Vote-komennya jangan lupa ya:))
Maaf baru up, kemarin stuck banget. Bingung mau nulis apa.
Mohon dukungannya, biar aku semangat:')***
Kalau saja manusia diberi satu kekuatan. Aku ingin bisa menghentikan waktu, lalu menggunakannya sekarang-saat bersamamu.
🥀🥀🥀
Ram, kamu masih di kampus?
Bisa anterin aku pulang?
Rama?
Kamu udah pulang ya?
Kamu di mana?Rama memandangi satu per satu pesan berantai yang masuk di bar notifikasinya. Tak menunggu lama, panggilan masuk dari pacarnya itu muncul. Rama tak berkutik, hanya memandangi layar ponselnya tanpa ekspresi sampai panggilan Alya berhenti.
Lo harus percaya sama Alya, Ram. Gue harap hubungan kalian tetap baik-baik aja.
Ucapan Qinan beberapa waktu lalu teringat lagi di benak Rama. Tetap baik? Gadis itu bahkan punya harapan yang bahkan sejak awal tak pernah terwujud.
Rama tak tahu harus bersikap bagaimana sekarang. Dia pun masih bingung soal perasaannya ini. Jujur saja Rama memang merasa sakit hati soal hubungan Alya dan Genta. Hanya saja dia tak tahu alasan apa yang mendasari rasa sakit itu.
Apakah karena ia sudah jatuh cinta pada Alya? Atau hanya karena Rama merasa tak dihargai oehnya?
Pemuda itu kembali menatap layar ponsel. Menyalakannya. Menatap foto dirinya dan Alya sebagai lockscreen di sana.
Lalu panggilan dari Alya masuk lagi. Kali ini Rama langsung mengangkatnya. Suara lembut gadis itu yang pertama menyambutnya.
"Halo, Ram? Kamu ada di mana sekarang?"
Rama diam sejenak sebelum menjawab. "Di lapangan futsal. Udah selesai kelasnya?"
"Aku kira kamu udah pulang. Jadi ... kamu bisa nganterin aku, 'kan?"
"Iya, tunggu aja di lobi. Gue ke sana."
"Iya, Ram."
Panggilan terputus. Rama segera bangkit, menyampirkan tasnya di bahu kanan. Melenggang pergi untuk menepati janji.
Walaupun Rama memang masih bingung soal perasaannya. Namun, sepertinya dia harus menjalaninya lebih dulu. Membiarkan semua mengalir seadanya.
Seperti semula.
***
Senyum Alya merekah setelah panggilannya dengan Rama terputus. Dari nada bicaranya, Rama memang terdengar agak ketus. Akan tetapi, masih bersedia menjawab panggilannya saja Alya sudah merasa cukup yakin jika Rama sudah tak marah lagi padanya.
Hingga detik kemudian raut wajah Alya berubah mendatar saat tiba-tiba seseorang menggebrak mejanya hingga membuatnya terkejut. Alya tak sadar jika dia tak sendirian di kelas, masih ada seorang lagi yang ternyata belum keluar kelas juga.
"Apa nih, kenapa senyam-senyum?" Lia, gadis berambut pendek itu mengedutkan alis.
Alya tersenyum miring. "Apasih sok kenal." Ia berdiri dari kursi, mengabaikan, menyampirkan tas selempangnya ke bahu. Ingin segera pergi, tetapi gadis menyebalkan itu justru menahan dengan menarik lengannya.
"Apa?"
"Kak Genta udah di Indo, ya?"
Ekspresi Alya menurun. Lia tersenyum puas, itu ekspresi yang dia tunggu. Kemudian menambahkan, "Lo pasti udah ketemu kan sama dia? Gimana kabarnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Lead (Toxic) ✓
Teen FictionTentang kebodohan Alya. Tentang keegoisan Rama. Dan tentang hubungan setengah hati yang mereka pertahankan. Apa akan hadir kebahagiaan jika mereka terus bersama? Atau pilihan terbaiknya adalah sebuah perpisahan? --- "Aku tau kalo kamu masih cinta sa...