku tahu semua sudah berubah. Akan tetapi apa mungkin aku bisa mendapat kesempatan bersamamu lagi?

🥀🥀🥀

"Al, lo gak akan percaya. Kemarin gue lihat Rama sama Qinan di kafe berduaan!" Rena berbisik tapi dari cara bicaranya jelas dia sengaja menekan setiap katanya.

Hal itu membuat pergerakan tangan Alya yang sedang mencatat materi jadi terhenti. Apa maksudnya kemarin saat Rama bilang ada urusan keluarga?

Refleks ia mengeratkan pegangan pada pulpennya. Bukan sekali dua kali Rama begini, mengatakan alasan lain padahal dia ingin menemui Qinan. Bahkan meski sudah pernah mengalami, ternyata rasanya masih semenyedihkan ini.

"Terus kenapa? Mereka cuma ke kafe," katanya seolah tak peduli.

"Emang biasa kedengerannya. Tapi kalo lo lihat sendiri, lo pasti bakal nyesek banget."

Sejujurnya bahkan saat mengetahui fakta tersebut dia sudah merasa sesak. Namun, seperti biasa, Alya akan berusaha bersikap biasa saja agar tak ada orang yang tahu lukanya.

"Untungnya gue gak lihat sendiri. Jadi lebih baik lo berhenti manas-manasin gue."

"Gue ngomong gini demi kebaikan lo. Gue curiga pasti ada apa-apa di antara mereka."

"Itu bukan kebaikan Rena." Alya membalas setenang mungkin. Lama-lama dia muak dengan segala ucapan Rena. Gadis itu terlalu banyak mengompori. "Lo ngomong gitu bukan buat kebaikan, tapi sengaja biar gue marah sama Rama." Alya berdiri dari kursinya.

"Apa?"

"Sejak awal gue tau lo suka sama Rama."

Rena melotot. Alya menambahkan, "Lo tahu kalo gue gak terlalu suka sama Qinan karena mereka deket, karena itu lo seringkali membesar-besarkan hal kecil tentang mereka dan bicarain itu ke gue. Iya, kan?"

Rena tersenyum miring. "Ucapan lo gak semua salah. Tapi apa lo akan tetep setenang itu kalo liat video ini?" Ia menaruh ponselnya ke atas meja, mendorongnya ke hadapan Alya.

Walau emosinya sedang memuncak, ternyata rasa penasaran mengalahkannya. Ia mendekatkan wajah, ada sebuah video terputar di sana. Benar saja, orang di video adalah Rama dan Qinan.

Semula terlihat Qinan yang sedang menunduk dan Rama yang memperhatikannya. Sepertinya Qinan sedang menceritakan sesuatu, tapi setelah itu Alya dibuat sesak saat Rama bergerak untuk menangkup wajah Qinan dan mengusap kedua pipinya lembut. Senyuman Rama terukir lebar, dalam sekejap membuat Qinan yang semula murung jadi ikut tersenyum.

Sementara Alya di sini, tak bisa mengeluarkan reaksi atau ekspresi apa-apa. Dia membisu dan membeku, seolah energinya terkuras habis hingga tak cukup tenaga untuk merespon.

"Gimana? Apa lo masih gak curiga?" Rena menarik kembali ponselnya. "Meski gue emang suka sama Rama dan pengen kalian putus. Tapi gue gak pernah kasih berita bohong ke lo tentang mereka. Bahkan si Lusi juga sering ngomongin si Qinan, kan? Tapi lo selalu bersikap seolah gak terpengaruh. Padahal lo gak mungkin gak sakit hati liat Rama lebih peduli sama Qinan daripada sama lo."

"Rena." Alya membalas tatapan Rena dengan tenang, lalu tersenyum tipis dan berkata pelan. "Makasih udah peduli, tapi gue gak butuh nasehat dari orang yang punya hobi nyebarin gosip kayak lo."

Rena menganga tak percaya. "Lo—"

"Mulai sekarang kita pisah kelompok. Gue gak mau kerjasama bareng lo." Alya memutus ucapan Rena, memilih segera melenggang pergi dari perpustakaan.

Second Lead (Toxic) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang