Irene menguncir rambutnya menjadi satu, tak lama kemudian ia lepas, ditatanya dengan rapi. Selang beberapa detik, ia menguncirnya lagi.
Gerakan itu terus berulang selama hampir setengah jam.
"Sejak kapan lo jadi narsis begini sih?" gerutu Jennie.
"Gue gak tau tiba-tiba gugup aja," sahut Irene sekenanya.
Jennie merotasikan bola mata malas, "Rene, lo 'kan udah sering berhadapan sama investor, yaa dihadapan media juga sama aja."
"Beda Jen, sekarang gak ada Jisoo, Wendy, sama Yeri."
"Ya terus kenapa? Masih ada gue sama yang lainnya. Kita juga bisa ngatur keadaan disana. Udah deh, lo tenang aja."
"Bukan itu, tapi lo tau 'kan para pemegang saham berani naruh uang dalam jumlah besar diperusahaan kita itu karena Jisoo. Gimana kalo nanti mereka nyari Jisoo?"
"Kakek pernah bilang dulu mereka juga berinvestasi karena Bibi Kim, sekarang Bibi Kim udah gak ada, mereka masih aja tuh berinvestasi." Jennie melangkah mendekati Irene, ikut bercermin untuk merapikan pakaiannya.
"Jangan bilang lo mulai goyah?" tebaknya mendesak.
Irene menggeleng segera, Rambutnya kini ia gerai. Keputusan akhir yang diambilnya.
"Masalah ini harus kita selesaikan disini, jangan sampai Jisoo bertindak makin jauh. Apapun yang bakal dia lakuin nantii usahain gak ada yang pergi dari sini."
Jennie mengangguk mengerti, walaupun dia sendiri tidak yakin dengan apa yang akan dia lakukan kedepannya.
Jisoo memang saudarinya, teman baiknya, juga tempat dia berkeluh kesah sejak kecil. Tapi entahlah, ada rasa aneh yang muncul ketika dia melihatnya akhir-akhir ini.
Dia tidak mengerti apa yang terjadi dengan dirinya, tapi dia akui ada rasa kesal dan kecewa ketika melihat saudari sepupunya itu didepan mata.
"Tenang aja." Finalnya.
Setelahnya Gadis itu melangkah keluar dari kamar Irene, menyiapkan dokumen-dokumen penting untuk wawancara sore nanti.
¤¤¤
"Gimana kak?" tanya Lisa, dia melirik sekilas layar ponsel milik Seulgi.
"Gak bisa, ini pasti kerjaan Wendy!" jawab Seulgi geram.
Data tambahan untuk Erom chip yang mereka taruh dalam drive tiba-tiba menghilang, padahal itu bukti kuat untuk menunjukkan kelebihan chip itu.
"Udah gue duga, Wendy ada disana, dia pasti bakal ngelakuin ini." Jennie merogoh ponselnya dari dalam tas.
Ia gerakan jemarinya dengan cepat diatas layar, mengirim pesan. Tak lama notif Line terdengar dari ponselnya itu, menandakan ada pesan balasan.
"Gue tau Wendy pasti nge-hack handphone kita semua, jadi gue nyiapin salinan dihandphone Kai," katanya.
"Kak Kai? Sejak kapan dia bantu kita?" tanya Rose.
"Sejak gue tau dia tertarik sama gue."
Lisa melotot, "APA?!"
"Gila Kak Jen! Lo ngebalas perasaan dia atau cuma manfaatin dia?" tanya Joy.
Jennie mengedikkan bahu, "gak tau ah! gak usah bahas yang gak penting. Irene udah siap dibelakang panggung. Kita juga buruan siap-siap."
"Kak! Haechan ilang!"
Kata-kata Jeno barusan membuat kelima gadis yang tengah bersiap itu melotot kompak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Of BLACKVELVET
FanfictionBLACKVELVET siapa sangka ternyata dibalik hubungan persaudaraan mereka yang sangat erat itu terbesit rasa iri dan dendam satu sama lain. Penasaran? kuy baca! The Secret Of BLACKVELVET. Best rank : 180123 #2 sungjae 070221 #4 btob 180721 #7 taeyong ...