Faren || 2🎶

154 68 93
                                    


Bukan tentang seberapa banyak kita memiliki kesamaan terhadap pasangan. Melainkan seberapa kita saling membutuhkan dan saling melengkapi~

Terdengar suara musik, lagu The changcuters-i love you baby yang diputar kencang dari kamar Faren. Fanya masuk ke dalam menyuruh abangnya untuk mematikan musik itu. Setiap barang-barang, buku, pakaian, dan gitar akustik tersusun rapi di tempatnya masing-masing, dan harum aroma parfum Gucci Guilty Black begitu menyengat dihidung Fanya.

Kakak-Adik yang selalu akrab di rumah itu kemudian bercerita tentang hari pertamanya di sekolah.

"Oi, Bang," panggil Fanya yang melihat Faren asyik memakai earphone.

"Kenapa?" jawab Faren lembut.

"Ih, dengarin aku dulu. Aku mau cerita." Fanya berucap seraya melepaskan earphone dari telinga Faren.

Faren menghela napas menatap sinis wajah Fanya. "Hish, sama abang aja berani. Coba sama teman sekolah, malu-malu. Kenapa?"

Fanya mengulum senyum, lalu tertawa. "Aku senang banget lihat Kakak itu. Udah cantik, baik, lembut, ramah, tinggi, senyumnya indah, perfect-lah pokoknya. Aku kepengen banget berteman dengan dia, tapi kayaknya gak mungkin."

"Kenapa gitu?"

"Iya, secara dia kan secantik itu, kakak kelas pula, ya gak mungkinlah."

"Dari tadi kamu muji orang, tapi gak nyebut nama," ucap Faren penasaran.

"Ih ..., namanya Tisya. Dia yang kemarin kenalan sama Abang."

Seketika pikiran Faren mundur mengingat wajah Tisya, lalu ia manggut-manggut sembari tersenyum. "Oh ... Dia. Iya aku ingat."

"Iya, cantikkan?" tanya Fanya dengan mata yang berbinar.

"Iya, cantik. Tapi, adik aku juga cantik kok," jawab Faren sembari tersenyum mengolok Fanya.

Tak pernah ia melihat adiknya terlalu menggebu menceritakan tentang seseorang. Bahkan sama mantan kekasihnya dulu pun, Fanya tidak mendapatkan chemistry. Faren tahu, gak mudah untuk mendapatkan hati Fanya. Kemudian mereka saling terdiam, Faren menghela napas. Kini, ia mulai penasaran dengan yang namanya Tisya yang sedari tadi tak henti adiknya memuji.

***

Di dalam kamar dengan cat berwarna putih, Tisya duduk sambil merenung. Tersenyum lalu mengernyitkan kening. Pikirannya hanya mengarah pada Faren. Rasanya semua yang terjadi masih seperti mimpi, ia tak sabar ingin melihat wajah pria yang ia kagumi selama ini di sekolah, besok. Tak lama, terdengar suara mama memanggil Tisya untuk makan siang.

"Iya, Ma. Sebentar," jawab Tisya ngeloyor keluar kamar.

Meja makan yang memiliki empat kursi itu hanya terisi oleh dua orang. Tisya dan Tania, ibu Tisya. Hari-hari mereka hanya berdua, papa Tisya yang selalu keluar kota membuat rumah itu terasa sepi.

"Oh, iya, Sya. Si Rendu kapan pulang dari Bandung?" tanya Tania tiba-tiba mengingat Rendu, sahabat Tisya sedari SMP.

"Mungkin dua hari lagi. Kenapa, Ma?"

"Gak ada, sepi juga rasanya gak ada dia. Biasanya dia kan selalu kesini meribut."

"Hmmm." Tisya menggeleng. "Biarkan aja dia liburan dulu, yang ada kalau di sini kami bertengkar terus."

"Kamu gak rindu sama dia?"

Tisya tertawa kecil. "Enggak, Ma."

"Mau kemana hari ini?"

Tiba-tiba pikiran Tisya teringat akan janjinya. "Oh, iya. Aku mau pergi nanti sore sama Fino ya, Ma."

"Yah, Mama sendiri lagi dong."

For My First Love [SUDAH TERBIT]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang