Sirkel B - 19

905 156 15
                                    

Rama merasa dirinya terkena sial sekarang karena karma menyembunyikan ponsel Jeana dalam lemari es tadi pagi. Waktu istirahatnya harus tersita untuk mengerjakan tugas kimia dua nomor yang sayangnya beranak itu.

Dia ada di perpustakaan sekarang, duduk di pojok dengan siswa yang tengah tertidur menjadi temannya. Mana siswa yang tidak Rama kenal ini mengorok. Sangat mengganggu konsentrasi Rama dari lima menit lalu semenjak duduk disana. Salah dia juga sih malas pindah tempat.

Jujur saja, Rama sih inginnya dibantu Afkar untuk mengerjakan soalnya. Tapi dia sudah pernah ada yang cepuin minggu lalu. Nilainya dipotong setengah karena hal itu. Kata gurunya teman sekelas Rama yang melapor, siapapun itu Rama doakan anak itu sembelit tiga hari.

Itu kenapa sekarang dia tidak lagi meminta tolong pada Afkar, mengingat semua teman sekelasnya juga ada di perpustakaan.

Suara dengkuran kembali terdengar, Rama berdecak sebal. Ide jahil muncul saat ia melihat sebelah pipi anak itu terekspos. Rama membuat gambar abstrak disana.

"Kkkk maafin gua tong."

"Ih lagian itu ga bener sih. Lagian Davin keren begitu mana mungkin suka cowok, straight lah pasti."

Lagi-lagi orientasi seksual orang digosipkan, Rama menoleh ke samping dimana para cewek yang sedang bergosip itu berada, sayanngnya terhalang rak buku. Rama hanya bisa melihat sedikit dari celah, ada sekitar 3 cewek disana.

"Tapi Sirkel B udah ada yang pacaran belum sih?"

Rama menggeser kursinya agar bisa mendengar lebih jelas.

"Ngga tau sih, tapi Arka katanya masih gamonin mantannya yang putus tiga bulan lalu."

"Yah cakep-cakep gamon."

Rama menahan tawa, kali ini benar sih. Arka memang gagal move on dari si mantan. Rama pindah duduk di lantai tepat di sebelah Rak buku, mendengarkan gosip asik juga.

"Tapi tapi gua pernah liat Rama nganter cewe anjir."

"Hah?"

Itu Rama yang segera menutup mulutnya sendiri. Ia merendahkan posisi duduknya saat melihat cewek-cewek tadi celingukan.

"Lo denger suara ga sih tadi?"

"Orang di sebelah kali, jangan kenceng kenceng makanya. Bisik-bisik aja."

'Matamu bisik-bisik, kedengeran ege.'

"Oh ya ta, lo liat Rama dimana tadi?"

"Itu loh di kampus merah, gua lagi nungguin kakak gua keluar eh liat dia lagi nganterin cewek. Gila mana tuh cewek cantik, tapi keliatan dewasa sih, semester akhir deh kayanya."

Ya, benar sih. Jeana memang semester akhir. Rama lupa kapan, tapi dia yakin pasti yang cewek tadi maksud Jeana. Lagian siapa lagi perempuan yang pernah dia bonceng selain ibu dan kakaknya. Apalagi kampus merah itu julukan kampus Jeana sekarang.

"Wah gila, Rama suka yang tua juga ya."

'Bangsat ngakak, ya bener sih Jea kan udah tua. Mana nyebelin kaya umbridge.'

"Bisa-bisa abis lulus minta nikah."

'Apalagi ini ya Tuhan'

"Wah bener sih, biasanya anak kuliahan kan pada pusing ngebet nikah. Healing buat stress. Kakak gua juga gitu anjir."

"Baru tau gua."

'Bego, Jea kalo denger sawan dia. Mana udah niat nikah umur 30an.'

Serius deh, Rama merinding sendiri mendengar gosipan para cewek. Bisa melenceng kemana-mana. Bahkan setelah menggosipkan Sirkel B dan dirinya, mereka menggosipkan pak Banu yang katanya sedang pdkt dengan bu Sintya. Belum lagi abs pak Aru yang katanya hot itu.

Tapi sialnya, Rama sudah dalam posisi enak sekarang, termasuk enak mendengarkan juga. Berasa mendengarkan dongeng sebelum tidur, nagih.

"Oh ya lo tau ga, Audrey denger-denger trial sama Agra."

Rama mengernyit, dia kira mereka pacaran sudah go public. Rama tidak tau sih, tapi melihat Agra dan Audrey berciuman di tempat umum saat di arena balapan minggu lalu membuat dia berspekulasi seperti itu. Apalagi Agra siswa famous.

"Denger kok, tapi katanya si Audrey ini terpaksa. Kemaren sirkelnya ada yang ga sengaja keceplosan, Audrey lagi suka adik kelas."

"Gila, adik kelas. Siapa?"

"Mana gua tau, yang pasti gua penasaran sih. Siapa yang bikin Audrey suka, sampe Agra yang super keren itu diterima trial karena terpaksa."

"Lo kok diem han."

"Gua ngga tau trial apaan."

"Itu tuh kaya nyoba pacaran pake waktu yang ditentuin. Kalo cocok ya lanjut, kalo engga ya udahan."

Merasa gosipan sudah membosankan, Rama berdiri dan kembali ke tempatnya semula. Siswa tadi masih nyenyak tertidur. Dan baru saja dia menyentuh pulpennya, bel panjang menandakan istirahat berakhir berbunyi.

"Mampus tugas gua belum satupun."

SIRKEL B


Senja sedang berjalan sendirian di koridor sekolah saat ini, beberapa siswa yang belum pulang masih terlihat berlalu lalang. Termasuk ekskul marching band yang tengah latihan di lapangan depan.

Bahkan Rama juga belum pulang dan tengah berlari mengitari lapangan yang itu artinya mengitari puluhan anggota marching. Senja yakin anak itu tengah dihukum karena sesuatu.


Senja iseng saja sih, lagipula dia tidak ingin pulang sekarang karena ada papanya di rumah yang menunggunya. Laki-laki yang sedang tidak ingin Senja temui itu menelponnya berulang kali.

Bagi Senja, papanya sudah merusak banyak hal dalam hidupnya. Senja masih belum memaafkan pengkhianatan yang laki-laki itu lakukan. Andai saja mamanya memberi tahu, wanita mana yang sudah membuat papanya berpaling. Sehebat apa wanita itu sampai papanya tega melukai malaikat dalam hidup Senja.

Langkahnya terhenti saat matanya melihat Arka dan Rean berjalan berdua menuju arah gudang belakang. Penasaran, Senja berlari kecil ke arah yang mereka tuju.

Senja mengatur nafasnya sendiri karena lelah berlari cukup jauh, ia berdiri di depan tembok sisi samping gudang. Mengintip Arka yang tengah mencengkram kerah baju Rean.

"Jangan ikut campur urusan gua lagi bangsat."

"Apa? lo yang dulu nyuruh gua buat intropeksi diri dan sadar gua udah salah benci Geo. Dan sekarang gua mau balik benerin otak lo itu, dan lo bilang jangan ikut campur?"

Arka melepas kasar cengkramannya, "lo ngga tau bangsat, ngga tau."

Senyum miring yang Rean tunjukkan itu, Senja yang melihat dari kejauhan saja kesal.

"Jangan buta Arka, sahabat lo juga sakit. Jangan mentang-mentang ibunya dia pura-pura ngga tau dan masih bersikap baik ke lo, lo malah menikmati peran lo jadi orang jahat."

"Bangsat."

Satu pukulan tepat mengenai pipi kiri Rean, Senja mematung di tempatnya. Untuk pertama kalinya dia melihat Arka memukul orang.

Arka melihat pada tangannya sendiri yang sudah gemetar, dia mundur selangkah hingga membentur tembok gudang dan jatuh terduduk, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lakukan.

"Gua ngga akan bales ini Arka, tapi berhenti ketemu ayah gua dan curhatin kegelisahan lo yang menggelikan itu."

Senja sudah berniat berlari dan bersembunyi saat melihat Rean hendak pergi, namun kata-kata Rean selanjutnya membuat seluruh sistem sarafnya seakan kaku.

"Jangan biarin ibu Senja sakit sendirian Arka, anaknya juga harus tau kenyataan apa yang dihadapi. Dan sekuat apa ibunya ketemu anak dari perempuan yang sudah merusak hubungannya."

"Arka.. jangan normalisasi perbuatan ibu lo. Ga baik."



■ SIRKEL B ■

Sirkel B [BTS Lokal] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang