Moon || 7🎶

88 52 119
                                    


"Seperti melihat bulan yang terang dimalam hari, seperti itulah aku melihatmu."~

Perasaannya masih kesal. Mendengar pintu diketuk pelan berulang kali, Rendu sudah tahu siapa yang datang. Namun, ia hanya membiarkan pintu itu diketuk dengan waktu yang lama.

"Kenapa gak dibuka pintunya, Ndu?" tanya Ina, pembantu yang sudah berkerja selama orang tua Rendu pergi.

"Biar saja, Bik."

Ina mengulum senyum melihat raut Rendu tampak masam. "Kalian kelahi lagi, ya? Gak boleh gitu, Ndu. Kasian Tisya."

Rendu memiringkan bibir, mengacuhkan perkataan Ina.

"Rendu ... Buka pintunya, dong. Gue mau masuk." Terdengar teriak Tisya yang masih di depan.

"Siapa ya? Rendu nya lagi gak ada di rumah," jawab Rendu dengan muka jutek.

"Gak ada di rumah, tapi kok bisa jawab sih? Ndu, buka pintunya, dong. Gue kan mau jelasin."

Rendu menghela napas dalam. Marah dan merasa kesal dengan Tisya adalah hal yang paling sulit untuk ia lakukan. Kendati demikian, kelahi hebat sekalipun tak pernah membuat mereka berdiaman dalam waktu yang lama, pasti mereka selalu berbaikan dalam waktu sehari.

Melihat Rendu masih tak merespon apapun, membuat Ina tak tega dengan Tisya. "Bibik buka ya?"

Helaan napas panjang pun Rendu hembuskan. "Iya, udah. Buka, Bik."

***

Hentakan kaki yang kuat terdengar nyaring ditelinga Rendu. Menandakan Tisya yang sekarang merasa kesal. Rendu menelan ludah, ia mengambil buku yang ada di tas dengan cepat dan Rendu pun berpura-pura membaca buku.

Suara itu semakin dekat mengarah ke tempatnya, Rendu mengembangkan hidung, melontarkan sorot mata yang sipit ke buku.

"Lo nyebelin banget sih! Tega banget. Capek tauk, tangan gue sampai merah, nih." Tisya menyodorkan tangannya kehadapan Rendu.

"Lagian elo, sih."

"Gue ngapa?!"

Rendu menghela napas seraya membesarkan mata dan memajukan bibir seperti anak kecil yang sedang merajuk. "Seharusnya gue yang marah sama elo. Kok jadi kebalikannya, sih."

"Hih." Tisya berdecak geram sambil mengangkat tangannya seperti orang yang ingin meremas baju.
Melihat Rendu hanya memiringkan bibir, membuat Tisya menghela napas. "Iya, udah. Gue minta maaf. Maafin gue, ya." Tisya tersenyum gemas.

Rendu menatap Tisya sembari menghela napas. Melihat senyum lebar dengan tulang pipi yang naik membuat Rendu terpesona.

"Iya, Ndu. Maafin. Ya, ya, ya," ulang Tisya kembali tersenyum gemas.

"Iya, iya. Gue maafin. Tapi ada dua syarat."

"Apa?" Tisya mengernyitkan kening, ada perasaan tak enak menjalar di hatinya.

Rendu tersenyum jail melihat Tisya. "Yang pertama, jelas elo harus ceritain tentang Faren. SE-DE-TAIL mungkin. Kedua, nama cewek yang gue suka itu ternyata Fanya, lo cari tahu info dan nomor hape dia, ya." Setelah berpikir keras mengingat siapa nama cewek yang membuat ia jatuh hati, akhirnya otak Rendu yang cerdas berhasil mengingat nama itu dengan jelas.

Tisya membelelak. "Fanya? Dia kan adik Faren."

"Ha? Masa iya?" Rendu memelotot kemudian memiringkan bibir. "Iya, udah biarin. Gak peduli gue. Yang penting lo harus cari tahu nomornya berapa."

"Wow. Baru kali ini loh, gue ngelihat seorang Rendu ngejar cewek. Segitu sukanya elo sama dia?"

"Iya, karena dari yang gue lihat dia beda aja sama cewek yang lain."

For My First Love [SUDAH TERBIT]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang