Deru napas. Langkah kaki. Keringat di wajah Sasuke, dan keramik putih yang tampak seperti kaca. Sasuke bisa melihat dirinya sendiri dari pijakan di bawahnya, cukup jelas dengan wajah panik dan tidak percaya.
Mana mungkin? Lelucon paling gila yang pernah Sasuke dengar seumur hidupnya.
Jantungnya seperti dihantam batu ketika Mikoto menelponnya, memberitahunya kabar paling tidak masuk akal di kepalanya. Gadis pirang itu pergi, itu kesimpulan yang Sasuke dapat ketika isakan Mikoto tidak berhenti saat ibunya itu berbicara. Sekarang masih pagi, banyak salju di luar dan warna putih mendominasi Jepang. Tapi lihat ini, drama paling buruk yang pernah Sasuke lihat.
Pria itu tertawa sinis. "Apa yang kalian lakukan? Kenapa menangis seperti itu? Jangan melindungi gadis itu dan ikut bermain peran dengannya! Aku tidak cukup bodoh untuk ditipu."
Itachi berteriak murka. Ia menerjang Sasuke, membuat adiknya terbaring di lantai dan memukulinya dengan brutal. Bibir Sasuke pecah dengan bau anyir dan besi di mulutnya. Beberapa petugas keamanan yang sudah disuruh berjaga oleh Mikoto menarik Itachi menjauh, membuat jarak agar perkelahian itu berhenti.
"Ada apa dengan kalian semua?! Kalian gila? Aw, tsk!" Sasuke bangkit, mengelap darah yang mengucur dan menatap ibunya. Mata wanita itu merah, sedang ayahnya berdiri di belakang Mikoto sambil mengelus punggungnya. Bisikan-bisikan menenangkan dilontarkan Fugaku, hanya dia satu-satunya yang terlihat waras di antara kekacauan ini.
Netra hijau milik Gaara memerangkap Sasuke. Mereka saling mengenal karena bisnis, dan Sasuke tidak menyembunyikan keterkejutannya begitu melihat pria itu ada di dalam ruangan, berdiri di samping brangkar gadis yang tertidur.
"KAU YANG GILA, BRENGSEK!" Itachi tambah murka. Ia memberontak, lantas dibawa paksa petugas keamanan agar tidak menimbulkan kekacauan lagi. Ini masih di rumah sakit, tempat yang membutuhkan ketenangan untuk pasien lainnya.
"Ibu, ada apa?" tanya Sasuke. Pria itu melangkah dan hendak menghapus air mata wanita yang telah melahirkannya, tapi tepisan dari Mikoto membuat ia terkejut sampai mematung. "Ke-kenapa, Ibu?"
"Kau puas?" pertanyaan retoris. Sasuke tidak bisa menjawabnya di tengah kebingungannya. Apa maksudnya? "Kau sudah puas, Sasuke? Kau bahagia sekarang? Naruto sudah pergi. Ia tidak akan mengganggu hidupmu lagi, tidak akan menampakkan wajahnya lagi, tidak akan memintamu bersamanya lagi. Kau sudah puas?"
Mati rasa.
Mikoto pergi, sedang Fugaku mengikutinya setelah menepuk pundak Sasuke. Pandangannya lembut dan menyiratkan suatu kesedihan. "Kau sudah dewasa, Sasuke. Semuanya ada di tanganmu." Ujar Fugaku sebelum menghilang tertelan jarak.
Yang ada di depan Sasuke kali ini hanya wajah pucat Naruto dan Gaara di sampingnya. Sasuke masih tidak percaya. Gadis itu pasti berias agar terlihat pucat, begitu pikirnya. Tapi gerakan naik turun dari dada itu tidak terlihat sama sekali, tidak ada gerakan konstan dari napasnya. Dan warna kulitnya, tidak ada rona kehidupan.
"Kenapa kau datang ke sini?" Yang berbicara adalah Gaara ketika Sasuke melangkah maju dengan lunglai.
"Aku ingin bertemu Naruto." Jawabnya.
"Untuk apa? Kau sudah membuangnya, tidak perlu memungutnya kembali."
Geraman marah terdengar dari Sasuke. Tangannya mengepal erat. "Kau siapa bisa bilang begitu?" wajahnya mengeras, dan kilat marah terlihat jelas dikedua onix tersebut. "Kau tidak berhak bilang begitu, Sabaku-san."
"Aku berhak."
"Kau tidak!"
"Kau yang tidak berhak," Gaara mendelik. Pria itu membelakangi Sasuke dan menggenggam tangan Naruto. Sesekali ibu jari pria itu mengelus punggung tangan gadis itu, lalu senyuman kecil menghiasi wajahnya, membuat kemarahan Sasuke sampai ke ubun-ubun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause Of You
Fanfiction[Selesai] Jalan yang dilalui Naruto tidak lebih karena kebodohannya sendiri. Warning: OOC, FemNaru! Masih belajar. Disclaimer: Masashi Kishimoto Cerita asli pemikiran dan milik saya.