Chapter 15

58 6 0
                                    


"Hati terluka bila dibubuhi garam akan semakin perih, perlahan-lahan memucat dan membusuk hingga bernanah. Akankah hati itu bisa pulih kembali?" W.A.R 


Selama seminggu setelah penolakan Camelia, aku tak berdaya, tubuhku akhirnya menyerah. Karena pola makan yang tak teratur, jadwal minum obat yang tak pernah kutepati dan lelahnya otakku berpikir, akhirnya aku terbaring lemah di atas ranjang pasien. Selang infus terpaksa menjadi penambah aliran nutrisi untuk tubuhku selama dua hari lebih. Empat hari menginap di ruang VVIP rumah sakitku dengan istirahat total.. hanya itu yang kuperlukan untuk mengembalikan kondisi tubuhku, setidaknya setengah dari sebelumnya. Aku tak memberitahukan Lili mengenai keadaanku, kami toh jarang bertemu, dia akan memborbardirku dengan pertanyaan yang tak perlu bila mengetahui aku opname.

Setelah hampir satu bulan menelantarkan pasien-pasienku, akhirnya dengan susah payah aku berusaha menumbuhkan kembali semangatku, setidaknya semangat kerjaku. Aku belum menyerah dengan Camelia, tidak semudah itu aku menyerah, aku hanya sedikit..terguncang.. ya, terguncang. Mungkin aku adalah laki-laki ternaif di dunia, seorang gadis telah menolakku mentah-mentah meskipun aku tahu dia menginginkanku, yah.. menginginkan tubuhku, meski hanya tubuhku..

Pelan-pelan akan ku atur lagi strategiku untuk mendapatkannya. Dengan Edo, laki-laki berengsek itu, minimal aku masih memiliki waktu beberapa tahun untuk merebut Camelia, sebelum gadis ini lulus dari kuliahnya. Karena setelah dia lulus, bisa saja Edo langsung menikahinya. Arghh.. pikiran mengenai Camelia yang menikahi Edo saja sudah sanggup membuat hypertensiku kambuh, aku bahkan tak tahu bila memiliki penyakit ini bila tidak karena opname kemarin. Rupanya aku harus lebih rajin mengecek kondisi kesehatan tubuhku.

Siang ini adalah siang yang sama seperti biasanya kulalui di rumah sakit ini. Visite pasien ditemani dokter dan perawat yang juga ikut menjelaskan kondisi pasien pada keluarganya, juga kami bisa saling berdiskusi mengenai cara penanganan terbaik untuk kasus penyakit tertentu, baik kasus pasien yang memerlukan operasi ataupun tidak.

Aku tak bermimpi apapun semalam, bahkan aku tak bisa tidur bagaimana mungkin aku bisa bermimpi? Mataku tak sanggup terpejam, setiap saat memikirkan gadis itu, memikirkan mengapa dia menolakku, mengapa ahh.. menyedihkan. Tapi alangkah kagetnya aku ketika menemukan Camelia sedang berada dalam antrian tunggu untuk diperiksa oleh general prakter dokter umum di rumah sakitku.

Sejenak memang aku terpengaruh dengan keberadaannya, namun ketika mata Camelia melihatku, dengan susah payah kucoba untuk menyembunyikan perasaanku, dengan dingin kulewati gadis ini tanpa merasa perlu untuk menyapanya. Oh, Tuhan.. hanya Engkau yang tahu betapa inginnya aku menghabiskan waktu dengan Camelia. Hanya dia satu-satunya wanita yang kuinginkan di dunia ini.

Berada dalam kantorku, berjalan mondar-mandir dengan gelisah. Aku sungguh penasaran mengapa Camelia memeriksakan diri ke dokter. Siapakah yang sakit? Camelia? Atau temannya yang kulihat duduk di sampingnya?

Namun bila menilik dari wajahnya, aku rasa Camelia lah yang sakit. Ahh.. Sayangku.. Apakah kau sakit juga sepertiku? Apakah kau merindukanku hingga tubuhmu menolak untuk hidup karenanya? Karena itulah yang terjadi pada tubuhku. Tubuh berengsek ini begitu merindukanmu, merindukanmu dalam pelukanku, dalam hatiku.

Kuyakinkan perawat yang menemani praktek dokter Raka, dokter umum yang bertugas pada general praktek sore ini agar menghubungiku bila dokter Raka telah selesai dengan pekerjaannya. Dengan langkah secepat kilat kudatangi kantor dokter berusia tiga puluh lima tahun itu. Memasang wajah paling diplomatis yang kumiliki dan berbasa basi ringan sebelum melancarkan maksud keinginanku untuk mencarinya.

"Aku ingin tahu sakit apa pasien yang bernama Camelia Surbakti? Dia tadi diperiksa di ruanganmu kurasa, dokter..." tanyaku, tepatnya aku memerintahkannya untuk menjawab pertanyaanku.

Namaku Cong?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang