Sebuah Pertanyaan || 8 🎶

111 61 150
                                    


Sepulang sekolah Tisya dan Rendu asyik membahas tentang ulangan yang akan diadakan besok. Namun, pembicaraan mereka terhenti melihat para siswa berbondong-bondong lari ke arah lapangan basket. Mata Rendu teralihkan, lalu ia asal memegang tangan salah satu siswa.

"Oi, ada apa, sih? Kenapa orang-orang ke lapangan basket?"

"Itu ... Si anak baru sama Fino katanya mau tanding basket. Gak tau deh ngapa."

"Oh, okey. Thanks ya."

Rendu menaikkan satu alis sambil tersenyum miring. "Menarik, nih. Ayo, kita lihat," ucap Rendu sambil melihat wajah Tisya.

Dengan cepat, dua sejoli itu berlari ke lapangan. Jantung Tisya berdetak cepat melihat dua pria yang sedang berada di tengah lapangan. Dilihatnya Faren sudah siap dengan memegang bola basket dan Fino melakukan pemanasan. Dari kejauhan terdengar suara peluit pertanda pertandingan akan segera dimulai. Aba-aba hitungan mundur sampai tiga sudah dimulai.

Tisya menyipitkan mata, sorotnya hanya mengarah kepada Faren. Dalam hati, ia bertanya-tanya kenapa pertandingan basket itu bisa terjadi dan kenapa harus Faren dan Fino yang berada di sana.

Gerakan Faren begitu lihai, seperti orang yang sudah sering bermain basket, membuat Rendu berkata, "Sya, lihat deh. Si Faren jagok juga ya main basket. Gue yakin mereka kayak gitu pasti karena elo."

Tisya mengernyitkan kening. "Apaan sih, lo. Kok karena gue?"

"Dasar bodoh! Iya, udah lihat aja nanti. Feeling gue gak pernah salah." Rendu tersenyum sembari menaikkan alis. "Faren pasti suka sama elo."

"Dasar gila! Jangan ngada-ngada lo jadi orang."

"Lah, emang selama ini gue pernah salah kalau nebak tentang perasaan?" Rendu melontarkan sorot serius ke Tisya. "Gue yakin, delapan puluh persen. Gue benar." Kemudian Rendu kembali melihat ke arah Fino dan Faren.

Tisya hanya mengembuskan napas sambil menggeleng melihat Rendu.
Tak lama, pertandingan itu selesai. Mata Tisya membelelak melihat nilai skor. Pemenang jatuh kepada Faren dengan skor yang didapat dari dua pemain adalah 3-5.

"Hebat juga si Faren. Belum pernah, ada sejarah yang bisa mengalahkan Fino main basket. Kenapa dia gak ambil dua ekstrakurikuler aja ya. Musik dan basket," gumam Rendu.

***

Dua sorot mata pria itu tampak serius. Faren dengan raut datar terdiam melihat Fino. Kemudian, ia menaikkan alis dan mendekatkan bibir ke telinga Fino. "Ingat! Yang bisa dipegang oleh laki-laki adalah ucapan dan janjinya. Gue menang, otomatis elo harus tepati perjanjian yang tadi elo buat sendiri."

Fino menahan napas sejenak. Tak ada yang ingin ia sanggah dari ucapan itu karena dia kalah. Tadinya Fino sangat percaya diri dengan menantang Faren bermain basket, tapi tak disangka-sangka ternyata Faren jauh lebih hebat bermain basket. Dengan berat hati Fino terpaksa menepati perjanjian tersebut.

Pertandingan sudah selesai. Semua siswa disuruh bubar untuk pulang. Faren melihat tas nya terletak di dekat Tisya. Ia mengembuskan napas seraya berjalan mengambil tas sandang belakangnya. Selayang tatapan itu mengarah kepada Tisya, tapi Faren hanya memasang wajah cuek dan mengabaikan Tisya yang memanggil namanya.

***

Tisya terduduk di trampolin, membayangkan sorot mata Faren yang selayang terlihat tak menyenangkan menatap dirinya.

"Dia kenapa dingin banget tadi, ya?" tanya Tisya pada dirinya sendiri.

Tiba-tiba Rendu datang mengagetkan Tisya dari belakang. Tak ada reaksi yang berlebihan dari Tisya, membuat Rendu memajukan bibir. "Woi, lo kenapa sih?" tanya Rendu dengan memegang kertas yang ada ditangan kanannya.

For My First Love [SUDAH TERBIT]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang