🧁╏ salah mendarat

7 3 0
                                    

•••

Karena insiden kemarin, Nayoung benar-benar marah dibuatnya. Dia bahkan tak ingin bertemu Wonjin, perasaan malu dan kesal selalu ada saat cowok itu muncul didekatnya.

Di kelas, Wonjin tampak terus memperhatikan Nayoung dengan perasaan bersalah. Lalu, dia mengeluarkan ponsel, dan kemudian mulai mengirimkan pesan pada gadis itu.

mbak crush 😈❤️

Nay, jgn marah :( gw ga sngja kmrn |
maafin ya 🥺|
Nayoung ihh |
ya, ya? pls 🥺👉👈|
nanti gw traktir boba lgi |

Wonjin mengerucutkan bibirnya saat Nayoung terlihat sama sekali tak berniat membuka ponselnya, bahkan membaca pesannya. Dia menjatuhkan kepalanya di atas meja, semangat mengikuti kelas benar-benar sudah menguap sekarang.

“Ih, kok Nayoung ngambeknya awet sih.” gumam Wonjin mengeluh, sambil terus memperhatikan Nayoung yang terlihat tenang menyimak penjelasan guru.

“Ham Wonjin!” bahkan suara guru yang mengajar memanggil namanya, tak membuat mood-nya berubah. Dia dengan lesu mengangkat kembali kepalanya.

“Kamu dari tadi gak merhatiin saya?” tanya Bu Suzy.

“Tapi doi saya lebih menarik perhatian, Bu.” jawab cowok itu tak bersemangat. Lihat, bahkan ketika tak bersemangat pun dia masih bisa membahas tentang Nayoung.

“Kurang ajar! Keluar dari kelas saya, sekarang!” amuk Bu Suzy, membuat Wonjin menurut.

Dia melihat ke arah Nayoung sebentar, tapi gadis itu tampak tak berniat melihatnya karena sibuk melihat catatan di buku.

•••

“Bolos mapel terakhir, yuk.”

Hyewon terkejut mendengar ajakan Nayoung, untuk pertama kalinya gadis itu mengajaknya membolos. Dia tidak salah dengar, 'kan?

“Lo pasti demam, Nay. Jadi, gue maklumi.” ucap Hyewon, membuat Nayoung berdecak karena bukan itu jawaban yang ia harapkan.

“Gak asik, ah.” gerutu Nayoung pelan.

“Mau jadi nakal lo?” tanya Hyewon.

Nayoung berdecak pelan. “Bolos satu kali gak langsung jadi nakal kali. Gue cuma pusing, lo tau sendiri mapel terkahir kita kimia.”

“Lo aja deh, gue males.” sahut Hyewon, membuat Nayoung mengerucutkan bibirnya. Memang salah Nayoung ngajak Hyewon bolos.

“Ih, ya udah.” putus Nayoung, membuat Hyewon menganga. Temen sebangkunya itu gak beneran bolos, 'kan?

Jam istirahat kedua, Nayoung mengambil kesempatan itu untuk pergi membawa tasnya diam-diam karena keadaan kelas sepi di jam istirahat. Di koridor yang ramai juga, tak ada yang menyadari gadis itu karena dia bertingkah seolah-olah sibuk mencari barang yang ada di tasnya. Sampai akhirnya gadis itu sampai di toilet perempuan.

Dia bersembunyi di sana sampai jam masuk mapel terakhir terdengar. “Gila, beneran bolos gue.” gumamnya, sambil terkekeh geli.

Beberapa saat berlalu, setelah ia rasa keadaan sudah sepi dan aman. Nayoung langsung saja keluar dari toilet sambil memeluk tasnya di depan, lalu mulai berjalan menuju halaman belakang sekolah yang biasa dijadikan tempat bolos.

Di halaman sekolah, terdapat gudang penyimpanan kursi dan meja yang sudah tak terpakai. Jadi, gadis itu mencoba menumpuk beberapa kursi untuk bisa naik melewati tembok pembatas yang lumayan tinggi itu.

Dia mencoba naik, dan mencapai atas tembok, tapi tak bisa. Suara decakan terdengar kesal, gadis itu tampak berjinjit tapi naas, kursi yang ia pijak terlepas dari tempatnya.

Nayoung menutup matanya saat kakinya tak lagi berpijak pada sesuatu, tapi setelahnya ia membuka mata karena tak merasakan kerasnya aspal. “Wonjin?” lirih gadis itu bertanya-tanya saat seseorang yang ia kenal kini ada di hadapannya.

Nayoung tersadar, dia berdecak sebentar. “Sial, gue salah mendarat.” gerutunya.

“Kalo mau bolos, ajak gue dong.”

•••

“Wonjin, diem ih!”

Wonjin memejamkan matanya, merasakan bokong Nayoung yang bergerak kecil di depannya, membuatnya tak fokus.

Di sebuah tempat persegi yang sempit, mereka memilih persembunyian setelah kepergok bolos oleh guru BK bolos.

“Kapan perginya sih tu guru.” gerutu Wonjin sambil terus mencoba memundurkan dirinya, padahal dia tahu sudah mentok.

“Jangan mundur-mundur dong, Nay.” bisik Wonjin setengah frustasi tapi Nayoung terlihat tak mendengar karena terlalu fokus melihat keluar untuk memastikan guru mereka.

Nayoung mengayunkan sikunya ke belakang, membuat Wonjin meringis kecil. “Dibilang diem!” ujarnya setengah berbisik.

Saat sudah yakin dengan kepergian sang guru, Nayoung membuka pintu tempat tersebut lalu keluar diiringi Wonjin.

“Gila, untung kuat iman gue, jadi gak bangun Oji.” gumam Wonjin lega.

Nayoung celingak-celinguk untuk memastikan, setelah ia rasa aman, dia kembali berjalan. “Lo kecil-kecil pembangkit pusaka ya, Nay.” kata Wonjin.

Nayoung kembali memakai tasnya setelah lama ia peluk di depan. “Maksud lo?” tanya Nayoung tak mengerti.

Wonjin tersenyum kikuk. “Gak jadi.”

“Lo boleh pergi, btw makasih udah bantuin bolos.” ucap Nayoung.

Wonjin tersenyum samar. “Gak gratis.”

Tiba-tiba Nayoung mengangkat telapak tangannya, merasakan rintik-rintik air yang mulai turun dengan derasnya. “Hujan,” gadis itu mendongak merasakan wajahnya yang kini dijatuhi ribuan rintik air.

Wonjin melihat ke arah gadis itu, dia tersenyum kecil melihat reaksi senang Nayoung saat hujan turun membasahi wajahnya.

“Makin deras, Nay. Ke rumah gue dulu, yuk. Ngeringin seragam lo.”

“Emang rumah lo deket sini?” tanya Nayoung.

Wonjin mengangguk. “Kalo langsung pulang, lo bisa basah kuyup.”

Nayoung mengangguk. Lagi pun angin yang berhembus membuatnya menggigil, tapi perasaan bahagia saat hujan turun tak berkurang. Gadis itu dengan langkah ringan, melangkah lebih dulu sembari menginjak beberapa genangan air yang ia lihat, membuat Wonjin yang berada disekitarnya terkena cipratannya.

Wonjin tak bisa memprotes saat melihat raut bahagia gadis yang ia sukai, kini tampak memamerkan tawa bahagianya.

•••

Dear Wonjin | Ham WonjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang