"Mau kemana Arka."
Arka berdiri kaku, mendesah dalam hati karena tertangkap basah mengendap-endap menuruni anak tangga. Ia berbalik dan memandang ayahnya malas sekaligus gugup. Sedang tidak ada ide untuk kabur.
"Cari angin yah, Arka gerah di rumah terus akhir-akhir ini."
Ayah menaikkan sebelah alis, dia tau kok anak satu-satunya ini di rumah terus entah semenjak kapan. Dan satu hal, Arka jadi rajin belajar.
"Terus ngapain ngendap-ngendap keluarnya?"
'Ya kan situ yang hobinya nglarang gua keluar, gimana sih.'
"Hehe, biasanya ayah ngga bolehin."
Ayah manggut-manggut, matanya menelisik pakaian yang anaknya kenakan malam ini. Ada sedikit bangga melihat Arka tumbuh dengan baik dan gagah.
"Tumben kamu ga pernah keluar."
Keluar dari topik pembicaraan, Arka menahan diri agar tidak berteriak sekarang.
'GILIRAN GUA MAIN DIKUNTIT MULU SURUH BALIK?'
"Engga yah, lagi males."
Ayah bersandar pada dinding di belakangnya, ponsel yang sedari tadi dipegang ia masukkan ke saku celana.
"Males apa berantem sama temen-temenmu."
"Apa sih yah, kepo."
Arka semakin gerah rasanya, sejak kapan ayahnya menjadi sksd seperti sekarang.
"Kan ayah nebak doang. Ya sudah sana main, nunggu apalagi?"
'NUNGGU SITU NGOMONGNYA KELAR YA BAPAK WINARTA. EMOSI GUA'
"Jangan nyuruh bodyguard ikutin aku tapi ya?!" rengeknya setengah berteriak.
Ayah hanya berdehem dan meninggalkan Arka yang masih berdiri di anak tangga sendirian.
"IH AYAH JADI GIMANA?"
"Ya sudah pergi sana." Jawabnya tanpa menoleh pada Arka. "Bi kopi ya, saya ke perpus." lanjutnya saat berpapasan dengan bi Asti.
"Baik pak."
Ayah berlalu dari hadapan bi Asti, begitu juga Arka yang tersenyum ramah pada bi Asti dan berlari kecil dengan bersenandung ria.
"Nah gini dong adem." Ujar bi Asti melihat ayah dan anak itu.
Semenjak perginya ibu dari rumah, Arka merasa rumahnya tidak sepanas dulu. Mungkin memang perpisahan menjadi jalan terbaik untuk kedua orangtuanya. Ayah juga tidak pernah menyinggung soal ibu. Hanya satu yang masih membuat Arka tidak nyaman, neneknya masih saja mengatakan hal jelek soal ibu setiap main ke rumah.
Memang orang tua satu itu, Arka sangat sebal rasanya.
Dia mengendarai mobil malam ini, sedang malas angin-anginan. Tidak ada tujuan pasti, tapi mendengar kata kopi dari ayah tadi sepertinya ia akan ke jey's cafe sekarang. Memesan secangkir kopi dan merusuh mbak metha bernyanyi.
Lagu we don't talk anymore terputar dari radio yang ia nyalakan, mengingatkannya pada Senja dan Davin. Rasa rindu kembali menelusup ke hatinya, selalu seperti ini selama hampir sebulan belakangan.
Dia rindu Sirkel B.
Arka keluar dari mobil dengan berlari kecil karena gerimis yang turun sedikit lebat, akhir-akhir ini hampir setiap hari hujan turun.
Pintu kafe ia buka, suara familiar yang dia rindukan terdengar seantero kafe. Senja tengah menyanyikan lagu berjudul Never not. Senyumnya mengembang, ia berlari kecil ke tempat dimana bisa melihat stage.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sirkel B [BTS Lokal] ✔
FanfictionSepenggal kisah 7 pemuda yang sering murid SMA Nusa Bangsa sebut 'Sirkel B' Mereka berisik, mereka tidak bisa diam, mereka baik. Penilaian setiap orang tentu berbeda-beda. Bagi mereka, pertemanan menjadi penghilang sepi, pelipur lara, atau sekedar...