Sirkel B - 37

887 139 3
                                    

Davin ada di rumahnya sekarang, memberikan senyum segaris pada pengacara ayahnya yang baru saja menjabat tangannya untuk pamit. Laki-laki seumuran ayahnya itu memintanya bertemu di rumah. Menceritakan banyak hal termasuk perpisahan ayah dan ibunya.

Jika ditanya ia sedih atau tidak, Davin rasa ia akan menjawab keduanya. Ia sedih mimpinya memiliki sebuah keluarga seperti yang seharusnya sudah pupus, tapi ia juga senang karena ayah sudah terbebas dari ibu.

Lagi pula Davin harus sadar, keluarga mereka bahkan tidak pantas disebut keluarga.

Dulu, sebelum Davin ada. Ayah merupakan seorang bodyguard pribadi ibu. Keduanya bisa dibilang cukup akrab. Davin mendengarkan cerita ini dari asisten rumah tangganya yang sudah resign saat dia SMP beberapa tahun silam.

Semuanya masih baik-baik saja, bahkan ibu membiayai sebagian hidup keluarga ayah, termasuk sekolah adik ayah kala itu.

Ibu lahir dengan harta yang berlimpah, dulunya.

Hingga dimana ibu menentang perjodohan yang dilakukan orang tuanya, dengan ayah sebagai tameng dan pasangan pura-pura yang berujung pernikahan asli tanpa cinta.

Dari situ saja Davin tau, semua itu sudah salah. Apalagi saat hari dimana mereka membuat kesalahan yang lebih fatal hingga lahirlah Davin.

Menggunakan kekuasaannya, ibu mengikat ayah dengan kontrak yang membuat laki-laki itu terjerat menjadi suami sekaligus ayah tanpa ia mau.

Ibu berubah menjadi monster untuk ayah, tapi tetap menjadi seorang ibu yang sedikit baik untuknya.

Teh yang sudah mulai mendingin dan sepucuk surat yang ayah tulis untuknya tergeletak di atas meja. Laki-laki itu sudah melepaskan diri, seutuhnya.

Tidak akan ada lagi teriakan ayah, tidak akan ada lagi pukulan ayah, dan tidak akan ada lagi wajah yang selalu menatapnya benci.

Sekalipun ia mungkin tidak lagi diakui sebagai anak, setidaknya Davin berharap ayahnya baik-baik saja di luar sana. Berharap laki-laki itu menemukan kebahagiaannya yang sempat dirampas, juga menjadi orang yang jauh lebih baik.

Davin terkekeh, melipat surat ayahnya dan memasukkan ke kantong celana. "Ayah, bahagia ya."

Mungkin ini akhir keluarganya, hanya akan ada ia yang sendirian dan ibu yang sibuk. Davin tidak lagi berharap akan keluarga, ia juga tidak mau menaruh harapan pada ibu.

Langkahnya ia bawa keluar rumah, memutuskan untuk kembali ke apartemen. Lagi pula, ibu jarang sekali ada di rumah. Wanita itu juga memiliki rumah lain yang Davin tidak tau dimana tempatnya.

"Den Davin.."

Laki-laki berusia 60an menghampirinya, memberikan sebuah surat yang sudah terbuka. Baru ia membaca sekilas, kemarahannya tidak bisa ia bendung.

Surat itu berisi pemberitahuan dari ibunya, yang bilang bahwa rumah ini sudah sepenuhnya milik Davin. Semua gaji pekerja akan tetap ibunya yang tanggung, hanya saja wanita itu tidak akan ada lagi disana. Masalah pemberhentian kerja, semua keputusan sudah ada di tangan Davin.

Bahkan ibunya belum mengatakan apapun padanya, tapi semuanya sudah ditentukan begitu saja. Tanpa ia tahu sedikitpun.

"Pak, tenang aja ya. Kalian semua tetap bekerja disini. Walaupun Davin mungkin jarang pulang, tolong rawat rumah ini. Kalau ibu belum transfer juga buat gaji, kasih tau Davin. Pekerja disini udah tanggung jawab Davin sekarang. "

Setelah berbincang sedikit dengan pak Harun, Davin memilih pergi dari rumah. Bukan ke apartemen, tapi ke tempat dimana dia bisa melampiaskan seluruh keresahan juga rasa marahnya.

Sirkel B [BTS Lokal] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang