Hujan sudah reda sedari tadi, aroma hujan menyeruak bersamaan dengan pintu menuju balkon yang Geo buka. Gerimis tipis-tipis masih terasa begitu dia sampai di luar. Geo mundur selangkah, bersandar pada tembok dan mulai menyalakan rokoknya.
"Masih pagi Ge."
Afkar datang menghampiri, anak itu sudah memakai seragam lengkap dan tas yang tersampir di bahunya.
"Justru masih pagi, gua pengen."
Tidak ada gunanya mencegah Geo merokok, Afkar tertawa kecil. Asal tidak berlebihan, ya sudah. Terserah temannya satu itu.
"Kita bakal telat, ngapain lo pake pakaian serapi itu, Afkar?" Tanya Arka yang kini bersandar pada pintu.
"Udah kebiasa, biar rapi."
Jam sudah menunjukkan pukul enam lebih lima puluh tujuh, tiga menit sebelum bel berbunyi. Teriakan Davin dari kamar Pras terdengar hingga balkon.
"DASI GUA PRAS ANYING."
"PINJEM DOANG ELAH."
"BALIKIN KAGA!"
Geo berdecak, ia mematikan rokoknya yang masih panjang dan membuangnya ke asbak yang Pras letakkan di sudut meja kecil. Ia masuk ke dalam, melewati Rama dan Senja yang sedang anteng memakai sepatu mereka.
Membuka pintu kamar, Geo melongokkan kepalanya. Melihat pada dua sekawan yang masih saja memperebutkan dasi.
"Berangkat sekarang. Letakin dasinya, ga usah pake dasi."
Geo pergi dari sana, diikuti Davin yang berlari dan melepas dasi yang sejak tadi diperebutkan.
"Tungguiiiinnnn." Teriak Pras melempar dasinya dan mengejar Davin.
Semua orang sudah siap sekarang, keluar dari apartemen Pras yang semalam kembali mereka jadikan markas. Markas untuk sekedar ngegame, mengobrol, makan, dan hal lainnya bersama-sama.
Sirkel B sudah kembali.
Meski kemarin mereka harus bersusah payah menarik Rama untuk datang karena anak itu yang tidak siap menjelaskan tentang dirinya dan Giska. Walaupun pada akhirnya Rama dengan sendirinya menceritakan hal itu, tanpa paksaan.
Ponsel Pras berbunyi tepat saat mereka sampai parkiran. Anak itu terlihat tegang saat berbicara dengan ayahnya.
"Gimana?"
Pras mendesah kesal, ia memasukkan ponselnya di tas dan duduk di atas motornya.
"Ayah desak gua buat cepet-cepet jawab."
"Dan?"
Pras memainkan kunci motornya, terlihat tidak yakin dengan apa yang akan dikatakannya.
"Gua bilang iya, ram. Gua ikut mereka pindah ke bogor dan sekolah di sana mulai januari nanti."
Di ujung sana, Geo terkekeh. Anak itu menyalakan motornya, bersiap untuk berangkat.
"Bogor doang kan? kita masih bisa ketemu. Ga usah mellow, jelek lo semua."
Pras tertawa kecil, begitupun mereka yang ada di sana. Benar kata Geo, mereka masih bisa bertemu meski tidak setiap hari. Lagi pula, sebentar lagi juga yang kelas 12 akan lulus dan kuliah di tempat yang mungkin berjauhan. Jika benar, Geo akan mengejar UGM, Rama yang lebih memilih Trisakti dan Afkar yang mempertimbangkan UI atau IPB.
Mereka semua memiliki tujuan masing-masing.
Pras tersenyum di balik helm yang dipakainya, mungkin setelah ini hanya Davin dan Senja yang tersisa di Nusa Bangsa. Tapi meski berjauhan, Sirkel B akan tetap ada kan?
Mereka tidak tahu ada yang sudah meneteskan air mata di antara bisingnya jalanan. Senja cemberut, dia beneran jadi emosional perkara mereka yang akan berpisah kurang dari setengah tahun lagi. Kecuali Pras yang sebentar lagi akan pindah. Hanya tersisa waktu satu bulan untuk bertujuh seperti sekarang.
Saat di lampu merah, Senja menaikkan helmnya dan mengusap air matanya. Hal itu tidak luput dari perhatian Davin yang berhenti tepat di sebelahnya.
Davin tertawa, mengulurkan tangannya pada senja untuk mengajak high five. Senja ikut tertawa, menyambut tangan Davin dan menepuknya.
Dunia terus berjalan dan setiap orang dituntut harus selalu siap menghadapi setiap perubahan. Dari sekecil debu hingga sebesar batu sekalipun.
Mereka sampai di sekolah dengan gerbang yang hampir di tutup.
"Mang Ading buka!!"
Mang Ading membuka gerbangnya segera karena kaget dengan kedatangan Pras diikuti yang lain.
"Dadaaah mang Adiiing." Teriak Arka yang membuat perhatian beberapa osis yang bertugas di sekitaran gerbang dan parkiran menoleh.
"Ya Allah, kerjaan." Mang Ading mengusap dada, melihat kelakuan Sirkel B.
Saat memasuki parkiran, Afkar tersenyum pada Cherry yang melongo melihatnya baru datang, gadis itu bahkan tidak berkutik sedikitpun.
Bagaimana bisa seorang Afkar dan Geo yang haus akan kedisiplinan bisa terlambat datang?
Seseorang yang baru melepas helmnya, bersandar pada motor. Rean tersenyum lebar melihat 'musuhnya' datang, ia mengerling jahil.
"Hi Sirkel B. Udah siap dihukum osis bareng gua?"
■ SIRKEL B - END ■
Aku tau ini ending yang ngga seru banget, tapi karena aku pikir udah cukup jadi segini aja.
THANK YOU UDAH BACA, LOVE U GUYS💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Sirkel B [BTS Lokal] ✔
FanfictionSepenggal kisah 7 pemuda yang sering murid SMA Nusa Bangsa sebut 'Sirkel B' Mereka berisik, mereka tidak bisa diam, mereka baik. Penilaian setiap orang tentu berbeda-beda. Bagi mereka, pertemanan menjadi penghilang sepi, pelipur lara, atau sekedar...