Bagi Arka, jam kosong adalah hal paling menyenangkan setiap sekolah. Seperti sekarang, 12 IPA 1 tengah jam kosong karena guru yang mengajar izin tidak masuk dan tidak meninggalkan tugas pada kelas mereka.
Arka mengambil buku yang dipinjamnya pada Afkar di laci meja. Ia menyenggol Afkar dan memberi kode agar mundur karena ia akan lewat.
"Mau kemana?" tanya cowok yang perhatiannya teralih dari buku pada teman sebangkunya itu.
"Ke uks, baca buku sekalian nemenin suster Tyas."
Afkar mengangguk mengerti, ia membuka jalan membiarkan Arka lewat. Kelasnya tidak begitu berisik sekarang, semua orang melakukan kegiatan masing-masing tanpa memancing keributan sesuai intruksinya beberapa saat lalu.
Cuitan burung gereja atau emprit yang Arka tidak bisa membedakan jenisnya itu terdengar hingga koridor kelas. Arka tersenyum melihat burung-burung kecil itu berterbrangan di sekitaran atap sekolah.
Ia berjalan santai menuju UKS. Sebagai anggota PMR, tentu Arka memiliki hak untuk ikut berjaga. Meski SMA Nusa Bangsa tidak mengijinkan anggota PMR memotong jam pelajarannya untuk berjaga di UKS.
"Ada perawat yang berjaga, tidak perlu membebani siswa. Kecuali saat jam kosong atau keadaan darurat."
Begitu kata kepala sekolah yang Arka dengar dua tahun lalu saat baru bergabung dengan PMR di kelas sepuluh.
Langkahnya terhenti di pintu UKS, melihat pada brankar terdekat ada Geo yang baru saja tiduran dan suster Tyas yang akan menyingkap gorden.
"Suster! saya aja yang nutup." Katanya sambil berlari menghampiri.
Suster Tyas kembali ke tempatnya. Seperti yang tadi Arka katakan, ia menutup gorden skat antara satu brankar dengan brankar lain.
"Ngapain kesini."
Arka berdecih mendengar pertanyaan ketus cowok dengan wajah pucat di depannya. Meski sebal, ia tetap mengecek suhu Geo dengan tangannya.
"Agak panas, demam lo?"
"Iya. Jangan bawel, gua mau tidur."
"Tcih, gua keluar nih."
"Bagus."
"Setan. Kenapa bisa demam?"
Geo menghela nafas, sebal juga ditanya saat kepalanya sedang pusing-pusingnya sekarang. Semalam, ia, Pras, dan Rama menemui Agra dan gengnya saat hujan kembali turun diperjalanan. Mereka memberi perhitungan atau lebih tepatnya ancaman pada Agra dan gengnya agar tidak mengganggu Senja. Tidak semudah itu, tapi Geo berusaha sesingkat mungkin mencari sesuatu yang bisa membungkam mereka semua.
Termasuk jejak kriminal yang mereka pernah lakukan. Geo bersyukur Pras masih memiliki koneksi di sirkel balapnya. Setidaknya itu memudahkannya mencari celah. Untuk Audrey, Geo sudah memperingatkan untuk tidak membuat Senja dalam bahaya lagi, dan itu menjadi cara termudah untuk mereka. Audrey dengan gampang menyetujui.
Geo tau, ia tidak memiliki rasa simpati pada Audrey. Tapi setidaknya membuat Agra tidak mengganggu Audrey lagi menjadi cara baginya agar masalah cepat selesai. Meski dia tidak yakin Agra akan menurut untuk hal satu ini.
"Ujan-ujanan. Jangan tanya lagi." Jawabnya setelah lama terdiam.
Melihat kernyitan di dahi Geo, Arka menurut untuk diam dan tidak bertanya kembali. Dari ekspresinya, Geo memang beneran sakit. Ia memilih keluar dan seperti tujuan awalnya, menemani suster Tyas berjaga.
"Halo suster, makin cantik aja."
Suster Tyas tertawa, kembali melanjutkan kegiatan menulisnya.
"Kamu ini bisa aja. Jam kosong ya?"
"Iya sus, kaya hati saya kosong. Suster boleh loh kalo mau isi."
Suster Tyas pura-pura berpikir, menelisik wajah Arka yang menurutnya memang ganteng ini.
"Tapi kata Pras kamu gamon sih, saya ngga mau loh sama seseorang yang belum selesai masa lalunya."
"Pras anying."
"Hahaha."
Keduanya kembali bercanda ringan sebelum terhanyut pada kegiatan masing-masing.
■ SIRKEL B ■
Afkar tersenyum hanya dengan melihat tumbuhan di taman terawat dengan baik, ia menyentuh dedaunan yang menurut Cherry sangat menghayati itu.
Mereka tidak sengaja bertemu di koridor tadi dan mengobrol hingga sampai di taman sekolah, menunggu adzan dhuhur tiba.
Rintik hujan mulai berjatuhan, Afkar menarik Cherry untuk berteduh di depan ruang lab.
"Kaget aku tiba-tiba ujan."
Afkar tertawa kecil, mengangguk mengiyakan. Memang benar, sejak pagi cuaca cerah dan sekarang hujan turun dengan tiba-tiba.
"Kak."
"Ya?"
"Aku beberapa waktu lalu sempet denger, banyak anak cowo yang masih aja ga suka kak ge. Padahal dia udah ngga di osis."
Hujan turun tidak terlalu lebat, Afkar melihat pada rintik yang jatuh tepat di atas tanaman di depannya. Ada rasa tenang dalam dirinya hanya dengan melihat semua itu.
"Geo sama kaya hujan di kepengurusan osis. Buat sebagian orang hujan menyenangkan dan sebagian lainnya mengutuk setiap turunnya."
Afkar melihat ekspresi bingung di wajah Cherry, ia tersenyum. Melepas jaketnya saat fokusnya pada tangan Cherry yang terlihat sedikit gemetar karena dingin. Meski bingung, Cherry tetap menerima jaket yang Afkar berikan.
"Maksud kakak tadi gimana?"
"Buat petani yang menunggu tanamannya diairi, mereka pasti senang menyambut hujan yang turun. Buat pejalan kaki yang mungkin aja mau ke sekolah, kantor, atau tempat lainnya. Hujan menjadi satu hal menyebalkan, karena mereka terhambat dan harus mencari tempat meneduh. Padahal, hujan tetap hujan kan?
Sama halnya kaya Geo, buat anak-anak yang sering dia tangkap, Geo menyebalkan dan beberapa dari mereka jadi ngga suka Geo. Buat anggota osis atau bahkan pembina, Geo membuat mereka senang karena menjalankan tugasnya dengan baik.
Tapi dia tetap Geo yang sama kan? yang berbeda hanya imbas dari bagaimana Geo menjalankan tugasnya. Sama halnya dengan imbas dari hujan yang turun."
Cherry nyengir kuda, jujur dia kurang paham dan masih berusaha menyerna perumpamaan yang Afkar gunakan. Tapi akhirnya hanya mengangguk-angguk.
Dari yang baru saja dia katakan, Afkar merasa ada hal lain yang seharusnya dia ingat. Hujan lebat juga bisa membuat petani kewalahan saat tanaman mereka rusak. Sama halnya dengan Geo saat marah, anak itu bisa melakukan apapun untuk membalas atau bahkan sekedar meluruskan. Terkadang, terlalu berlebihan bagi Afkar.
Suara Adzan terdengar, keduanya bersiap meninggalkan lab dan ancang-ancang untuk berlari menerobos hujan.
Dan sebelum Cherry melangkah, Afkar menahan lengan adik kelasnya itu.
"Ada satu hal yang belum gua sampein ke lo."
"Apa kak?"
Melihat dari dekat wajah Cherry, membuat Afkar tersadar. Mata bulat Cherry, mirip dengan Senja.
"Gua beberapa waktu lalu ngobrol sama Geo. Dia menghindari buat suka cewe yang beda keyakinan. Maaf lancang bilang ini ke lo, gua cuma ngga mau lo nungguin Geo terlalu lama Cher."
Cherry tertawa kaku, "hehe aku niat move on kok. Kakak ngga usah khawatir."
Afkar tau, dia terlalu kejam mengatakan hal barusan. Tapi dia memang tidak ingin membuat adik kelas sebaik Cherry terlalu lama terluka karena menunggu temannya.
"Ya udah, ayo ke masjid."
■ SIRKEL B ■
KAMU SEDANG MEMBACA
Sirkel B [BTS Lokal] ✔
FanfictionSepenggal kisah 7 pemuda yang sering murid SMA Nusa Bangsa sebut 'Sirkel B' Mereka berisik, mereka tidak bisa diam, mereka baik. Penilaian setiap orang tentu berbeda-beda. Bagi mereka, pertemanan menjadi penghilang sepi, pelipur lara, atau sekedar...