Chapter 9

54 7 0
                                    


"Gadis dengan bermacam-macam sifat dan karakter tidak selalu memunculkan sifat yang sama di atas ranjang."W.A.R 


Saat ini aku sedang mengikuti seminar di sebuah ballroom hotel bintang lima di Jakarta Pusat, aku khusus datang sebagai pembicara, biasanya memang seperti inilah pekerjaanku selain membedah pasien dan membuka praktek. Terkadang juga aku diundang untuk memberikan sedikit ceramah pada fakultas-fakultas kedokteran baik di Indonesia maupun di luar negeri.

Setelah acara presentasi yang memakan waktu tak kurang dari lima jam, akhirnya waktu rehat tiba. Ketua panitia mengajakku duduk di meja yang telah disiapkan untuk kami. Untuk menghormati rekan-rekan lain, aku terpaksa menunda keinginanku untuk makan, karena hampir setiap menit ada saja rekan sesama dokter yang bersilaturahmi menyalami tanganku. Ahh.. sungguh aku sangat lapar, aku mungkin bisa menelan seekor sapi saat ini bila hingga lima menit lagi mereka tak kunjung berhenti mendatangiku.

Nampaknya ketua panitia melihat keenggananku, diapun dengan sopan menghalau orang-orang itu dan membawaku ke tempat duduk, bahkan meminta maaf atas nama mereka. Yahh.. aku tak bisa menyalahkan siapa-siapa, begitulah resikonya menjadi orang terkenal, aku harus siap memasang wajah ramah dan tersenyum setiap saat, bukannya wajah yang kupasang adalah bohong, namun ada kalanya aku ingin memasang wajah kelelahan, karena itulah yang kurasakan sekarang. Dua hari lagi aku sudah harus kembali, ternyata perlu tiga minggu yang panjang untuk membereskan semua urusanku disini, semoga tak ada urusan lain lagi yang membuat kunjunganku ke Jakarta lebih lama dari yang kuinginkan.

Acara makan siang berjalan cukup lambat, dilanjutkan dengan minum kopi dan sambutan-sambutan dan hiburan dari panitia, waktu yang luang ini digunakan rekan-rekan dokter untuk mendekatiku, untungnya mereka ikut duduk di samping dan bukan memintaku untuk berdiri, rasanya sudah cukup kakiku berdiri sejak pagi.

"Dok, kenalkan dokter Ardian, anak dari Prof. Suherman, dan istrinya." Ketua panitia memanggilku ditengah-tengah pembicaraanku dengan seorang dokter kenalan lamaku. Dokter Ardian? Aku belum pernah mendengarnya, namun ayahnya adalah bekas guru besar yang mengetesku saat mencari gelar Doktorku dulu.

Dokter Ardian, kira-kira usianya empat puluh tahun, bila melihat kecemerlangan ayahnya, semestinya dia sudah menjadi seorang dokter spesialis sekarang, namun aku tak bisa memakai ukuran hal itu untuk menilai seseorang tentunya, dirimu adalah dirimu, bukan cerminan orang tuamu atau orang lain.

Dokter Ardian menjabat tanganku dengan hormat, bahkan kulihat punggungnya sedikit membungkuk, ahh.. memang awal-awal mendapat perlakuan seperti ini membuatku tak enak pada rekan sejawat, namun karena sudah lima tahun lebih menekuni profesi ini akhirnya aku terbiasa juga. Dibelakangnya berdiri istrinya yang kemudian mengulurkan tangannya padaku.

Meskipun aku kaget setengah mati, namun aku mencoba memasang wajah datar agar orang-orang di sampingku tak mengetahui isi hatiku sekarang. Rahangku mengeras demi melihat siapa wanita yang menjadi istri dokter Ardian ini. Clara, mantan cinta pertamaku yang telah menghancurkan pandanganku akan cinta. Shit!!

Aku tak berbicara menyambut jabatan tangan mereka, hanya senyum netral yang coba kuberikan, ahhh.. di saat-saat aku harus kembali kenapa justru harus bertemu dengan orang yang paling tak ingin kutemui? Kenangan masa lalu akan hubungan kami kembali terngiang di kepalaku, meski aku tak tahu alasan sesungguhnya mengapa Clara meninggalkanku, namun rasanya bila berpikir dia tak mencintaiku terlalu mengecilkan arti hubungan kami selama empat tahun itu.

Kami memiliki masa empat tahun yang manis, jarang sekali pertengkaran yang terjadi, aku memang tak suka mengumbar kemarahanku, aku lebih banyak mengalah dan tak mempermasalahkan segala rengekan Clara, kepalaku sudah hampir penuh dengan masalah pekerjaan dan kuliah, apapun yang dia inginkan, selalu kuturuti. Tapi mengetahui dengan itu semua bahkan tak mampu untuk membuatnya setia padaku, aku harus memeras otakku, berpikir apa alasan dia meninggalkanku dengan begitu kejam, di saat-saat kelulusanku.

Namaku Cong?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang