#Tetes kesembilan

3.7K 418 9
                                    

Salju.

Butiran putih itu turun bersamaan dengan suasana menegangkan di meja makan. Naruto sempat berlari ke kamar saat netranya memandang 'kekasih' dari 'suami'nya itu. Gadis itu seketika dihinggapi rasa takut yang benar-benar hebat. Sampai dia tidak bisa mengangkat kepalanya untuk sekedar menatap kedua orang itu. Tangannya dingin dan sedikit tremor, dan Naruto merasa benar-benar lemas kali ini, seakan-akan tidak ada lagi tenaga dalam tubuhnya.

"Ayo kita bercerai. Aku akan menikah dengan Sakura." Sasuke membuka suara. Kalimatnya membuat dua pasang mata mengalihkan atensi. Naruto kembali menunduk, lantas meremas tangannya kasar.

" ...aku—aku tidak bisa." Lirih Naruto masih dengan kepala menunduk. Sakura yang melihatnya menggigit bibir dalam, merasa telah merusak hubungan Sasuke dan Naruto yang sejatinya telah rusak dari awal. Manik emeraldnya berpaling pada jendela yang memperlihatkan butiran salju di luar sana. Padahal ini adalah salju pertama di bulan ini.

"Kenapa? Bukankah kau menderita? Aku pun begitu. Kalau kau takut Ibu akan marah, biar aku yang menghadapinya. Lagipula, Sakura bisa menggantikanmu."

Kedua pasang obsidian seketika tersentak di tempat.

"Sasuke, kau tidak bisa seperti itu!"

"Aku ingin menikah denganmu!"

Tepat saat Sasuke berteriak lantang, Naruto bangkit berdiri. Dia masih menunduk, tangannya bertaut satu sama lain, saling meremas. "Ma-maafkan aku! Tapi aku tidak bisa." Ucapnya sebelum berlari masuk ke dalam kamar.

"Sasuke, aku kecewa."

***

Naruto sudah terlihat rapi dengan pakaian kasual dan jaket soft blue. Dia ada janji temu dengan seseorang. Mungkin bisa dibilang teman lama. Hyuuga Neji. Lelaki itu tengah menghampirinya dengan senyuman lebar. Naruto baru ingat kalau mereka pernah berada di Rumah Sakit yang sama. Karena Naruto yang sering sakit-sakitan dan selalu berada di sana, Neji yang saat itu mendapat sebuah kecelakaan kecil tidak sengaja bertemu.

Pertemuan yang lucu. Karena saat itu Naruto masih remaja kecil yang terkadang bertingkah manja. Khas sekali sikapnya yang tidak tahu malu dan waktu. Yah, kenangan kecil pada pertemuan singkat mereka kala itu.

"Sudah lama menunggu?" tanya lelaki itu lembut. Kalau diingat-ingat kembali, memang hanya Nejilah yang selalu bersikap manis dan lembut padanya. Naruto mengangguk singkat sebagai jawaban. Mereka terlibat percakapan kecil sampai keduanya masuk ke dalam mobil Neji.

"Naruto-chan, apa kau berdandan?" tanya Neji lagi dengan tangan yang sibuk dengan seatbeltnya.

"Eh, apakah benar-benar terlihat?" Naruto merasa malu, bahkan pipinya sedikit merona. "Belakangan wajahku terlihat seperti mayat, jadi aku memakai sedikit." Akunya sambil menggaruk tengkuk yang tidak gatal.

Neji tertawa kencang, lantas dia mengusak rambut Naruto yang terasa halus di tangannya. "Tidak, kok. Hanya saja, kulitmu lebih bagus tanpa make up." Ujarnya sambil menyalakan mobil. Lelaki itu terdiam dengan raut wajah yang sulit diartikan. Tangannya yang habis menyentuh rambut Naruto bahkan terkepal erat. Beberapa helai rambut Naruto tersangkut di jarinya. Dia takut. Takut kalau Naruto menghilang.

***

Mereka menghabiskan waktu di taman bermain—padahal dengan jelas cuaca tidak mendukung. Naruto tertawa kencang dengan Neji di sebelahnya. Lelaki itu senang, sangat. Dia bukan lelaki bodoh yang tidak tahu kalau Naruto baru saja sakit hati, atau lebih tepatnya; patah hati. Gadis itu seakan-akan melupakan semua masalahnya. Hal itu membuat Neji sedikit senang dan merasa sedih secara bersamaan.

Bagaimana rasanya saat kau melihat orang yang kau sayangi bersedih?

Itu yang tengah Neji rasakan sekarang.

Cause Of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang