Haechan termenung di sore hari setelah selesai menyiramin tanaman di halaman depan rumahnya. Duduk di kursi yang ia dan Mark sengaja letakkan diteras depan rumah, Haechan kembali mengingat kejadian beberapa saat yang lalu.
Sang Mama dan Papa baru saja datang berkunjung dan membawakannya berbagai macam makanan sehat dengan segudang nasihat agar dirinya bisa menjaga kesehatannya.
Haechan hanya bisa mengangguk dan tersenyum pada orangtuanya yang gagal menyembunyikan rasa panik mereka diantara rasa bahagia yang coba mereka tunjukkan.
Haechan menghela nafas lalu mengelus perutnya lembut, "Kkuma, apa yang harus Mama lakukan?"
Haechan kembali tenggelam pada lamunannya dan tersadar ketika satu usapan lembut pada pipinya membuatnya terkejut. Ada Mark yang telah berjongkok di depannya dengan senyum lembut.
"Apa yang membuat calon Mama ini melamun di sore hari hum?"
Haechan tak bisa menahan senyumnya, "Maaf ya calon Papa, tadi aku sedikit berfikir saja."
"Sampai tidak sadar aku telah tiba?"
Haechan tertawa lalu memberikan satu kecupan manis pada pipi Mark, "Selamat datang kembali dirumah Papa."
Mark tak pernah tau ternyata ia bisa bertekuk lutut pada pesona yang dimiliki sang istri hingga pada titik ini. Mark mengusap kepala Haechan lembut.
"Ayo masuk lalu bersiap, kita jalan-jalan ya?"
Haechan tersenyum lalu mengangguk semangat. Menurut dengan patuh saat sang suami menarik lembut tangannya untuk masuk ke dalam rumah dan bersiap untuk pergi.
.
.
.
Hari-hari dilewati Mark dan Haechan dengan tenang. Mereka memutuskan untuk menikmati waktu sembari berusaha dan terus berdoa pada Tuhan untuk kebahagian mereka.
Hari ini genap 3 bulan sang calon bayi bergelung nyaman dan tumbuh dalam rahim sang Bunda. Dan Haechan mulai merasakan anaknya secara fisik melalui perutnya yang semakin membesar dari waktu ke waktu.
Bohong jika Haechan mengatakan ia tak takut karena nyatanya Haechan sungguh takut. Bukan kematiannya yang ia takutkan. Yang ia takutkan adalah masa dimana sang anak nanti akan tumbuh tanpa campur tangannya dan itu akan membuatnya sedih bukan main.
Haechan benar-benar menjaga pola makannya dengan baik dan menuruti semua perkataan Mark, orangtuanya maupun orangtua Mark.
Mengenai orangtua mereka, Doyoung menangis histeris saat ia diberitau bahwa Haechan telah mengetahui semuanya. Dan untuk pertamakali juga Haechan melihat panutannya menangis dihadapannya. Iya, sang Papa menangis tersedu dan bersimpuh di hadapan Haechan.
Bersumpah bahwa ia mencintai dan menyayangi Haechan sama besar dengan Herin. Tak ada yang berbeda, semua sama bahkan jika ia di ingatkan beribu kali jika Haechan bukanlah anaknya.
Dan untuk dua hari selanjutnya, Mark harus rela tidur sendiri karena sang istri lebih memilih tidur bersama orangtuanya. Tapi tak apa, Mark rela karena ia paham bagaimana perasaan keluarga sang istri.
Mark terbangun dipagi hari dan melihat istrinya yang masih bergelung nyaman pada rengkuhannya. Mark tersenyum tipis dan memberikan satu kecupan manis pada dahi sang istri.
Dengan perlahan Mark melepas rengkuhannya dan meninggalkan Haechan yang masih tertidur pulas. Lelaki tampan itu membasuh muka dan menyikat giginya lalu segera menuju dapur.
Memasak air lalu memanggang roti. Saat ia sedang mengaduk susu untuk Haechan, ia merasakan rengkuhan sang istri dari balik punggungnya. Mark tersenyum lalu membalik tubunya dan mendekap erat sang istri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Aku Menutup Mata [MarkHyuck]
Short StoryJudul lain: "Takdirku" Kau adalah bulan dan bumiku disaat aku menjadi langit dan mataharimu. Maka biarlah untain takdir menuntun kita pada benang merah kehidupan cinta abadi. MarkHyuck [Mark X Donghyuck/Haechan] BxB AU Inspirasi: Drama Korea "Bride...