Terkuaknya Rahasia || 16🎶

55 20 56
                                    


Sudah satu jam lebih ia terdiam di ruang tari. Memikirkan, ikut solo dance atau tidak. Tak lama, sebuah keputusan dalam hati pun Tisya ambil. Ia pergi melangkahkan kakinya ke ruang guru.

Memasuki ruangan yang sudah tampak sepi. Tisya berucap, "Pak. Sepertinya saya belum bisa mengisi acara solo dance. Saya gak berani sendirian di atas panggung, Pak." Tisya berucap sambil memainkan kuku jempolnya.

Fero mengantup mulut. Melihat Tisya tampak takut, membuat Fero tak tega tetap menyuruh Tisya ikut dance. "Iya, sudah. Kalau gitu, kamu mau ngisi acara apa?"

"Kalau dance rame-rame saya masih bisa, Pak."

Fero tampak berpikir. Tangannya menompangkan dagu. "Saya dengar suara kamu bagus. Itu sebabnya saya mau kamu ikut solo dance. Kalau dance group sudah ada tiga yang mau mengisi."

Tisya menegakkan kepalanya. "Saya msih takut untuk tampil sendirian di depan umum, Pak. Sekali lagi saya minta maaf."

"Gak, apa. Kamu pikirkan saja lagi mau tampil apa. Yang penting kamu wajib mengisi acara nanti."

Tisya mengangguk cepat. "Baik, Pak. Makasih, ya, Pak. Dan sekali lagi saya minta maaf."

Fero tersenyum ramah sambil mengangguk.

"Kalau begitu, saya pergi dulu, Pak." Tisya mengeloyor pergi ke ruang tari.

***

Jam latihan untuk acara promnight telah berganti pada waktu pulang sekolah. Kali ini lagu yang akan dinyanyikan untuk acara itu telah ditentukan. Lagu yang akan mereka mainkan adalah 'Rahasia Hati'. Element. Mereka berlima telah berdiri dengan memegang alat masing-masing.

Tanpa aba-aba, Kaleb langsung menekan piano. Masuk intro akor C. Kemudian, Fino langsung bernyanyi. Masuk dalam bait kedua, ketukan drum Rendu mulai dimainkan . Begitu juga Faren dan Permana memainkan nada dengan seimbang.

Sepanjang lagu, kening Faren tak berhenti mengernyit. Setelah lagu itu selesai dimainkan, Faren langsung angkat suara.

"Fin. Napas lo kok gak teratur gitu, sih. Harusnya di E lo rendahkan suara. Terus di G lo malah kerendahan. Nada lo naik turun. Sampai dibagian koda pun juga suara lo gak konsisten. Yang harusnya nada berada di B jadi ke E. Daritadi gue coba gak mau berhenti kan dulu musik nya. Mau dengar lo nyanyi sampai akhir, tapi tetap aja... suara lo gak masuk dengan musik."

Terdengar hela napas panjang Rendu. "Iya. Lo sebenarnya kenapa, sih? Kelihatan banget gak fokus."

Semua menoleh ke Fino seperti melihat mahkluk asing. Fino menutup mata sembari menghela napas. "Maaf-Maaf. Ini emang salah gue. Gue gak fokus banget."

"Mending lo mateng-in dulu suara lo, bro. Baru nanti kita latihan lagi," sahut Kaleb, kasihan melihat Fino dihakimi.

"Oke-oke. Kita latihan lagi besok, ya. Gue cabut dulu." Fino tersenyum miris, lalu mengeloyor pergi.

Sepeninggal Fino, semua mata kemudian beralih melihat Faren. "Lo kayaknya paham banget tentang vokal. Lo bisa nyanyi?" tanya Kaleb.
"Enggak. Cuma gue emang paham banget lagu ini."

"Gue mau dengar suara elo. Kita coba, ya." Kaleb melirik Rendu dan Permana, lalu mengangguk yang menandakan mereka mulai memainkan musik.

Faren menghela napas panjang. Ia ketakutan mengeluarkan suara, tapi jika Faren menolak dengan sopan, ia akan terlihat seperti seorang pengecut, pikirnya.

Intro langsung dimainkan oleh Kaleb. Faren langsung bersiap-siap dengan helaan napas yang panjang. Lalu, ia pun membuka mulut. Faren bernyanyi dengan nada pas.

Mendengar suara Faren yang mengalun indah. Kaleb, Rendu, dan Permana saling menatap. Dengan semangat, Rendu memainkan stik drum-nya. Ketukan bas Permana juga mengikuti suara Faren. Semua tampak kompak.

For My First Love [SUDAH TERBIT]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang