Terlihat seorang wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda itu memasuki kamar putra keduanya. Wanita itu membuka gorden kamar sang anak agar cahaya masuk kedalam.
Dan seorang pemuda pun menggeliat saat cahaya matahari mengenai matanya. Dia mengerjab, mencoba membuka mata yang sangat berat.
"Sekolah nggak?" tanya Lita, Ibu dari anak itu.
"Hmm," balas pemuda itu yang masih mengulet di dalam selimut.
"Yakin?" Lita menghampiri Aldi, pemuda yang kini sudah terduduk sambil mengumpulkan nyawanya yang sudah keliling dunia saat mimpi.
"Iya, Bun," ucap anak itu.
"Emang udah baikan?"
"Udah, aku udah nggak papa kok. Aku kuat, kata Bunda juga aku kuat 'kan?"
Lita terkekeh. "Iya, anak Bunda semuanya emang kuat-kuat. Yaudah, sekarang mandi sana, nanti kesiangan," suruhnya.
"Siap Bu negara," balasnya dengan gerakan hormat, yang membuat Lita kembali terkekeh.
Lita memandang punggung putranya hingga tertelan oleh pintu kamar mandi. Semalam, putranya mengalami demam. Lita hanya takut anak itu kembali demam saat nanti di sekolah.
"Al, sehat terus ya, Nak. Bunda sakit kalau lihat kamu sakit."
•••
"Buruan Aldi Anjing," umpat Aska.
Dan pada akhirnya pun Aldi kesiangan.
"Gue bilangin Bunda, ya. Lo ngatain gue anjing, awas lo!" ucap Aldi seperti anak kecil yang berantem sambil bawa-bawa Mama-nya.
Ghani memutar bola matanya malas saat melihat drama yang dilakoni oleh kedua sahabatnya. "Cepat dong, Al. Nanti keburu ada Pak Ibnu." Sekarang Ghani pun ikut kesal karena sedari tadi Aldi memanjat benteng tapi tak kelar-kelar.
"Sabar! Lo pikir gampang." Nah 'kan ngegas dia.
Saat ini ketiga bocah-bocah itu tengah memanjat sebuah benteng dikarenakan mereka bertiga kesiangan. Padahal di hari-hari biasa mereka jarang kesiangan tapi kenapa di hari Senin ini mereka selalu kesiangan? Ada apa dengan hari Senin hah?!
Setelah sepuluh menit lewat akhirnya Aldi berhasil memanjat benteng itu yang tingginya kira-kira tiga meter.
"Huh, akhirnya berhasil," ucapnya bangga.
Aska dan Ghani saling lirik. "Heh! Jakun Onta, anak esdeh juga bisa kali manjat benteng ini mah." Aska mulai geram.
"Sabar-sabar, lo tau 'kan, Sa. Kita punya teman yang berbeda," ucap Ghani sambil mengelus-elus pundak Aska.
"Hipertensi gue lama-lama, Ghan."
"Lo punya Hipertensi, Sa?" tanya Aldi polos.
"Tuh, 'kan, Ghan." Aska benar-benar tertekan dengan semua ini.
Ghani cuma ngangguk-ngangguk, dari pada panjang, ye, 'kan.
Karena mereka menaiki benteng belakang jadi dengan mudahnya mereka memutuskan untuk pergi ke Kantin dengan diam-diam karena tempat itu yang terdekat dengan posisi mereka saat ini.
Saat mereka mengendap-endap untuk memasuki stan tukang seblak untuk bersembunyi, tanpa diketahui sedari tadi Pak Ibnu memerhatikan mereka bertiga.
"Baskara! Ghani! Aldi!"
Mereka bertiga saling lirik. Mampus! Mereka ketahuan. "Ini salah lo, Sa. Gue tadi bilang harusnya kita sembunyi di gudang aja!" sungut Ghani. Sungguh, harusnya tadi mereka bersembunyi di gudang belakang saja. Tapi, Aska mengajak ke kantin katanya ia belum sarapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're My World, Bro. [END]
FanfictionBagi Angga, Aldi adalah jiwanya dan semestanya, Angga menjadikan Aldi sebagai porosnya. Begitupun sebaliknya. Mereka saling melengkapi satu sama lain. Lalu, bagaimana jika seketika jiwa itu hilang? Entahlah, kita simak saja ceritanya.