Chapter 6

75 7 1
                                    

"Salahkah bila kukatakan aku tertarik padamu saat pertama melihat fotomu? Cinta bisa datang darimana saja,kan?" W.A.R


Hari ini aku terbangun dengan semangat penuh, aku akan pergi ke sungai bersama anak-anak tetangga dan Camelia, anggaplah ini sebagai kencan pertama kami, walau dia akan menolak hal itu mentah-mentah. Hah.. pukul enam tepat kubangunkan dia dengan sebuah kecupan di pipi, dia tak terbangun juga.. ahh.. yah.. mungkin kurang keras? Haha lebih baik aku tidak bermain dengan keberuntunganku, aku tak ingin dia berteriak dan menamparku lagi.

Akhirnya dia terbangun juga setelah kugoyang-goyangkan kakinya, tanpa perlawanan dia mengikutiku berjalan dengan terhuyung-huyung. Dia masih terkantuk-kantuk saat kami tiba di sungai. Dengan sengaja kulempar tubuhnya ke dalam air yang mengalir, benar saja dia langsung berteriak kesal padaku. Melempari tubuhku dengan air dan kami semua basah kuyup. Anak-anak kecil itupun ikut bergabung, pagi yang cukup menyenangkan disini. Air sungai begitu segar, aku rasa tetap aman meski tanpa sengaja air ini terminum olehku, aku tak akan takut sakit perut karenanya.

Kuperhatikan Camelia begitu senang bisa menghabiskan waktu dengan anak-anak ini, dia bermain dengan riang seolah tak ada beban dalam hatinya. Ya, seharusnya seperti itu, nikmati masa mudamu, karena suatu saat nanti saat semua masalah hidup menerpamu, kau tak akan bisa bersenang-senang seperti ini lagi. Haahh.. semakin tua usiamu maka semakin besarlah tanggung jawabmu, bekerja bukan hanya untuk mencari penghasilan, atau bahkan mencari sesuatu untuk dikerjakan, tapi bekerja juga adalah belajar untuk bertanggung jawab.

Bila seseorang telah memutuskan untuk membuat suatu komitmen dalam hidupnya, baik itu pekerjaan atau hidup berumah tangga, maka dia harus mencurahkan segenap hatinya pada hal itu. Lalu berusaha bekerja dengan baik menjalankan tanggung jawabnya, maka niscaya semua pekerjaan akan selesai dengan baik. Itulah yang selalu kulakukan dalam setiap pekerjaanku, bahkan kini.. aku rasa aku telah berkomitmen untuk membuat gadis ini menjadi milikku.

Apakah aku harus meminta izin dulu pada Koh Franz? Aku tak tahu bila dia akan menerimaku atau tidak, Koh Franz tahu mengenai masa laluku, dan dia tidak merasa perlu tahu lebih banyak lagi tentang diriku yang sebenarnya. Dulu memang aku tak perduli dengan pandangan kakak iparku ini terhadap hidupku, namun ketika semua telah berbeda, ketika satu-satunya cara agar aku bisa berhubungan dengan Camelia selain membuatnya jatuh cinta padaku adalah memohon restu dari kedua orang tuanya. Terutama dari ayahnya..

"Fiuhh.. Itu adalah pekerjaan yang sangat berat pastinya," keluhku lemah.

Camelia menghampiriku, apakah dia sudah mau kembali ke rumah? Hari memang sudah agak siang, mungkin sudah pukul sembilan pagi sekarang.

"Om Liam, tiupin donk ban pelampungku." Rudi anak tetanggaku memintaku meniupkan pelampungnya tepat ketika Camelia berdiri di sampingku, dia terlihat tertarik dengan apa yang sedang kulakukan. Aku hanya bisa tersenyum menyambut kehadirannya, ya aku senang dia mengambil inisiatif untuk mendekatiku, meskipun aku tahu apapun yang akan dia katakan bukanlah apa yang ingin kudengar.

"Kacamatamu mana?" kudengar dia bertanya padaku. Aku masih sibuk dengan ban pelampung di mulutku.

"Pecah," sambil lalu kujawab pertanyaannya. Dia terlihat sedikit kaget, hah.. rasain..

"Rusak? Ka..karena waktu itu?" tanyanya lagi.

Ah.. aku sudah terlanjur sering berbohong padanya, aku rasa sedikit kebohongan lagi tak akan membuatku masuk neraka, kan?

Kutatap wajahnya, berusaha memberikan wajah paling serius yang pernah kumiliki, bila perlu aku akan memasang wajah sangar agar dia ketakutan setengah mati. Kuberikan ban pelampung pada si Rudi lalu dia pergi ke arah teman-temannya untuk bermain air lagi.

Namaku Cong?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang