6. Terima Kasih, Senja.

27 6 1
                                    

Hi, i'm back!
Happy reading yah semuanya.
i want to remind you, untuk tidak lupa mem-"vote" dan komen di cerita ini hihihi.
Enjoy!

"Permisi," ucap Steven sambil mengetuk pintu rumah Anin. Pintu itu terbuka dan Steven mengembangkan senyumnya.

"Pagi Bunda. Aninnya ada?" tanya Steven.

Sania tersenyum menatap Steven, "Ada kok. Udah lama bunda nggak lihat kamu," ujarnya lembut.

Steven terkekeh sambil menggaruk lehernya yang tak gatal itu, "Soalnya sekarang lagi sibuk kerja, Bun. Terus biasa suka keluar kota gitu 'kan," ucap Steven menjelaskan.

Sania mengangguk paham kemudian mempersilahkan Steven untuk masuk ke dalam dan menyapa Anin yang masih tertidur itu.

TOK.. TOK.. TOK..

"Aduh bunda. Anin masih ngantuk ini," seru Anin merasa terganggu dengan ketukan pintu yang berulang kali itu.

Steven yang mendengar seruan Anin dari dalam kamar itu pun tertawa pelan sembari mengetuk pintu itu lebih sering lagi.

"Astaga bunda. Anin belum mau bangun bunda," teriak Anin lebih keras lagi karena merasa kesal dengan bunyi ketukan pintu itu yang terdengar menggedor.

Steven tidak akan diam sampai pintu itu terbuka. Ia kembali menggedor pintu itu lebih kuat membuat Anin terdengar menghentakkan kakinya mendekat pintu kamar.

"Apasih bun-" ucapan Anin terpotong dan ia semakin emosi melihat Steven.

Pria itu menatap Anin dengan tatapan menyebalkan. "Abang tuh kenapa sih?" tanya Anin emosi.

"Emangnya aku kenapa Nin?" Steven menatap Anin dengan tatapan sok polos dan pura-pura bingung.

"Abang tuh bikin Anin emosi. Kenapa sih harus gedor-gedor pintu kayak gitu? Menyebalkan tau nggak," tandas Anin.

Melihat Steven yang masih menatapnya dengan tatapan meledek itu membuat Anin semakin kesal dan hendak membanting pintu itu.

Steven bergegas menahannya dan menatap Anin, "Eh jangan ditutup pintunya. Abang mau traktir kamu makan padahal," ungkapnya.

Masih dengan perasaan kesal dan mengantuk, Anin menatap Steven dan terdiam. "Yakin nih menolak ajakan abang? Traktir ini enggak akan berlaku kalau kamu tutup pintu ya," ucap Steven dengan nada sengaja.

Melihat Anin yang masih terdiam itu Steven sengaja menarik knop itu agar pintu itu segera tertutup.

Anin yang tersadar langsung menahan pintu itu dan menatap Steven semakin sebal, "Iya ih. Sebentar Anin mau mandi dulu. Abang tunggu di bawah aja," ucapnya.

Steven tersenyum lalu mengangkat ibu jarinya dan mengarahkannya tepat di depan wajah Anin. Bahkan Steven juga sempat mengedipkan matanya yang satu menggoda Anin.

Gadis itu hanya mendengus pelan kemudian menutup pintu itu dan bergegas mandi.

Setelah selesai bersiap-siap dengan pakaian biasa Anin mengikuti Steven yang mengajaknya keluar. Anin mengenakan helm kemudian naik ke motor Steven.

"Mau ke mana sih bang?" tanya Anin masih sebal.

"Udah, ikut aja. Yang pasti mau bawa kamu ke tempat mengenyangkan kok," jawab Steven lalu tersenyum melihat ekspresi cemberut Anin dari kaca spion.

Motor itu melaju menuju tempat yang ingin Steven datangi bersama Anin.

Rumah Makan Bubur Ayam Pagi Sore, Bekasi.

"Kita mau makan bubur, bang?" tanya Anin membuka helmnya. "Iya. Udah ayo turun," jawab Steven dan Anin menurutinya.

"Kamu mau porsi kecil, biasa, atau jumbo?" tanya Steven menatap Anin. "Porsi jumbo deh," ujar Anin sembari tersenyum malu. Steven mengelus rambut Anin lembut.

Mawar Jingga [ONGOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang