Haechan dalam diam melakukan penghormatan pada leluhur Mark. Berdiri dengan tenang disamping pria tampan yang tengah mengatupkan tangan di dada, menyampaikan doa pada yang kuasa agar meringankan dosa para leluhurnya.
Mereka saling tatap sejenak dan saling melempar senyum kala Mark telah selesai dengan doanya. Mark membimbing Haechan untuk keluar dari kuil kecil yang memang dikhususkan sebagai tempat para peziarah berdoa untuk mereka yang telah mendahului.
"Setelah ini kita akan kemana?"
Haechan bertanya pada Mark sembari mereka berjalan menuju mobil yang terparkir tak jauh dari sana. Mark tersenyum tipis lalu menatap Haechan yang berjalan di sampingnya.
"Jika kau tak keberatan, bagaimana dengan berkunjung kerumah kita lagi?"
Haechan terdiam sejenak, lalu menatap Mark yang kini mengeluarkan kunci mobil dari sakunya.
"Mark!"
"Ya?"
"Dapurnya bisa dipakai?"
Anggukan Mark membuat Haechan tersenyum.
"Nanti mampir ke supermarket sebentar tak apakan?"
.
.
.
Mark menatap punggung Haechan yang kini tengah memasak dalam diam. Hanya masakan sederhana, spageti dengan tambahan daging panggang. Tapi Mark sudah tak sabar menyicipinya.
Jadi saat Haechan mematikan kompor dan memindahkan makanan ke piring, Mark segera bangkit untuk membantunya. Mereka saling melempar senyum tipis lalu melangkah menuju meja makan.
"Terimakasih Mark."
Mark kembali tersenyum seraya menggelengkan kepalanya pelan, "Jangan sungkan. Kalau kau aku bisa membantu dan kau memang membutuhkan pertolongan panggil saja aku."
Haechan tersenyum lalu mengangguk. Mereka mulai memakan makan siang sangat terlambat mereka mengingat ini sudah pukul 4 lewat, namun terlalu awal untuk disebut makan malam.
Mark kembali menatap Haechan kemudian berdehem pelan untuk kembali menarik atensi Haechan. Haechan menatap Mark penuh tanya.
"Setelah ini aku akan mengatakan sesuatu."
Meskipun penasaran, Haechan hanya memberikan anggukan dan senyuman tipis pada Mark.
"Baiklah, selesaikan makanmu terlebih dahulu.
.
.
.
"Aku menyukaimu."
"Ya?"
Haechan tak bisa menahan rasa terkejutnya saat Mark mengatakan perasaanya di teras belakang rumah mereka. Haechan menatap Mark yang kini juga menatap dirinya. Ada kesungguhan di mata itu dan Haechan akan mengakuinya dengan senang hati.
Mark meraih kedua telapak tangan Haechan untuk ia genggam. Matanya menatap dalam pada Haechan. Seakan mengatakan bahwa ia tak bermain-main dengan ucapannya.
"Aku menyukaimu atau bahkan kau sudah memiliki hatiku sekarang."
"Tapi kau tau kan Mark, ini perjodohan untuk bisnis."
Rasanya Mark ingin berteriak bahwa pernikahan mereka bukan karena hal menjijikan seperti itu. Tapi Mark tak mau kehilangan Haechan. Dan ia ingin berjuang demi dirinya dan Haechan.
"Lalu mari kita buat pernikahan kita berdasar cinta."
Haechan menatap Mark tak percaya. Matanya berkaca-kaca, hatinya terketuk saat mendengar ucapan penuh keyakinan pria di depannya.
"Kau yakin?"
Saat pertanyaan itu terlontar, Mark segera mengangguk dan mengeluarkan kotak kecil berwarna hitam dari sakunya. Mark membuka kotak itu dan mengambil isinya.
Sebuah kalung indah menyapa pengelihatan Haechan. Ia hanya mampu terdiam saat Mark memakaikannya kalung itu lalu menangkup wajahnya dengan kedua telapak hangat pria itu.
Mereka kembali bertatapan sebelum Mark mengecup lembut dahinya. Mata keduanya terpejam, menikmati saat-saat syahdu yang terjadi diantara keduanya.
Mark menarik dirinya untuk kembali bertatapan dengan manik indah Haechan. Mark menyatukan dahi mereka lalu menggesekkan hidung mereka pelan.
"Mari kita simpan ciuman pertama kita dihadapan Tuhan, kau bersedia bukan pengantinku?"
Haechan tak mampu menjawab, ia hanya menganggukkan kepalanya dengan senyum manis terulas pada bibirnya.
"Mari saling mencintai dan menjaga hingga semesta memutuskan bahwa kita tak harus lagi bersama. Kau, aku dan anak-anak kita kelak. Mari kita bahagia bersama."
"Ya Mark, mari kita bahagia bersama."
.
.
.
Tautan tangan mereka enggan terlepas walaupun kini mobil Mark telah terparkir di depan kediaman Haechan. Mereka saling melempar senyum tipis.
"Haruskah kita menikah sekarang saja?"
Haechan tertawa pelan mendengar pertanyaan Mark. Ia menggelengkan kepalanya pelan lalu menarik tangannya yang di genggam Mark.
"Mari bertemu dua hari lagi."
"Di altar?"
"Iya, di altar."
Mark tersenyum lalu membiarkan sang kekasih hati memasuki rumahnya. Senyum itu belum luntur, Mark menatap jauh ke depan.
"Dengan setulus hati aku memohon, izinkan aku dan Haechan berbahagia."
.
.
.
"Mama!!"
Doyoung menoleh dan mendapati wajah penuh binar dari sang anak. Doyoung ikut tersenyum dibuatnya, ia memeluk putranya erat sebelum memberi kecupan di pipi kanan Haechan.
"Sedang bahagia?"
"Melihat Mama selalu membuatku bahagia!"
Doyoung menatap putranya jahil, "Eii~ Coba ceritakan, apa yang dilakukan Mark Jung hingga membuat putra manis Mama bahagia seperti ini hmm?"
Haechan tertawa lalu menatap Mamanya, "Banyak. Tapi aku lebih bahagia lagi jika bersama Mama, Papa dan Kak Herin. Uhh aku jadi rindu digendong di pundak Papa dan berlari di halaman belakang."
Doyoung tersenyum, "Tidak bisa sayang, yang ada Papa malah akan patah tulang!"
"Sudah tua ya Ma?"
"Iya--"
"Siapa bilang Papa tidak kuat? Besok Papa gendong calon pengantin ini berlari mengelilingi taman belakang!"
Haechan tersenyum cerah lalu berlari untuk memeluk sang Papa.
"Sayang Papa!!"
Johnny menepuk pucuk kepala Haechan pelan. Lalu menatap istrinya yang kini membuang muka, tak ingin memandang kearahnya. Johnny menghela nafas pelan.
"Sayang, sekarang mandi dan istirahat. Ingin Papa buatkan makan malam?"
Haechan menggelengkan kepalanya lalu menarik diri dari pelukan Johnny.
"Aku akan istirahat saja, Mama dan Papa juga segera istirahat. Aku tidak ingin kalian sakit. Dan Papa, ingat janjinya! Aku ke kamar dulu, selamat malam~"
Haechan berjalan meninggalkan kedua orangtuanya yang dilanda keheningan. Doyoung menghela nafas kasar lalu meninggalkan Johnny.
Johnny mengusap wajahnya pelan lalu menatap foto Haechan yang terpajang di dinding. Tersenyum secerah matahari dan terasa hangat hingga menyentuh hatinya.
"Papa sangat menyayangimu Haechannie."
******
Pokoknya aku minta maaf, butuh waktu untuk aku meneguhkan kembali hatiku buat tetep konsisten di konsep dan alur awal yang ada di otakku waktu itu.
Omong-omong, ada yang bikin kalian baper gak di chapter ini?
![](https://img.wattpad.com/cover/221701090-288-k432959.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Aku Menutup Mata [MarkHyuck]
Cerita PendekJudul lain: "Takdirku" Kau adalah bulan dan bumiku disaat aku menjadi langit dan mataharimu. Maka biarlah untain takdir menuntun kita pada benang merah kehidupan cinta abadi. MarkHyuck [Mark X Donghyuck/Haechan] BxB AU Inspirasi: Drama Korea "Bride...