Chapter 4 - "Aku memang menginginkanmu. Salah?" W.A.R

89 7 0
                                    

Baru tiga jam yang lalu rasanya mataku terpejam tapi Lili sudah menelphoneku agar bersiap-siap, kami harus berangkat ke bandara setengah jam lagi. Ahh.. mataku masih terkantuk-kantuk saat membasuh tubuhku di bawah air dingin, mengenakan pakaianku, untungnya koper telah kusiapkan jauh-jauh hari karena aku tahu tak akan ada banyak waktu yang tersisa bila aku mengejar target pekerjaanku sehingga aku bisa meninggalkan rumah sakit dengan tenang selama empat hari di desa.

Namun karena masih terkantuk-kantuk akupun tertidur di pesawat, melewatkan kesempatan untuk memperhatikan wajah gadis yang duduk di sampingku. Majalah yang kucoba untuk baca tidak juga sanggup untuk mencegah mataku terpejam, ketika akhirnya aku menyerah dan tertidur, rasanya baru satu menit tidurku nyenyak Camelia telah mendorong tubuhku agar aku terbangun. Apakah kami sudah sampai?

"Bangun. Sebentar lagi pesawatnya mendarat," katanya kesal.

Kukijapkan mataku, mata ini masih berat, aku rasa sehari penuh tidur barulah mungkin mataku akan terbuka lebar. Namun demikian demi melihat pemandangan di depanku, aku rasa aku bisa menahan rasa kantuk ini sampai beberapa lama, sampai kami tiba di rumah dan aku akan tertidur dengan lelap seharian.

Kuperhatikan gadis yang duduk di sampingku ini, dia membuatku berdecak kecil dengan tingkahnya. Dia terlihat sangat tak nyaman berada di sampingku. Tentu saja.. Dia pasti masih teringat dengan apa yang terjadi terakhir kali kami duduk berdampingan seperti ini.

"Kenapa sih? Lagi PMS?" aku bertanya hanya untuk mengganggunya, dia begitu menarik untuk digoda.

"Ihh!! Apa sih pertanyaanmu, gak sopan banget," jawabnya. Haha.. Dia sungguh menarik.. Ah..

Kulihat dia bersedekap, apakah dia kedinginan? Wajahnya yang merengut membuatku gemas setengah mati.

"Yah, gitu aja kesel. Kalau kesel cantiknya ilang lho..." sengaja kuperlihatkan senyum terbaikku, senyum yang biasanya mampu meluluhkan wanita-wanita remaja, muda bahkan ibu-ibu sekalipun, tak mungkin dia tak akan luluh kan? Kecuali hatinya sekeras batu.

Dan seperti anak kecil yang sedang ngambek, jawabannya pun mencerminkan sifatnya yang masih kekanak-kanakan dan anehnya aku menyukai sifatnya yang seperti ini.

"Bodok!!" dia semakin kesal padaku rupanya.

Ah.. Gadis kecil kalau kau terus seperti ini, kau akan membuat kita malu karena aku sangat ingin membukam mulut nakalmu itu saat ini juga. Alih-alih aku hanya bisa menarik tanganmu dan menguasainya. Kini jari-jari tangan kami saling bertautan, dia mengancamku dengan mengatakan kalau dia akan berteriak bila tak kulepaskan tangannya. Ha? Aku tak takut cantik.. Bila kau berteriak mungkin saat itu juga aku akan menciummu..

"Teriak aja, paling kau malu sendiri," jawabku akhirnya, dengan wajah tanpa dosa dan tawa kemenangan.

Dia tak meladeni godaanku lagi, tangan Camelia begitu dingin, nampaknya pendingin udara terlalu kencang, tapi bukankah ini merupakan suatu jalan bagiku untuk lebih memberikan perhatian untuknya? Kucium punggung tangan Camelia lembut, ah.. aku merindukan aroma tubuh gadis ini, saat kami berciuman, saat bibirku menguasai lehernya.. sshhh..

Kuremas tangan gadis ini di atas pahaku, aku ingin menyebarkan kehangatan tubuhku padanya, tangannya pasti kesemutan bila terlalu lama terkena pendingin. Dia tak beraksi, dia telah pasrah padaku, dibiarkannya begitu saja tangannya dalam genggamanku, sungguh hari yang cukup menyenangkan pagi ini bisa menggenggam tangannya seperti ini, andai bisa kulakukan sepanjang hari.

Terbuai dengan kedekatan kami, aku cukup merasa kehilangan ketika dia menghempaskan tanganku sembari protes dengan sebal. Dengan setengah terpaksa kulepaskan genggamanku, lain kali.. mungkin lain kali aku bisa menggenggam tangannya lagi.

Namaku Cong?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang