Epilog

1.5K 133 18
                                    

Sasuke merutuki dirinya sendiri yang sudah tidak bisa berjalan bebas, makan makanan di kedai, atau sekadar menikmati teriknya musim panas di pantai. Umur telah memakannya begitu banyak, menyisakan memori yang tidak sedikit serta buah hati dan cucu yang tanpa ia sadari semakin dewasa.

Sakura, wanita yang pada akhirnya ia jadikan tambatan untuk bertahan sudah berpulang setahun yang lalu. Menyisakan Sasuke beserta anak gadisnya, Sarada. Bahkan Sasuke sendiri sangsi jika harus menyebut Sarada sebagai seorang gadis. Karena pada kenyataannya, Sarada sudah berumah tangga, memiliki dua orang anak remaja, sedang umurnya telah menginjak kepala empat.

Waktu berjalan begitu cepat rupanya. Akan tetapi, Sasuke masih mampu melihat bayang-bayang remaja bersurai pirang yang melemparkan senyuman teduh. Setiap sudut apartemen selalu membawa Sasuke ke masa lalu, di mana ia begitu teledor menyia-nyiakan sosok yang di lubuk hatinya ia anggap berharga. Kalau ditanya apakah ia menyesal, maka Sasuke tidak bisa berkata apa pun selain menyetujui.

Lucu karena Sasuke membiarkan dirinya disiksa penyesalan dengan menempati apartemen yang dulu ia tinggali bersama Naruto. Berharap dengan itu, Sasuke bisa membayar rasa bersalahnya.

"Ayah," panggil Sarada dengan suaranya yang menenangkan. Wanita itu telah selesai menyibak gorden kamar dan membuka jendela, membiarkan udara pagi bebas masuk sedang cahaya mentari yang malu-malu memberikan kehangatan pada kamar Sasuke. "Mau ke balkon seperti biasa?"

Pandangan Sasuke yang sudah tidak lagi baik beralih ke anaknya, memandang sayu kemudian mengangguk.

"Boruto, bisa tolong bantu aku? Ayah ingin memandangi bunga matahari dari balkon," pinta Sarada sedikit berteriak.

Tepat setelah itu, pria dewasa masuk ke kamar seraya membawa kursi roda. Suami dari Sarada itu membantu Sasuke duduk kemudian mendorongnya sampai ke balkon, tersenyum tipis dengan pandangan mengarah pada taman bunga di mana ayah mertuanya juga melihat ke sana.

Sedikit banyak, Boruto mengingatkan Sasuke akan sosok Naruto. Apalagi dengan perangai yang pria itu miliki. Sasuke mungkin bisa melihat cerminan Naruto jika ia merupakan seorang laki-laki. Dan jika berbicara soal taman bunga di halaman depan balkon kamar Sasuke, ia membuatnya tepat dua tahun setelah kepergian Naruto.

"Ayah ingin aku temani di sini?" tanya Boruto. Sarada sudah lebih dulu pergi untuk menyiapkan sarapan anak-anaknya.

"Aku ingin sendiri hari ini."

Boruto menatap sejenak ayah mertuanya sebelum mengangguk patuh. "Kalau begitu, aku pergi dulu untuk membantu Sarada."

Sejujurnya, Sasuke jarang meminta ditinggalkan. Ketika ia harus memandangi bunga-bunga matahari itu sendiri, halusinasinya mulai berjalan. Akan ada Naruto yang menemani dengan tawa kecil serta pandangan manik biru yang penuh binar.

Seperti saat ini.

"Kenapa kau tidak juga bosan datang kepadaku sebagai bayangan, Naru?"

"Kalau aku bilang ingin menagih janji, bagaimana?"

Hanya ada satu janji yang sampai saat ini tidak bisa Sasuke penuhi. Pelukan itu. Gaara tidak pernah mengizinkannya untuk menemui Naruto. Bahkan tempat di mana Naruto dikebumikan saja, Sasuke masih tidak diberitahu.

"Aku sudah mencoba. Maafkan aku."

Sosok Naruto duduk di pagar balkon, menggoyangkan kedua kaki sebelum senyuman kecil mengambang di wajahnya.

"Kalau begitu ... bagaimana kalau kau pulang bersamaku?"

Sasuke tidak mengerti. Tanda tanyanya amat besar sampai Naruto turun dari balkon, berdiri di hadapannya kemudian menjulurkan tangan.

"Mau ikut?"

Sasuke sangat ingin menggapai tangan itu. Namun, ia cukup sadar diri. Mengangkat tangan saja sudah sulit. Hanya bisa ia pandangi jemari itu sampai Naruto yang menyentuh tangannya, mengajak Sasuke berdiri.

"Kalau sekarang, apa sudah bisa memelukku?"

Sasuke terpaku. Ia berdiri. Benar-benar berdiri. Tidak ada lagi kaki yang berat untuk digerakkan, atau punggung yang sakit akibat terlalu banyak tidur. Sasuke kembali menjadi sosoknya yang dulu. Ia menoleh untuk mendapati tubuh tua rentanya telah memejamkan mata, tersenyum lembut sambil bersandar.

Pria itu langsung menghambur ke pelukan Naruto.

"Aku menepati janjiku, Naru. Aku menepatinya."

Yang menjemputnya bukan Sakura, melainkan Naruto. Untuk pertama kali seumur hidup, Sasuke merasakan hangat tubuh Naruto. Membuat pria itu tanpa sadar menitikkan air mata, terisak di antara ceruk leher gadis pirang bersurai pendek itu. Memeluknya erat.

"Aku merindukanmu, Naru. Sangat rindu. Terima kasih karena telah datang menjemputku. Ayo kita pulang."[]

Haiiii! Masih ada yang baca cerita ini? Aku kembali setelah 3 tahun(?) Haha. Jahat banget ya baru bikin epilognya.

Mau cerita sedikit. Jadi, aku hiatus dari aku ini. Jarang dibuka juga akunnya. Mengingat ini bulan Agustus (bulan lahir aku), tiba-tiba aku mau kasih pembaca yang setia sebuah hadiah. Semoga kalian senang dengan hadiah dariku (◍•ᴗ•◍)♡

Dengan ini, aku nyatakan Cause of You benar-benar tamat. Terima kasih atas dukungan kalian semua di cerita yang masih banyak kekurangannya ini. Luv uuuuuu💚

YukiAsahy,
26/08/21

Cause Of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang