23

9.3K 964 208
                                    

Paginya Haechan terbangun dengan keadaan yang tak jauh beda dari kemarin. Namun ada satu perbedaan cukup mencolok pagi ini. Senyuman kecil di bibirnya terbit menyambut pagi di hari yang baru.

Ia menatap kedua orangtuanya yang masih terlelap dan terbuai alam mimpi. Turun dari ranjang secara perlahan, Haechan berjalan memasuki kamar mandi dengan tangan yang aktif mengusap lembut perut buncitnya.

Setelah mencuci mukanya, Haechan meninggalkan kamar dan berjalan menuju dapur. Saat menyalakan lampu dapur, Haechan dikejutkan dengan keberadaan Herin disana.

Tatapan mereka bertemu dan sebuah senyum mengejek di lempar Herin untuk Haechan.

"Bagaimana rasanya tidur diantara kedua orangtuaku Seo Haechan?"

Haechan hanya diam dan tak menyahut. Lebih memilih memanaskan air untuk menyeduh teh paginya.

"Ya ya ya, nikmati saja waktumu sebelum kau hanya tinggal nama dan kenangan. Oh benar, anakku sudah 4 bulan ya? Tolong jaga anakku dengan baik ya selama dia diperutmu."

Haechan menutup mata lalu menghembuskan nafasnya perlahan. Berusaha mengabaika semua ucapan yang Herin lontarkan padanya.

Selesai menyeduh teh, Haechan membawa dirinya menjauh dari dapur lalu menuju taman belakang. Duduk menghadap hamparan bunga yang di tanam sang Mama untuknya. Senyumnya terbit sembari menatap langit cerah dengan tangan yang terus mengusap perutnya.

"Aku sebenarnya ingin sekali kau datang di pernikahanku, bagaimana pun juga kau tetap adikku yah walaupun kau hanya anak angkat. Tapi sayang sekali saat aku menikah kau sudah berada di dalam liang lahatmu."

Senyum Haechan pudar, ia menoleh dan mendapati Herin bersandar di pintu sembari menatapnya. Wanita itu seakan tak pernah habis kata untuk menyakitinya.

"Apa mau mu?"

Herin terkekeh, "Tidak ada, toh semua juga milikku. Papa, Mama, Mark bahkan anak yang ada di perutmu. Mereka semua milikku, hanya milikku."

Haechan terdiam dengan perasaan yang mulai tak bisa ia jelaskan. Matanya menatap lurus Herin yang tersenyum begitu lebar.

"Lihat dirimu Haechan. Kau sudah dibuang dari kau lahir. Lalu kau diambil dan dirawat hanya untuk dijadikan tumbal sumpah masa lalu. Kau hanya makhluk lemah yang bermanfaat dan kami memanfaatkan itu semua. Yah paling tidak itu menjadikan hidupmu lebih berguna, iya bukan?"

Herin tertawa puas sementara Haechan meremat celana panjangnya kuat. Kata-kata Herin melukainya teramat dalam.

"Kak--"

"Haechan masih jauh lebih baik dibandingkan dirimu. Pendidikanmu jauh diatas dia dan kau bilang pergaulanmu lebih baik dibandingkan dia. Tapi lihat apa yang kau lakukan sekarang. Melemparkan kata-kata yang seharusnya tak keluar dari mulut seorang wanita yang berpendidikan. Haechan tak bisa dibandingkan dengan dirimu. Kau bahkan tidak bisa mencapai kualifikasi untuk menjadi salah satu dari orang yang bisa menandinginya."

"Mark hyung."

Mark menyunggingkan satu senyum lembut untuk Haechan lalu berjalan menghampiri kekasih hatinya itu. Mengabaikan Herin yang kini mengepalkan tangannya penuh emosi dan meninggalkan tempatnya berdiri.

Haechan menatap Mark yang kini bersimpuh dihadapanya. Senyum Mark masih disana ketika kedua tangan lelaki itu menggenggam lembut tangan Haechan.

"Halo sayang, apa kabar kalian? Aku harap kalian berdua baik-baik saja."

Mata Haechan bergerak gelisah membuat Mark menatapnya semakin dalam, "Sayang, kau baik?"

"Hyung...."

"Ya sayang?"

"Kenapa aku sungguh ingin memelukmu sekarang? Bisakah...bisakah....."

Ucapan Haechan terpotong saat dekapan hangat Mark ia rasakan. Haechan memejamkan matanya dan menyembunyikan wajahnya pada pundak lebar sang suami.

"Maafkan aku yang bodoh ini hyung."

Mark mengeratkan pelukannya dengan tangan yang mengusap lembut rambut Haechan, "Kau selalu mendapatkan maaf dariku. Jadi, sudah mau mendengarkan hyung?"

Haechan mengangguk dengan ragu, "Apa aku akan sakit nantinya?"

"Iya, tapi tak apa. Nanti sakitnya kita bagi ya. Jangan khawatirkan apapun. Ingat, kamu tidak sendiri untuk menghadapi dunia yang kejam ini. Ada hyung--"

"Ada Injun juga!!!!"

Mark dan Haechan tertawa kecil saat suara ceria sang anak terdengar. Ingin marah namun tak sanggup saat si kecil berlari dengan membawa boneka kesayangannya.

"Injun juga mau peluk Mama, Papa minggir dulu hush huuuush!!"

Mark melepaskan pelukannya namun tetap berada di dekat Haechan. Lelaki itu menatap Renjun yang berusaha menjauhkan ia dari Haechan.

"Tidak bisa, kan Injun sudah memeluk Mama kemarin."

"Mana ada!!!! Itu sudah kemarin-kemarinnya Papa!! Ihh Papa nih masa tidak mau mengalah sama anak!"

Haechan terkekeh lalu memeluk Renjun, "Gemasnya anak Mama, sehat sayang?"

"Eum!! Mam banyak, Mama sama dedek mam juga?"

"Iya, makannya banyak kok. Aduh kesayangan Mama~"

Haechan memeluk Renjun erat yang dibalas tak kalah erat oleh sang anak. Sementara Mark menatap kesayangannya dengan senyum lebar yang enggan pergi dari wajahnya.

"Sebentar lagi, bertahan dan berjuang sebentar lagi Haechan-ahh."


********
Hai, 8 bulan sudah cerita ini gak update. Setelah bertapa(?) seminggu terakhir, aku memutuskan buat fokus di cerita ini sebelum ke cerita yang lain.

Tinggal beberapa chapter sebelum berpisah dengan buku ini. Dan rencananya buku ini akan ada versi pdfnya, doakan saja semoga jadi. Masih aku jadikan pertimbangan.

Last, see you again guys!!!💚

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 29, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sampai Aku Menutup Mata [MarkHyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang